Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Varian Omicron Menggila Sebaiknya Sekolah Melakukan PJJ Kembali

4 Februari 2022   09:44 Diperbarui: 4 Februari 2022   11:08 1553
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa mengikuti Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di SDN 08 Kenari jakarta, Senin (3/1/2022). (ANTARA FOTO/AKBAR NUGROHO GUMAY)

Gelombang ketiga Covid telah tiba, hampir setiap hari mendengar kabar. Rekan kerja, siswa, kerabat, saudara jauh, terpapar virus covid dengan varian omicron, meskipun tidak seganas delta, namun membuat banyak orang khawatir menghadapi penularan senyap covid yang cepat sekali perkembangannya.

Jakarta dan kota-kota besar lainnya telah mengumumkan perkembangan cepat pasien covid-19 varian omicron. 

Penularan bisa berbasis di kluster kantor, sekolah, tempat kerja. Level di tiap kota pun dari semula rendah tiba-tiba melonjak. Dari mana datangnya virus itu hingga banyak yang orang yang tidak sadar bahwa dalam dirinya sebetulnya berpotensi terpapar omicron tersebut?

Menurut penuturan dari mereka yang positif covid, gejalanya mirip dengan flu, mereka merasakan seperti sakit tenggorokan, sedikit batuk, dan batuknya cenderung batuk kering. 

Kalau virus cepat menyebar dan menyebabkan sistem imun cepat melemah dan membuat paru-paru seperti berkabut.


Virus omicron sebetulnya bisa dicegah dengan sering berjemur, karena menurut beberapa ahli omicron akan cepat lenyap oleh cuaca yang panas.

Membahas Tentang Omicron dan Penyebarannya

Tapi baik jika mencari referensi yang lebih valid tentang varian omicron. Omicron pertama kali ditemukan di Afrika Selatan, namun banyak ahli yang berpendapat bahwa sebenarnya omicron sudah ada di banyak negara, hanya tidak terdeteksi. 

Varian omicron dideteksi 70 kali lipat lebih cepat daripada varian delta di jaringan bronkus, Kadang varian omicron susah terdeteksi dengan tes PCR.

Menurut Kompas.com, varian omicron memiliki gen yang tidak terdeteksi oleh alat Polymerase Chain Reaction (PCR). Mengapa sering tidak terdeteksi oleh PCR? Menurut Profesor Tjandra Yoga Aditama Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini mutasi spike protein varian omicron berada di posisi 69-70 sehingga muncul fenomena S Gene Target Failure (SGTF). Nah dari faktor itu yang menyebabkan gen S pada omicron tidak terdeteksi pada PCR.

Kasus omicron meningkat (Sumber: Shutterstock)
Kasus omicron meningkat (Sumber: Shutterstock)
Tapi lebih lanjut guru besar itu menjelaskan bahwa untungnya masih ada gen lain yang masih bisa terdeteksi PCR. 

Varian PCR itu tetap tembus walaupun sudah melakukan vaksin, hanya mungkin lebih aman jika banyak yang sudah melakukan vaksin booster, sebagai vaksin ketiga penguat dari ancaman virus covid-19.

Mengingat Cepatnya Persebaran Omicron sebaiknya Pemerintah Memutuskan PJJ atau PTMT Terbatas

Mengingat cepatnya penularan maka diharapkan pekerjaan kantor dibawa lagi ke rumah, sekolah-sekolah yang terpapar covid-19 berbalik lagi ke PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). 

Sekolah dan kantor tidak perlu menutupi data mereka-mereka yang terpapar virus sehingga tetap melakukan pembelajaran tatap muka.

Antisipasi amat perlu agar penyebaran virus dapat terkendali. Kebijakan memutuskan cepat kembali ke PJJ itu untuk menghindari kluster sekolah. 

Di sekolah saya sendiri, sejak muncul indikasi ada yang terpapar virus covid-19 maka dengan cepat melakukan antisipasi dengan memberlakukan pembelajaran PJJ.

Sampai kapan PJJ tergantung kebijakan sekolah dan melihat seberapa banyak siswa, orang tua, guru, karyawan yang terdampak penyebaran virus tersebut. 

Menurut survey dari kata data per 30 Januari 2022 terdapat 2.156 per Minggu. Selisih tiap hari sekitar 299 kasus yang diterima perharinya. 

Jadi dari data itu terlihat perkembangan harian amat pesat dan masih akan terus berkembang mengingat banyak masyarakat yang belum sadar dan cenderung banyak yang abai untuk tetap menerapkan protokol ketat pencegahan virus.

Ketika jalan-jalan di daerah padat penduduk seperti di Jakarta khususnya di Pedongkelan, Cengkareng, hampir separuh dari pejalan dan mereka yang keluar ke tempat umum banyak yang tidak mematuhi peraturan dan cenderung melanggar. Bahkan di Yogyakarta menurut penuturan saudara yang baru saja berkunjung ke Yogyakarta, kesadaran memakai masker rendah, malah ada yang cenderung menertawai mereka yang terlalu parno terhadap covid-19 padahal kasus di Yogyakarta juga meningkat tajam.

Banyak sekolah yang masih keukeuh menerapkan PTM, karena merasa tidak ada kasus dan ancaman serius dari varian omicron tersebut. 

Menurut penulis sebaiknya pemerintah kembali meninjau kebijakan PTM. Sebab pada kenyataannya banyak sekolah yang kelimpungan ketika ada warganya terpapar virus. 

Pencegahan rasanya lebih baik daripada memaksakan siswa, guru, karyawan masuk, sementara covid-19 mengalami perkembangan amat cepat.

PJJ dengan segala resiko dan permasalahannya terutama masalah jaringan tetaplah opsi teraman, sampai suasana aman dan melandai. 

Berbagai masalah yang ditimbulkan dari merebaknya covid-19 menjadi keprihatinan dunia, tapi bagaimanapun manusia tetap harus berusaha memotong rantai penyebaran dengan kesadaran bersama. 

Kepatuhan manusia akan mempercepat melandainya perkembangan virus, dan kalau sudah tidak lagi merupakan ancaman serius maka manusia bisa kembali beraktiktivitas normal.

Mutasi, Persebaran dan Kekhawatiran Manusia terhadap Persebaran Virus Omicron

Sejak 2020 akibat munculnya virus covid-19 yang sudah banyak merenggut korban meninggal ribuan hingga jutaan mengubah perilaku manusia. 

Era digital mengalami percepatan dan aktivitas yang melibatkan manusia dalam kerumunan dan membuat manusia harus berjarak tidak bisa dielakkan lagi. Mau tidak mau ada perubahan budaya, perubahan perilaku dan perubahan pola hidup manusia mengenai arti pentingnya pengetatan protokol kesehatan. 

Masker menjadi alat pencegah efektif untuk mencegah penyebaran. Manusiapun memberlakukan pengetatan terhadap jarak antar manusia, menghindari kerumunan dan melakukan pencegahan dengan menyemprot tangan dengan handsanitizer, disinfektan pada barang-barang kiriman.

Dari beberapa orang yang penulis lihat ada orang yang cenderung cuek dan masa bodoh terhadap covid-19. Ada yang masih tidak percaya adanya covid-19 dan menyerahkan takdir hidupnya pada sang Maha Pencipta. 

Namun ada yang begitu paranoidnya terhadap penyakit sehingga selalu ketakutan bila virus mengenai dirinya. Dari paranoid itu muncul penyakit tidak menular yang justru membahayakan seperti gerd, asam lambung, jantung, diabetes, kanker.

Sebagai guru kekhawatiran akan covid-19 berusaha disamarkan dengan mencoba meyakinkan siswa untuk selalu semangat belajar, tapi sebagai penyintas covid-19 selalu ada kekhawatiran akan terpapar lagi, apalagi pernah merasakan dirawat di rumah sakit dengan berteman dokter dan perawat yang berpakaian APD lengkap.

Kisah sakit di sekitar Maret 2022 ini memberi pelajaran bahwa ketika seorang lengah sedikit, meskipun disiplin menjalankan protokol kesehatan tetap saja virus itu bisa menelusup saat tubuh menurun imunnya. Saat sakit tidak menemukan rumah sakit yang menampung dengan cepat pasien yang positif covid. 

Pengalaman Sebagai Penyintas Covid-19

Waktu itu ingat ketika berusaha antri di rumah sakit pemerintah harus menunggu bisa sampai dua hari hanya duduk di kursi roda. 

Jika mengikuti prosedur bisa saja tambah sakit karena harus menunggu antrian. Maka bersama istri terus datang ke Puskesmas untuk mencari rujukan mencari rumah sakit yang direkomendasikan dan akhirnya ketemu rumah sakit yang menerima, tetapi harus menunggu sampai pagi hari, sementara tubuh lemah, nafas mulai sesak, dan semalaman menghabiskan oksigen sampai sampai lima botol.

Untung rasa sesak nafas berkurang hingga pagi hari naik mobil online menuju rumah sakit rujukan covid. 

Setelah observasi dan istri yang kebetulan juga positif covid, menandatangani perjanjian bagi pasien covid. Setelah urusan administrasi beres masih harus menunggu kamar beberapa jam sampai mendapatkan kamar (di sini).

Menjadi penyintas covid-19 ini pernah saya tulis di Kompasiana, yang jelas masih ada sedikit trauma ketika pertama kali dinyatakan positif. Pasti ada perasaan cemas, takut, dan bayangan-bayangan macam-macam ketika sedang mengalami dan merasakan masuknya covid-19. 

Obat agar cepat sembuh adalah perasaan gembira, makan teratur, dan berusaha terus meningkatkan imun dengan mengurangi rasa cemas dengan bergembira mendengarkan musik, menggambar, dan berbagai aktivitas yang bisa membuat virus cepat keluar (di sini).

Semoga saja covid-19 segera melandai dan masyarakat kembali balik kerja, mengembalikan perekonomian yang cukup terguncang dengan munculnya varian covid-19 yang terus bermutasi dan muncul varian baru setiap saat. 

Sekolah dalam hal ini perlu menunggu sampai ancaman covid mereda, pelan-pelan kembali ke aktivitas semula.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun