Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Monas Meruncingkan Disharmoni Anies Baswedan dan Pemerintah?

29 Januari 2020   15:31 Diperbarui: 29 Januari 2020   15:48 988
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: megapolitan.kompas,com

 

Tentang sepak terjang Anies Baswedan seperti tidak habis-habisnya dibicarakan. Sejak pemilihan Gubernur 2017 Anies telah menyita perhatian banyak orang. Yang positif atau yang negatif? Kedua- duanya.

Rasanya Anies memang akan selalu menjadi topik pembicaraan hangat. Salah satunya karena ialah gubernur yang senang berbeda pendapat dan visi dengan pemerintah. Padahal sebagai gubernur Jakarta seharusnya ia harus bisa sinergi dengan pemerintah.

Sejak awal kebijakannya tampaknya selalu ingin lain dengan kebijakan pemerintahan. Yang tercatat masalah keterbukaan. Anies tidak sejalan dengan gubernur sebelumnya yang secara terbuka melakukan rapat agar diketahui publik. 

Anies mempunyai cara sendiri untuk bisa "dicintai rakyatnya". Ia membuka Monas untuk kegiatan keagamaan, kegiatan-kegiatan yang melibatkan massa. Ia juga melakukan koreksi untuk masalah transportasi. Pengintegrasian moda transportasi merupakan prestasi Anies yang patut diacungi jempol. 

Yang mengejutkan adalah ketika ia membuat skybridge di kawasan stasiun Tanah Abang. Premanisme yang semula bersembunyi ketika Ahok menjadi gubernur menjadi marak kembali. Pasar Tanah Abang kembali semrawut dan normal seperti sediakala dengan banyaknya keruwetan, pemalakan. 

Yang positif adalah skybridge memberi kesempatan pedagang membuka lapak di atas jalanan dan menjadi daya tarik tersendiri ketika datang ke Tanah Abang, negatifnya adalah semakin susah melakukan aktivitas dengan lancar di Tanah Abang. Padahal ketika Tanah Abang rapi, para pedagangnya tidak lagi menggelar lapak di trotoar Tanah Abang menjadi destinasi belanja yang menyenangkan.

Tetapi sejak semula Anies memang ingin membahagiakan warganya. Tidak ribet dengan birokrasi yang sudah ditata rapi oleh gubernur sebelumnya, karyawan dan pegawai boleh sedikit santai dengan tidak selalu mengirim laporan lewat WA atau lewat laporan harian tentang kinerjanya. Anggaran tidak lagi memakai e-budgeting sebagai acuan. Yang gagap teknologi masih bisa menggunakan cara-cara lama secara manual.

Anies Baswedan itu mempunyai pola pemikiran unik, saat teknologi bisa membantu mendeteksi bencana dan aplikasi canggih gadget ia malah menganggarkan TOA untuk peringatan dini bahaya banjir. 

Jakarta yang penuh beton, minim tanah resapan, terlalu banyak gedung dan sedikit ruang terbuka hijau dipaksa untuk menyilahkan banjir secara natural masuk meresap ke dalam tanah. Maka ketika banjir melanda Jakarta awal Januari 2020 air menggenangi Jakarta karena air harus antri masuk tanah sebab begitulah proses penanganan banjir secara natural.

Kalau berdebat dengan Anies akan susah dibantah karena ia memang seorang orator, bahasanya canggih, maklum mantan rektor termuda, sukses dalam pendidikan. Maka ia biasa menata kata, menata berbagai asumsi untuk membantah apapun masukan untuknya. Anies hebat karena bisa memimpin Jakarta tanpa wakil gubernur. Ia bisa sendiri menyelesaikan masalah-masalah Jakarta yang kompleks. 

Kalau Ahok dan Jokowi harus bahu membahu melakukan pekerjaan dalam memberesi masalah Jakarta yang super kompleks, Anies bisa sendirian saja dengan tim TGUPP. Jalan-jalan ia persempit untuk memberi kesempatan pejalan kaki merdeka melangkahkah kaki di trotoar. Di tempat-tempat tertentu ia menyilahkan pedagang membuka lapak. Kemerdekaan pejalan kaki yang hanya segelintir terjamin sedang pengendara mobil dan motor menjerit karena jalan semakin sempit.

Yang sekarang ramai dibicarakan tentang revitalisasi Monas. Bukan saja ikon Jakarta tetapi juga merupakan ikon nasional. Penebangan sekitar 205 pohon (menurut data dari Kompas.com:205 pohon ditebang demi Revitalisasi Monas, Pemerintah DKI janti RTH tidak berkurang) di kawasan Monas menuai kontroversi, sebab terkesan tidak ada koordinasi dengan pemerintah pusat. 

Kawasan Monas masuk dalam tanggung jawab Setneg. Segala yang berhubungan dengan revitatalisasi, perencanaan renovasi harus dengan persetujuan Setneg. Maka ketika DKI dengan tiba-tiba melakukan revitalisasi Kawasan Monas dan terlihat bebarapa gambar di media Monas sudah gundul akibat kebijakan terburu-buru DKI segera menjadi polemik nasional. 

Lagi-lagi Anies di sorot karena melangkahi wewenang Setneg. Seharusnya revitalisasi Monas ada dalam kewenangan Setneg untuk merenovasi, merevitalisasi dan perubahan perwajahan kawasan Monas. 

Lihat kepres RI no. 25 tahun 1995. Tanggung jawab pemeliharaan Monas adalah kerjasama antara pemerintah pusat dan Pemerintahan Provinsi. 

Dalam Membangun Monas DKI sebagai pemilik wilayah harus melakukan koordinasi terkait beberapa mentri seperti Menteri sekretariat negara, Menteri pekerjaan umum, Menteri negara lingkungan hidup, Menteri Perhubungan, Mendikbud, Menteri Pariwisata, dan gubernur DKI (Komisi Pengarah).

Pembangunan Monas sudah tertuang dalam pasal pasal (Pembangunan Taman Medan Merdeka, Zona Penyangga, dan Zona Pelindung sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan Rencana Induk Pembangunan dan Rencana Umum Tata Ruang Daerah Khusus Ibukota Jakarta Pasal 2 ayat 3 )

Monas sudah menjadi milik Nasional, Jadi Pemerintah Daerah Khusus Ibu kota hanya berwenang untuk memelihara dan mengelola Monas. Revitalisasi dan apapun upaya pengubahan wajah kawasan, fungsi atau peruntukan harus dalam kontrol setneg. Maka ketika ada berita viral Pemda memangkas pohon- pohon yang berada di kawasan Monas, sontak muncul kesan kurangnya koordinasi pemerintah pusat dan Provinsi DKI Jakarta.

Anies Baswedan mungkin prototipe pemimpin yang mendahulukan narasi dan ide, tetapi seharusnya ia perlu pendamping yang sangat mengerti bagaimana mengeksekusi ide dan narasi menjadi kebijakan yang nyata. 

Selama ini menurut data dari media banyak kebijakan gubernur yang baru sebatas tataran ide, pelaksanaan masih menunggu waktu. Revitalisasi Trotoar atau pedestrian sudah berjalan tetapi masih tumpang tindih dengan proyek lain seperti proyek serat optik, kabel optik dan penggalian untuk kabel atau saluran PAM. Sudah dibuat rapi eh digali dan dirusak lagi.

Ini juga kritik untuk pemerintah baik pusat, provinsi maupun kabupaten. Dalam pengerjaan proyek harus ada koordinasi menyeluruh. Artinya misalnya ada pengerjaan pedestrasian harus dipikirkan juga jalur untuk serat optik, gorong-gorong, jalur PAM, jaringan kabel yang ada di bawah tanah sehingga apa yang sudah dibangun dirusak lagi untuk proyek-proyek yang seharusnya saling berkaitan. Yang capek masyarakat kapan bisa menikmati pedestrian indah. Baru saja menikmati sudah dirusak untuk proyek lain. Wadidaw!

Pak Anies jangan lelah dengan segala kritikan. Warga Jakarta bukan hanya +58 saja. Kalau ingin dicintai semua warga ya jangan sering-sering ngeyel dan selalu merenungkan setiap kritikan. 

Siapa tahu dengan mendengarkan kritikan (meskipun hanya sepintas) bisa mencairkan rasa benci yang selama ini tidak lelah mampir ke sosok seperti Anda. 

Mengkritik berarti masih mempunyai perhatian. Beda jika apapun pekerjaan dibiarkan dan masa bodo dengan apapun kebijakan Pemprov dan Gubernur. Kalau sudah tahap masa bodoh, wah lebih gawat lagi. Salam damai selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun