Risiko dari dengungan pasti ada yang suka dan tidak suka. Yang suka akan selalu mendengarkan dengungan penulis setiap penulis mengirimkan artikelnya. Dengan lahap pembaca akan mendengar dan meresapi tiap barisan kata dan kalimatnya. Yang tidak suka ia akan membuat komentar nyelekit bahkan menyakitkan, dan penulis harus siap berani menanggung resiko mendapat kecaman dan kritikan.
Bedanya ada pendengung yang sekedar mendengung, membela dan memaki tapi tidak pernah dengan tekun membaca dan membuat riset dulu sebelum mendengung. Ia menuliskan sebaris status, atau cuitannya sekedar menuruti emosi, menuruti ketidaksukaannya atas tulisan atau informasi sekilas yang masuk ke inderanya baik dari penglihatan, mata bathinnya atau karena hasil dari emosinya membaca status dari oposisi, musuh di media sosialnya.
Media pun mewadahi karena semakin seru cuitan dan saling tikam lewat kata-kata medianya akan semakin terangkat dan tentu saja tidak dipungkiri akan viral dan terkenal.Â
Lihat saja banyak media online membuat judul aneh-aneh. Salah satunya hanya untuk menggaet pembaca kepo yang seringnya hanya senang dengan judul heboh tapi mengabaikan isi artikelnya. Apalagi jika menyangkut berita gosip atau berita tentang tokoh yang dibencinya.
Saya tunggu jika saya mengaku menjadi buzzer Rp di judul saya pasti akan ada pembaca yang penasaran bagaimana sih sosok buzzer yang sedang dibicarakan. Apakah mukanya seperti setan ataukah malah cantik kinyis-kinyis? Sebab kalau buzzer tidak jelas ia punya ratusan bahkan ribuan akun dengan gambar yang nyolong pethek, alias tidak sesuai dengan gambaran sebenarnya.
Di media sosial seperti twitter, facebook, instagram orang berlomba-lomba mem-branding diri. Saya jujur ingin selalu menampilkan karya-karya saya baik dari aktivitas menulis, menggambar, atau sesekali mendendangkan kata mesra dan cinta untuk pasangan hidup.Â
Untungnya saya mendengung untuk hal-hal yang jarang dikomentari saat menampilkan tulisan budaya, sastra. Coba kalau saya selalu mendengung, membuat status memaki, dan melontarkan kata-kata pedas pada penguasa atau oposannya, pasti banyak akun-akun buzzer yang tidak jelas itu muncul dan komentar.
Contohnya saat saya menulis di Kompasiana dengan judul yang agak menyerempet-nyerempet bahaya, sontak komentar di facebook Kompasiana muncul diskusi seru, sedangkan saya sebagai penulis, cukup membaca dan senyum-senyum.
Kalau dimaki dan komentari tulisan saya, jawaban saya, "Biarkan saja", itu kan bagian dari demokrasi. Hehehe. Salam.