Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengenang Banjir dan Tak Berharap Lagi Akan Datang

12 Januari 2021   21:54 Diperbarui: 12 Januari 2021   22:06 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir Jakarta Awal 2020 (cnnindonesia.com)

Apa yang kamu pikir bila ditanya tentang banjir? Ada trauma atau biasa saja?Apakah berharap banjir tidak datang lagi? Pertanyaan itu kenapa muncul ya...kalau ditanya tentang banjir apa jawabku apakah senang atau sedih sekaligus trauma. Kenapa ada pertanyaan seperti, kenapa harus menjawab pertanyaan pertanyaan yang sebetulnya amat menyebalkan itu. 

Ingatan Tentang Banjir

Baiklah akan kujawab saja pertama, yang aku pikirkan tentang banjir tentu saja airnya yang menghitam, luapan kotoran yang keluar dari got, wc, gorong- gorong. Tentu saja awalnya jijik harus bertemu dengan aneka sampah banjir. Semuanya hanyut, bersatu bercampurbaur. 

Dari lantai yang kering kerontang menjadi tergenang, perabotanpun terendam, apalagi yang terbuat dari bahan pres- presan seperti lemari rakitan yang ada di kamar. 

Saya pernah merasakan betapa hancurnya rumah ketika terendam banjir. Semuanya berantakan dan butuh waktu untuk membersihkannya. Bukan hanya sehari dua hari, tapi berhari - hari.

Pernahkan terisolir gara -- gara banjir. Rasanya beberapa hari yang lalu di tahun 2021 ini pernah menulis tentang banjir, tapi boleh saja kuulangi ceritanya, toh pasti beda dari segi penceritaannya. 

Bayangkan baru saja duduk santai sehabis pulang mengajar, tiba - tiba mendung gelap datang, lalu tanpa aba - aba datang banjir. Daerah yang dulu pernah saya tempati ( maksudnya tempat Pak Lik atau om saya di Jakarta yaitu daerah Petogogan Jakarta Selatan) memang sangat akrab dengan banjir. 

Bahkan ketika ada luapan dari kali krukut tanpa hujan tiba - tiba banjir datang. Tentu saja kami para penghuni gang sekitar Petogogan sontak bereaksi cepat, Motor kami selamatkan dulu ke daerah yang lebih tinggi, lalu lari lagi ke rumah untuk menyelamatkan perabot yang berpotensi terhanyut ketika banjir. Belum lagi lokasi yang aman itu boleh dikata melawan arus. 

Untuk menerjang banjir yang besar kami harus berpegangan pada apa saja, berjalan dengan beban yang berat karena arah banjir berlawanan dengan tempat yang akan kami datangi saat mengungsi. Kalau telat sedikit saja motor pasti sudah terendam dan tentu saja butuh biaya banyak untuk memperbaikinya.

Saya pernah punya pengalaman hampir ikut hanyut gara- gara ada benda besar yang semacam sofa hanyut lewat gang sempit di sekitar kompleks saya. Saya terdorong dan terjatuh, untungnya saya menemukan pegangan sehingga tidak ikut arus. 

Situasi chaos itu benar - benar membuat saya berpikir panjang untuk tinggal di tempat yang mirip dengan Petogogan. Sangat repot pokoknya kalau pas banjir. Semalaman tidak tidur, kurang istirahat dan harus selalu waspada setiap saat bila hujan datang.

Bagaimana Banjir di Desa Pinggir Sungai

Kata banjir itu terus terngiang. Saya mencoba membandingkan situasi banjir antara desa kami di Magelang dengan banjir di Jakarta. Banjir di Magelang lebih disebabkan karena curah hujan yang tinggi itupun hanya muncul di hulu sungai, yang terparah dan merusak adalah saat banjir lahar dingin. 

Berhektar- hektar hancur dan menjadi lautan batu dan pasir, tapi tidak menjangkau desa. Di sebelah rumah saya ada irigasi yang berasal dari sungai Pabelan. 

Saat Sungai Pabelan banjir otomatis petugas pengairan langsung menutup pintu air sehingga banjir besar tidak akan sampai ke desa. Di saat banjir seringkali irigasi mati karena memang disengaja untuk menekan resiko banjir yang bisa melimpah ke rumah - rumah. 

 Kami masih bisa menikmati banjir dari kejauhan. Beda dengan banjir di Jakarta yang disebabkan karena buruknya drainase, susahnya mendapatkan tanah yang masih bisa menyerap air, hampir semuanya penuh beton, jadi bisa dimaklumi bahwa air pasti akan menggenang dan semakin tinggi bila hujan deras.

Lebih parah lagi jika laut sedang pasang dan air dari bogor melimpah sehingga banjir akhirnya akan diam di kota dan menyebabkan banjir parah terjadi. Maka peristiwa tahun 2001 2007, 2013, 2017, 2020 itu susah ditanggulangi. Mau tidak mau Jakarta yang dataran rendah siap menerima konsekwensi datangnya banjir.

Hal Kecil Tentang Pencegahan Banjir

Maka yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah meminimalisir dampak banjir. Caranya: ya jangan buang sampah sembarangan, pastikan untuk memisahkan sampah plastik dan sampah ornik. Sampah plastik yang susah terurai itu akan menimbulkan masalah di kemudian hari, jika terjadi penumpukan sampah maka banjir parah akan memakan korban. Gunung sampah itu bisa menyumbat saluran, memenuhi ruang publik membuat pemandangan tidak indah.

Untuk mencegah menggelasahnya sampah dan luapan kotoran ya mulai dari diri sendiri. Peka bila ada tumpukan kalau bisa disingkirkan ( itu teorinya). Yang aneh di Jakarta adalah sudah ada tulisan berupa larangan buang sampah tapi kenyataannya malah sebaliknya. Bukannya menghindari membuang di situ, tapi seakan - akan diperintah untuk membuang di situ. Aneh khan.

Ketika pola pikir masyarakat masih abai dan masa bodo maka Jakarta tidak mungkin terhindar dari banjir. Maka yang harus dipikirkan adalah bagaimana mendisiplinkan diri sendiri untuk tidak melakukan kekonyolan dengan membuang sampah sembarangan. Bila tiap pribadi sudah disiplin maka sudah membantu banyak untuk pencegahan bencana banjir.

Jangan Sampai Datang Lagi

Banjir tidak mungkin bisa dihindari, tetapi meminimalisir banjir adalah kewajiban setiap masyarakat. Untuk membantu petugas sampah ya salah satunya adalah disiplin dalam membuang sampah. Itu saja sebetulnya kata kuncinya, selanjutnya ya jika anda hidup di daerah rawan bencana beli saja perabot yang mudah dijinjing dan dipindahkan agar tidak merepotkan saat banjir tiba.

Saat Hujan yang diperkirakan akan mencapai puncaknya pertengahan sampai akhir bulan yang terpenting adalah berdoa, dan membantu membersihkan sampah - sampah sekitar rumah dan mengecek drainase, saluran air apakah penuh tumpukan sampah atau sudah dibersihkan oleh petugas kebersihan. 

Jika belum ya bantu membersihkan got atau saluran di kompleks sendiri. paling tidak sudah cukup mengurangi resiko bencana. Begitu pendapat saya yang kadang - kadang masih dalam tataran teori. Semoga semua warga siap siaga menghadapi kemungkinan banjir besar. Tapi harapannya sih banjir tidak datang. Salam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun