Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

PB Djarum dan Luka Sayatan dari KPAI

10 September 2019   11:52 Diperbarui: 10 September 2019   11:56 615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber:nasional.kompas.com

KPAI dan PB Djarum harus duduk bersama, menyelesaikan persoalan dengan kepala dingin. Menyatukan visi agar tidak bergesekan kepentingan. 

Tangan dingin PB Djarum untuk melakukan pembibitan atlet bulu tangkis harus mendapat apresiasi. Gelontoran uang yang besar untuk mencari,melatih, melakukan turnamen secara rutin dan kemudian disalurkan untuk mengikuti gelaran kejuaraan baik nasional maupun internasional telah menempatkan Indonesia di deretan elit bulu tangkis dunia. 

Bagaimanapun masyarakat amat khawatir dengan kelangsungan prestasi olahragawan/olahragawati. Sebab selama ini peran maksimal untuk melakukan pembibitan belum maksimal. 

PB Djarum yang kebetulan kuat karena pabrik rokoklah penopang utama penyediaan atlet berbakat. KPAI harus bisa memahami situasi sehingga tidak mudah mematahkan semangat sponsor.

Kriteria Pelecehan anak Menurut KPAI dan Publik

Bagaimanapun masalah kemanusiaan, pelecehan, eksploitasi anak itu masalah bangsa. KPAI memang berwenang berbicara dan galak pada siapa saja yang ingin memanfaatkan anak untuk tujuan komersial, tetapi pembibitan atlet itu bukan masalah eksploitasi, melainkan memberikan kesempatan anak berprestasi. 

Orang- orang mampu yang bisa menyediakan uang untuk prestasi anak tidak banyak. Perusahaan- perusahaan yang secara total melakukan pembibitan, pembinaan seperti halnya PB Djarum sering timbul tenggelam, maka KPAI sebelum mengemukakan pendapatnya ke muka umum harus dilihat dampaknya. Jangan sampai perusahaan besar menjadi takut untuk menyisihkan uang untuk pembianaan atlet usia dini.

Antara pendidikan dan prestasi olah raga kadang seperti menabur dilema. Jika ingin menjadi atlet mereka harus mengorbankan waktu dan kesempatan belajar normalnya. 

Pembibitan atlet adalah totalitas. Di manapun di dunia untuk mendapatkan atlet berprestasi banyak anak akhirnya tidak bisa lagi bisa belajar secara normal. 

Penerapan disiplin, latihan rutin dan kadang bar- bar tidak bisa dihindarkan. Lihat betapa kerasnya pendidikan atlet di China. Kalau melihat perlakuan pelatihnya kadang- kadang merasa tidak tega juga, tetapi demi prestasi maka olah raga harus tega untuk melecut kemampuan anak meskipun kadang harus melewati latihan- latihan keras yang bisa beresiko pada psikologi perkembangan anak.

Ruang KPAI di mana? Apakah anak- anak Indonesia di arahkan untuk mengikuti pendidikan formal, lalu dengan tekun membaca, dan menyuntuki pendidikan berbasis agama. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun