Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ibu adalah Guru Kehidupan

4 Desember 2020   11:58 Diperbarui: 4 Desember 2020   12:00 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Kamu dilahirkan dengan posisi miring, Joko"

Kata Ibu,  saat menceritakan proses kelahiranku. Entah mengapa mungkin hanya dukun yang tahu, aku jadi membayangkan betapa perjuangan berat harus dilalui seorang ibu untuk melahirkan anaknya. Aku lahir normal di saat hari telah gelap sekitar jam 8 malam. Saat itu tidak ada penerangan mewah kecuali teplok dan petromak. Listrik benar - benar belum ada.

Melewati Jalan Berliku kuncinya " Sumonggo Kerso"

Ibu tidak melahirkan di rumah sakit, tapi mengundang dukun beranak. Peralatannya tidak sebagus bidan atau dokter malah, hanya bilah bambu yang ditipiskan untuk memotong ari - ari. Dalam keadaan normal pasti perih sekali, karena tidak ada bius untuk mengurangi rasa sakit. Di waktu itu kakakku yang beda dua tahun dengan saya masih belum bisa berjalan karena sewaktu masih kecil, ketika ia tengah belajar berjalan jatuh dari jendela rumah. 

Rumah saya tergolong besar untuk ukuran desa, jendelanya juga tinggi, jadi bisa dibayangkan bayi sekitar 9 bulan jatuh ke dari jendela saat usahanya merambat.  Ibu tengah mengajar dan hanya dititipkan kepada nenek. Ketika nenek lengah kakakku jatuh dari kamar dan mungkin mengalami benturan keras hingga akhirnya setelah besar ia mengalami kemunduran otak, Sampai usia 21 tahun dirawat dengan kasih sayang penuh ole ayah dan ibu saya di antara kesibukan mengajar. 

Perlu di ketahui Bapak dan Ibu adalah PNS. Ketika mengajar kakak saya dikunci di sebuah kamar di dekat dapur. Ia tidak bisa mandi sendiri, tidak bisa buang air sendiri. Yang membersihkan kotorannya adalah ayah dan ibu. Umur 21 kemudian dititipkan ke panti asuhan di Malang Jawa Tmur untuk anak disabel atau berkebutuhan khusus sampai meninggal di usianya yang ke 40 tahun.

Perjalanan hidup penuh liku, perjuangan untuk melepaskan dari kesedihan demi kesedihan membuat ibu saya sering panik, anaknya sakit sedikit, panik. Akhirnya ibu  cenderung protektif dan selalu khawatir bila anaknya sakit. Lebih sedih lagi ketika adik saya akhirnya meninggal karena ada semacam infeksi jantung waktu dilahirkan. Bayi sempat dibawa ke rumah sakit di Yogyakarta tapi akhirnya meninggal karena jantungnya terlalu lemah. 

Orang - orang tidak tahu bahwa ibuku membawa bayi yang sudah meninggal hanya dengan keranjang. Bayi mungil terbujur kaku, tanpa ambulan. Naik bis sekitar 45 kilo dan harus menunggu kendaraan dari jalan besar Jogja Magelang menuju rumah ibu yang berada sekitar 30 kilo dari puncak Merapi.

Perjuangan selama 9 bulan pupus sudah, adik  meninggal karena belum ada peralatan medis yang bagus untuk membantu menutup katub jantungnya yang bocor. Ketika aku membayangkan perjuangan ibu tidak terasa mata ini berkaca- kaca, cuping hidung saya berdenyut dan bibir bergetar. Kalau perempuan  pasti sudah menangis mengingat perjuangan seorang ibu.

Ibu, belajar banyak dari kesedihan demi kesedihan dan ketika besar aku merasakan betapa ia terus mengomel ketika aku lupa makan atau kehujanan.  Bagaimana sih perasaan seorang ibu terhadap anaknya. Terutama ketika kehidupan mengajarkan untuk akhirnya cuek bebek menyikapi keadaan.

 Ibu  tidak pernah memaksaku untuk belajar. Semua mengalir, Ia bahkan jarang memberi pengajaran teori dan pengetahuan, padahal ibu saya seorang guru SD. Ia menjadi pengajar kepada orang lain, sedangkan kepada anak -- anaknya ia hanya bertindak sebagai pengingat dan terus membandangkan omelan jika saya dan adik saya tidak serius belajar.

ibu saya saat ulang tahun pernikahan yang ke 50 (dokpri)
ibu saya saat ulang tahun pernikahan yang ke 50 (dokpri)
Menghadapi kebandelan anak ia mungkin lebih emosional, berbeda ketika mengajar orang lain. Harus menjaga lidah agar tidak keluar kata- kata kasar. Khan guru itu digugu dan ditiru. Dalam separuh hidupku sebelum berkeluarga ibu adalah faktor utama kenapa aku  bisa sampai sekarang. Omelan ibu, bagaimanapun meskipun di kuping terasa menyakitkan namun itu adalah ungkapan kasih sayang. Ia tidak mengajar dalam arti sebenarnya, Lebih banyak sebagai guru kehidupan. Sampai umur 50 tahun masih saja peduli pada kehidupan anaknya.

 Terharu, pasti ia rindu dan selalu ingin ketemu, namun hidup di kota membuat aku mesti berjarak, kadang lupa menilpun, kadang lupa berkomunikasi. Ibu sendiri yang akhirnya menilpun. 

Ia sangat sayang pada anaknya meskipun sampai sekarang aku merasa belum bisa berbakti dan membalas semua perjuangan ibu yang membiayai kehidupanku, memaklumi ketika dalam masa pendidikan  terlalu asyik dengan kegiatan  hingga lupa belajar dan menyelesaikan kuliah. Berdoa rutin ke tempat penziarahan agar anaknya bisa menapak dalam kesuksesan dan lepas dari segala rintangan.

Ibu sebetulnya aku malu, berat perjuangan untuk menghidupi keluarga, banyak kebutuhan memaksa hingga kadang lupa  harus berbagi kebahagiaan, sekedar disapa dan diberi senyum dari jauh.Dari kecil meski sering mendapat sasaran omelan tapi ibu adalah pendengar terbaik, ia selalu punya waktu bila aku dalam kesulitan, selalu perhatian ketika aku merasa bahwa kehidupan kadang pahit, dan saat aku menjadi pengangguran ia yang selalu memotivasi untuk bangkit dan percaya bahwa suatu saat pekerjaan akan datang.

Ia memang telah teruji oleh waktu, Ia mesti bersabar menghadapi ayah yang kadang suka marah, suka keluar malam dan main judi. Ibu sabar hingga ayah tersadar bahwa main judi itu tidak pernah menguntungkan malah hanya membuang uang percuma. Perbedaan status sosial menjadi tantangan tersendiri. Keluarga ayah yang masih tergolong dari kalangan priyayi ( sedangkan ibu(nenek dari pihak ibu hanyalah petani biasa ). Ia harus selalu mendengar sindiran dan cibiran karena perbedaan status. Namun seiring perjalanan waktu ilmu ndableg membuat ibu  akhirnya bisa menghadapi segala omongan dengan tutup kuping, masa bodo."Sumonggo Kerso"

Belajar Sabar Menghadapi Kehidupan dari Ibu

Aku melihat sisi positif ibu. Pembelajarannya bukan masalah membuat aku pandai, pintar dan cerdas dalam hal pendidikan. Sejauh ini yang aku serap, ada kesabaran menerima apapun kritik dan sindiran. Ia tidak menyimpannya dalam hati, ia buang kata - kata yang menyakitkan itu dan lebih nyaman ketika pulang dari mengajar langsung ke sawah, berdialog dengan alam menanam dan membuat kebun kecil -- kecilan untuk menyibukkan diri sampai senja tiba.

Yang dihadirkan ibu adalah pengajaran kehidupan bagaimana menghadapi luapan amarah, menghadapi cacian yang selalu didengar, menganggap kehidupan adalah ujian dan harus dilalui dengan penuh kesabaran.

 Mau tidak mau manusia harus selalu belajar untuk mengendalikan emosi, Aku tahu jauh dihati ibu pasti ada perasaan sakit ketika harus menerima berbagai suara sumbang yang hampir tiap hari menghampiri, namun alam mengajarkan untuk melupakan sejenak berbagai ujian kehidupan, alam memberi rasa, memberi cinta dan ketulusan dan lebarnya maaf yang tidak terbatas.

Jadi teringat lagunya Iwan Fals tentang Ibu.

 Ribuan kilo jalan yang kau tempuh

Lewati rintang untuk aku anakmu

Ibuku sayang masih terus berjalan

Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah

 Seperti udara...kasih yang engkau berikan tak mampu ku membalas ibu...ibu...

Begitulah ibu, dalam segala kekurangan ia adalah oase kehidupan bagi anak- anaknya. Selalu ada perjuangan dengan caranya sendiri. Mungkin dengan omelan dan gelontoran kata- kata yang membuat panas di kuping, dan kadang dongkol tapi sesungguhnya ia adalah guru terbaik bagi kehidupan anaknya. Desember ini adalah hari ibu dan kebetulan tanggal 29 November kemarin adalah hari ulang tahun ibuku.Ulang tahun yang ke 76. Selamat Ulang Tahun Ibu terimakasih atas pengajaran kehidupan pada anakmu ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun