Refleksi Artikel ke 900Â
Semakin aku berlari dan mencoba mengejar obsesi sebagai penulis aku seperti melihat fatamorgana. Ia seperti bayangan yang tidak jelas. Ada terang -- ada gelap. Semakin ingin aku ke puncak pendakian itu tidak pernah kurasakan selesai. Selalu ada tanjakan, selalu saja ada kelokan dan berbagai tantangan yang mesti kutebas.
Aku seperti menggelepar, hidup dalam obsesi -- obsesi yang tidak pernah selesai. Semakin memuncak semakin angin itu bertambah besar, hingga ada saja rintangan yang menghadang.Â
Rintangan itu antara lain rasa bosan, rasa kece1wa, rasa minder, rasa frustasi mengapa tidak juga bisa mengejar orang- orang yang melompat- lompat sampai di tataran yang jauh dan susah kukejar.Â
Aku terobsesi mimpi, cita dan angan yang melambung. Aku sangat ingin ke atas sementara di atas ada saja tiupan angin besar yang membuat aku terjerembang turun.Â
Seperti ular tangga, saat hampir saja mencapai tataran tertinggi, aku menginjak ekor ular hingga akhirnya terjun bebas ke bawah. Saat di bawah aku merasa terpuruk, tidak bergairah dan bosan. Aku ingin mengakhiri kegiatan yang selama ini aku suka. Aku ingin melepas obsesi - obsesi yang masih sering muncul, tetapi terhadang oleh banyak kendala.
Aku melihat kilas balik diriku ketika artikel - artikelku masih bisa dihitung dengan jari. Ya, dari situ aku melihat diriku yang seperti kecoa atau binatang bangsat kecil yang menyelusup di antara kapuk dan lupitan kayu kasur, tidak terlihat.
Sesekali muncul dengan artikel yang tiba - tiba saja menyeruak ke tangga Artikel Utama, setelah itu menghilang lagi karena harus bersaing dengan banyak penulis luar biasa yang mempunyai talenta menulis dan jiwa keingintahuan kuat.Â
Mereka bisa menulis dengan runtut, dan menceritakan peristiwa dengan bahasa yang manis. Aku tiba - tiba minder, sebegitukah kemampuan mereka.Â
Ternyata banyak penulis berbakat di Kompasiana, aku seperti hanya butiran debu yang hanya sering terhempas dan berdiri di titik terbawah. Aku melihat mereka - mereka jauh  diatas dengan kemampuan menulis yang diatas rata- rata.Â
Dengan tertatih tatih aku mulai menapaki perjalanan menulis. Aku tutup semua rasa minder, fokus hanya pada diriku dan pada semangatku untuk mencoba menyejajarkan diri dengan para penulis itu.Â