Musik itu adalah sebuah perayaan kecerdasan manusia, suara suara adaptasi alam dan manusia memadukannya menjadi melodi yang indah. Bayangkan siapa yang menciptakan seruling, dari suara berderit, menjadi suara harmoni indah dari suara rendah ke lengkingan tinggi dengan memadukan ingatan dan perasaan manusia.
Lihat panil - panil dalam relief candi Borobudur, Berbagai alat musik dari petik, pukul, tiup, tergambar. Dari alat musik yang mirip gitar zaman sekarang, flute zaman sekarang atau seruling zaman dahulu dengan bahan yang tersedia di alam mulai dari bambu sampai kayu yang merdu suaranya. Â
Suara musik bahkan sering terdengar sampai ke telinga manusia meskipun secara kasat mata tidak ditemukan, suaranya terdengar tapi di mana memainkannya kadang menjadi kisah misteri yang susah terselami.Jika pembaca pernah tinggal di Yogyakarta, atau di daerah di Magelang yang berdekatan dengan sungai dan lembah sekitar Merapi, masih sering terdengar suara  suara gamelan yang kalau dicari susah ditemukan.
Manusia dan Kecerdasan Musikal
Dalam perjalanan sejarah, manusia selalu berhubungan dengan musik, sebagai bagian dari perayaan budaya. Pengiring  tari - tarian,  pengatur irama  ritual - ritual keagamaan. Bisa jadi zaman dulu ketika masa pemerintahan wangsa Syailendra berjaya yang berlatar belakang Budha Mahayana,  berbagai alat musik yang tertatah di relief itu menjadi sarana hiburan bagi warga Kerajaan Mataram Lama.
Seruling misalnya dibunyikan sesuai dengan perasaan manusia, bisa merepresentasikan kepedihan, kegembiraan, perasaan kebebasan dan keterkungkungan. Nada - nada dalam alunan musik itu bisa menyatu ketika dengan alam ketika dibunyikan di tengah sawah, di lembah hutan bersama dengan suara desisan alam serta serangga yang hidup dan berkembang di tengah alam.
Untuk itu para seniman dan para pegiat musik mengagumi bagaimana panil panil di Borobudur itu mampu merepresentasikan bahwa Borobudur menjadi barometer musik dunia. Â Ini sebuah pesan penting bahwa di Indonesia musik telah menjadi teman, menjadi budaya keseharian, menjadi tanda bahwa manusia sudah mempunyai kecerdasan alami untuk menciptakan alat musik dan memainkannya.
Sama juga ketika manusia bisa merancang, melukis, menatah gambar- gambar kehidupan manusia di candi yang pernah menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia. Jadi berhentilah membuat berita hoaks tanpa dilandasi fakta dibenturkan dengan sebuah isu bahwa Sebenarnya Borobudur itu sudah ada sejak zaman Sulaiman. Mari hargai sejarah dengan mengakui sejarah peradabannya. Kenyataannya Borobudur memang lahir dari masa pemerintahan  Wangsa Syailendra dengan Buddha Mahayana sebagai agama mayoritasnya.
Musik dan Dimensi Spiritualitas Manusia
Sebelum masuknya agama Islam dan Kristen Di Jawa sudah ada jejak budaya yang jauh lebih lama, Masuknya agama Hindu dan Budha kemudian menggali lagi budaya setempat sebelumnya untuk mendekati masyarakat yang dekat antara manusia dan alam semesta. Era animisme dan dinamisme, kepercayaan lama dari Jawa yang mempercayai bahwa setiap benda, setiap pohon itu batu dan sebagainya ada penghuninya, harus diperlakukan sama seperti halnya manusia. Maka dulu ada budaya kenduri, ritual tradisi warisan nenek moyang untuk menghormati alam, memberi sedekah, memberi makan unsur - unsur alam di sekitar manusia seperti pohon besar, batu, tempat yang keramat.
Dari kebiasaan meditasi, bertapa yang dilakukan manusia mereka mengalami transformasi, merasakan kehidupan transenden. Bisa melihat kehidupan di alam lain. Dari kecerdasan baik psikis, maupun fisik manusia muncullah alat musik yang hadir dari eksplorasi manusia untuk memberi iringan dari ritual budaya. Dan iringan musik itu memberi kedalaman permenungan, pendalaman retreat jiwa manusia sehingga ia bisa weruh sadurunge winarah (bisa melihat sebelum peristiwa terjadi).
Yang dipercayai pembangunan candi dibantu oleh makhluk tidak terlihat ( makhluk astral, makhluk dari dimensi lain yang jika dilihat secara logika manusia normal susah dicerna tapi dari pengetahuan metafisis bisa dibenarkan, kalau cara memandangnya berbeda ).
Suara - suara musik bisa jadi membawa manusia pada dimensi spiritual yang mengarah pada budaya mistis. Manusia yang mempunyai pertalian dengan alam semesta bisa menciptakan alat musik dengan cara - cara yang susah dinalar namun semua itu pernah terjadi. Seperti halnya kisah dongeng Loro Jonggrang yang memaksa Bandung Bondowoso bekerja keras semalam membangun candi. Dengan pola pikir manusia biasa mustahil bisa membangun seribu candi dalam semalam namun kepercayaan metafisis semuanya bisa terjadi.
Kalau dipikir secara teknik banyak asumsi para ahli bangunan tetang pembangungan candi. Dari mana mereka mendatangkan batu- batu besar, bagaimana bisa mengukir panil - panil relief Borobudur yang begitu banyaknya dengan tingkat presisi mendekati sempurna. Menumpuk batu sekaligus mengatur gambar- gambar dengan estetika tinggi.
Kebetulan saya sedikit menguasai alat musik seruling dari dari seruling yang lobangnya 4 dan lobangnya ada 6. Lengkingan suara musik itu bisa sangat tergantung pada rasa dan suasana hati. Suara mengalun secara spontan bukan lahir dari hapalan namun berasal dari rasa jiwa yang akhirnya termanifestasikan menjadi suara merdu dari desisan alat tiup seruling.
Jika Borobudur menjadi pusat musik dunia maka Indonesia ikut terangkat, pariwisata naik kelas dan Borobudur terus dibanjiri wisatawan baik lokal maupun dunia. Ketika banyak seniman musik seperti Purwatjaraka, Trie Utami, Dewa Budjana mencoba kolaborasi dan memainkan musik seperti yang tergambar di panil Borobudur masyarakat seperti saya menyambut baik semangat para seniman. Saya yakin banyak seniman Indonesia bisa mewujudkan untuk mengembalikan kekayaan alat musik Nusantara seperti yang terukir dan tergambar di 40 panil /relief Borobudur.
Terus terang dulu sebagai orang yang lahir di Magelang tidak cukup sering datang dan melihat keajaiban dunia tersebut, Namun dari sisi budaya dan bangunan candi banyak sekali melihat candi di tempat saya tinggal. Di Candi Lumbung sering muncul ritual memanfaatkan lokasi candi yang dulunya ada di bibir jurang sungai Pabelan dan Sungai Tringsing, Apu ( Sekarang di Pelataran Dusun Tlatar, Krogowanan, Sawangan, Magelang ).
Pusat Musik Dunia dari Ritual Waisak
Kalau melihat ritual acara dari Mendut ke Borobudur yang dilakukan tiap tahun pas memperingati  Trisuci Waisak maka ritual itu sudah dilakukan sejak dahulu ketika Candi Borobudur menjadi pusat ritual Buddha dari seluruh dunia. Alat musik dari Thailand, Kalimantan dari daerah lain dibawa untuk merayakan Waisak. Maka agama, telah memberi ruang bagi musik untuk meneguhkan keimanan dan menguatkan spiritualitas manusia.