Bahkan sekolah nanti tidak harus di kelas biasa, tetapi bisa saja anak Medan, anak Surabaya, Anak Semarang bahkan Papua mendaftar sekolah di Jakarta tapi tetap belajar dari daerah mereka sendiri.Â
Masalah interaksi bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi AR. Negatifnya adalah bahwa ketergantungan pada peralatan canggih tinggi , keterhubungan kejiwaan, rasa seperti halnya robot yang sangat tergantung pada koneksi internet dan hubungan manusia tampak dekat namun sebenarnya jauh. Kenal tapi tidak pernah secara utuh bisa kontak phisik, karena semuanya terhubung dengan dunia virtual.
Yang terberat untuk bisa mengikuti arus zaman adalah generasi x, generasi yang memahami teknologi tidak benar-benar tuntas, akhinya amat bergantung pada belas kasihan generasi milenial yang bisa cepat menyerap perkembangan teknologi.
Saat ini saja saya merasa bahwa pikiran yang sudah penuh masalah itu amat susah secara jernih bisa memahami cepat bahasa program digital, istilah-istilahnya pun semakin asing, dan bila akhirnya bisa memahami harus belajar lebih keras dari mereka yang pikirannya masih segar.
Akhirnya kadang berpikir kenapa pendidikan harus mengalami percepatan perubahan. Orang-orang tua yang sebetulnya masih semangat bekerja menjadi frustasi karena tuntutan zaman.
Ada gap yang membuat para manula, setengah manula menjadi berpikir keras bagaimana tetap bertahan tanpa perlu stres memikirkan kemajuan zaman yang semakin membuat manusia tergesa-gesa, berlari, gerak cepat kalau tidak dilibas zaman.
Akhirnya jika guru jernih berpikir, ikuti saja namun dengan catatan, guru tetaplah guru yang harus selalu mengingatkan bahwa teknologi dan kemajuan itu penting, tetapi kendali karakter tetap harus dipegang guru dan orang tua.
Kerja sama antara guru dan orang tua sangat penting agar kemajuan teknologi itu tidak membuat sosok pelajar itu disetir teknologi, atau gara-gara teknologi karakter para siswa cenderung tertutup, lupa untuk tetap berinteraksi langsung, tetap mempunyai kepekaan sosial, tetap menjaga sopan santun dan etika, tidak terjebak dalam kejahatan cyber, atau memanfaatkan kecerdasan memahami teknologi dengan tujuan jahat.
Metaverse dalam pikiran manusia seharusnya adalah teknologi boleh canggih, keterhubungan manusia dari berbagai belahan dunia boleh sangat maju, namun tetap ingat etika, sopan santun, kemajuan teknologi bukan semakin membuat manusia egois, namun semakin merasa memiliki dan mempunyai empati tinggi. Bisakah?Â
Silakah cari jawaban sendiri, setiap orang mempunyai pandangan sendiri, kalau para pembaca kompasianer yang canggih ini pasti tetap mampu mengikuti perkembangan zaman tetapi tetap tidak ikut arus rusaknya moral dan egoisme yang kadang menjangkiti manusia yang terlalu mengagungkan teknologi canggih.