Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mural, Lukisan, dan Moralitas Seniman Sebuah Refleksi Seni Rupa

21 Agustus 2021   06:54 Diperbarui: 21 Agustus 2021   16:52 1107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
mural kritikan terhadap penguasa (CNNIndonesia)

Hubungan antara seniman dan politik ( partai politik ) naik turun. Ada sebuah kalimat menarik dari tulisan Agus. "Masuk Partai Politik ? Rasanya sudah kapok." Mengapa kapok kalau membaca lebih detail mengapa politik itu membuat kapok. Seniman itu yang berasal dari seniman miskin merasa bahwa janji - janji politik itu sungguh manis, memabukkan. Bisa jadi dengan bergabung ke partai politik ia akan menjadi diangkat derajatnya. Pada kenyataan janji manis berpolitik itu membuat mula mula memabukkan namun ternyata akhirnya setelah terjerumus ia hanya mendapat kenyataan bahwa politik itu hanyalah ajaran kemungkinan kemungkinan. Otto van Bismarck, Kanselir Prusia abad ke -19 mengatakan"Kemungkinan untuk tetap ada, dan kemudian digdaya. Atau kemungkinan antara ada dan tiada , atau kemungkinan punah sama sekali."

 Selanjutnya Agus menulis "kesenian yang sengaja ingin hidup di kosmologi politik, sungguhlah percuma." Hubungan seniman dan politik memang naik turun. Ada masa di mana seniman terpuruk dan banyak dibatasi ruang geraknya terutama di era orde baru banyak seniman yang tiarap terutama mereka yang semula masuk dalam organisasi terlarang Lekra yang disinyalir underbow PKI.

Kini di era kebebasan, dan demokratisasi kebebasan terjamin, namun saking bebasnya kadang ada seniman yang kebablasan dengan membuat gambar meme, atau gambar yang mengarah pada perisakan tokoh yang membuat terancam oleh pasal yang terdapat dalam UU ITE yaitu yang berhubungan dengan pasal penghinaan dapat dijerat hukum.

Pasang surut hubungan seniman rupa dan politik sudah tergambar sejak jauh hari, di masa silam seni rupa sesungguhnya selalu mempunyai kesempatan untuk mengkritik dan menggunggat kebijakan penguasa. Pada setiap tahapan sejarah kesenian terutama seni lukis selalu mempunyai cara untuk menggugat keadilan dan mengkritik penguasa dengan caranya.

mural kritikan terhadap penguasa (CNNIndonesia)
mural kritikan terhadap penguasa (CNNIndonesia)

Seniman berusaha memahami politik, berpolitik dengan bahasa gambar namun enggan terjun langsung menjadi bagian dari politik dan politisi. Lebih banyak yang memilih menjadi saksi dan perekam kejadian politik. Dalam media khususnya mural moral seniman diberdayakan. Kalaupun ada yang terpeleset dan menggambar dengan mengarah pada sosok itu sebetulnya tidaklah mewakili ketertindasan penuangan ide. Itu hanya penggiringan opini hingga terkesan penguasa terutama presiden saat ini seperti tertuduh sebagai penguasa zalim yang deman bila mendapat kritikan.

 Pada sebuah kesempatan Jokowi malah memberi penegasan bahwa aparat tidak usah terlalu reaktif terhadap kritik seperti yang kasus mural di Tangerang. Namun bagaimanapun mural adalah salah satu representasi moral seniman terutama pegiat mural di area publik. Gambar bisa mengarah pada kritik tajam tetapi hendaknya tidak melukai orang sebagai pribadi.

Penulis adalah Guru Seni Rupa, Menyenangi literasi dan Kompasianer sejak 2010.

Sumber referensi: Bukit Bukit Perhatian Dari seniman Politik. Lukisan Palsu Sampai Kosmologi Seni Bung Karno. Agus Dermawan T

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun