Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Menjadi Jokowi di Zaman Media Sosial Itu Berat

17 Mei 2019   13:30 Diperbarui: 18 Mei 2019   07:14 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber nasional.kompas.com


Saya bukan pembela Jokowi atau yang dinamakan Front Pembela Jokowi, bukan pula menutup mata terhadap segala kekurangan Jokowi, Saya hanya simpatisan, pengagum dan dari semua presiden yang ada saya paling terkesan dengan Jokowi atas segala kesigapannya dan staminanya dalam membangun Indonesia. Susah terbayangkan bagaimana bisa memimpin negara sebesar Indonesia tanpa musuh sama sekali.

Kerikil Kerikil  Siap Menimpuk Jokowi

Selalu saja ada yang tidak suka, tidak terkesan dan bahkan melecehkan apapun sepak terjang Presiden. Saya tidak menyalahkan para oposan yang tidak suka dengan gaya Jokowi dalam memimpin. 

Menjadi presiden Indonesia itu teramat terjal perjalanannya. Sebab bebatuan, jalan berliku, kerikil siap menghambat. Jokowi saya tahu sudah pernah melewati masa susah jadi saya yakin kakinya masih ringan menghindar dari jebakan- jebakan dan kerikil yang siap menimpuknya.

Dengan segala tipikal manusia Indonesia yang penuh warna, tidak heran Jokowi harus siap disindir, diolok- olok dan dikatakan yang jelek- jelek. Selama ini Jokowi masih kuat, tetap dalam jalur sebagai pemimpin yang mendengar tetapi tidak perlu grusa- grusu marah gara- gara kritikan dan cacian. Bahkan difitnah PKI pun ia masih tidak memperlihatkan  kegusarannya yang tampak dari mimik mukanya.

Siapa sih orangnya yang kuat bila setiap hari selalu saja ada yang menyindir dan mengatakan "dungu". Mereka barisan orang pintar, pintar filsafat, pintar berdebat menganggap bahwa Jokowi gurih sebagai bahan makian dan olok-olok. Sakkarepmu Le! Mereka para  pakar yang sedang ingin mendekat pada pusat kekuasaan berlomba- lomba mengorek-orek kekurangan Jokowi... Sak Nggamblehmu Lur... Mungkin itu yang ada di benakmu Jokowi.

Coba kalau kamu presiden kamu harus bagaimana. Marah- marah, mbanting pintu, menendang kursi, melempar piring ke mukamu! Ya tidak elok... Satria yang baik tidak akan tergiring emosinya hanya gara- tantangan musuh yang memancing kemarahan. 

Satria yang tangguh tidak pernah terpancing untuk melakukan tindakan konyol yang akan mempercepat langkah lawan mematikan pergerakan taktiknya. Biar saja pada mumet saling silang dan membikin status yang bernada provokatif, mengejek dan menggelontorkan kekecewaan.

Kalau saya menjadi Jokowi, akan saya tinggalkan kursi presiden, lalu ganti profesi menjadi pengamat dan kritikus. Lebih mudah menjadi kritikus dan pengamat daripada menjadi presiden. Kalau jadi pengamat gajinya jelas/maaf honornya gede. Tinggal lompat dari satu tivi ke tivi yang lain. Modalnya mulut dan gelar- gelar yang tersemat di name tagnya. Profesor. Doktor. Pengamat politik abal- abal. Lalu cari istilah yang bisa dengan gampang menjadi viral di media sosial. 

Jika kurang terkenal bikin saja youtube dengan bicara yang aneh, bisa dengan njengking, koprol, atau mandi lumpur lapindo. Cari sensasi maka videomu akan di subscribe jutaan viewer. Aku ini adalah ahlinya ahli, core of the core, intinya inti. Aku ini Presiden halu dari negeri Ilusi.

Tahan sumpah Serapah

Menjadi Jokowi itu harus tahan sumpah serapah. Sebab orang- orang pintar yang ada di negeri ini lebih suka mengolok olok tetapi berat jika harus membantu memecahkan masalah negara. Wani piro? Itu yang kebanyakan hadir dalam otak mereka (termasuk aku juga hehehe...tapi saya khan bodo mana bisa menjadi pengamat...ya sadar diri sajalah hehehe).

Menjadi Jokowi di zaman Media Sosial ini berat. Jika ingin melakukan tindakan tegas atas olok olok orang yang cenderung kebablasan dianggap presiden diktakor. Jika untuk maju presiden harus memutuskan utang dikatakan janjinya katanya tidak akan hutang lha kok utang. Lha mbahmu nyekolahke bapakmu juga perlu utang Je...memangnya negara tidak boleh hutang.

Menjadi oposisi itu gampang (menurut saya lho)... amati saja kelemahan presiden, korek- korek terus kekurangannya. Negara sebesar ini tidak harus mendengarkan satu persatu kritikan. Kalau didengarkan ya bisa jadi jutaan kritik, memang kuat kuping menerima bombardir kritik yang menghujam setiap hari, kapan kerjanya?

Jadi, siapapun presidennya saat ini akan menerima resiko diolok - olok. Sebab saat muncul media sosial, bahkan manusia langsung muncul bakat terpendam yaitu menggelontorkan makian. Ya biasa untuk melampiaskan kekesalannya karena setiap hari sudah biasa diomeli istri, diomeli orang ibu atau simboknya karena nakal atau ndableg. Bagaimana tidak diomeli wong kerjaannya mojok, bikin status.. menyalurkan hobi memaki maki itu.

Akhir akhir ini sungguh berat tugas Jokowi. Yang berulah tim suksesnya tapi yang dimaki Jokowi. Jokowi diam tidak bereaksi terhadap keputusan KPU dan menunggu dengan sabar hasil KPU tetapi orang- orang dengan santainya selalu mengatakan salahnya Jokowi. Jokowi curang, Jokowi tidak layak memimpin, banyak utang, presiden pembohong. Layak didiskualifikasi. Dekat dengan orang beda agama dikatakan kafir, menjalankan kebijakan yang menyenangkan rakyat dikatakan komunis. 

Sebetulnya yang waras siapa sih? Tugas sebenarnya adalah pembuat undang- undang, meyakinkan untuk mengetok palu produk perundang- undangan dari pekerjaan sebagai wakil rakyat eh malah sibuk berdebat di layar televisi ngritik terus presidennya. 

Memang dana APBN yang dikeluarkan tidak sepengetahuan anda. Ada lagi yang menyarankan tidak membayar pajak karena menganggap pemerintah tidak sah. Jika tidak mbayar pajak bagaimana caranya menggaji wakil rakyat, ASN dana aparatur negara lainnya. Kalau ngomong itu dipikir.  Sebagai orang partai harusnya memberi contoh cerdas dan waras malah membuat masyarakat melakukan tindakan salah karena menyalahi undang-undang.

olok olok menjadi kebiasaan pengguna media sosial (itsme.id)
olok olok menjadi kebiasaan pengguna media sosial (itsme.id)

Rasanya banyak guru sekarang ini merasa gagal mendidik muridnya, banyak orang cerdas dan melek sekolah menjadi pembenci, pengolok- olok. Semuanya gara- gara politik. Padahal sebetulnya hakikat politik itu memberi arah benar bagaimana masyarakat berpikir untuk mengikuti sitem, teratur karena ada negara dan aparat pemerintah yang mau menata system sehingga terjadi keteraturan dalam hidup bernegara. Sekarang politik malah identik dengan sontoloyo, trondolone dan banyak yang gerah dengan sepak terjang politisi.

Jokowi masih Presiden saat ini dan dalam hitung- hitungan KPU sudah terang dan jelas dia akan menang lagi, tetapi kegaduhan di media sosial seperti drama sinetron. Ada kemelut, ada drama. Ada pemain Antagonis yang mengerubung dan membuat pemain protagonis harus mengerahkan aksi untuk melawan dengan halus para antagonis tersebut.

Menjadi Jokowi Itu Berat. Siapa Mau

Duh menjadi Jokowi itu berat, saya jelas tidak kuat. Sebagai simpatisan dan pengagum saya hanya bisa mendoakan semoga kuat menjalankan amanah rakyat. Rakyatmu memang nakal- nakal, usil- usil. Tetaplah fokus bekerja. Tidak semua olok- olok dan kritikan itu perlu didengar, tetapi bagaimanapun kritikan yang paling pahit bisa menjadi bahan masukan agar anda bisa melihat sisi positif dan negatif sebuah kebijakan. 

Jika ingin lebih aman pastikan orang- orang sekitar Pak Jokowi terseleksi. Jangan sampai brutus-brutus hadir dan merongrong anda dari dalam. Pilih saja yang sepaham dengan anda yang lebih mampu bekerja bukan hanya bicara saja.

Jutaan rakyat dengan jutaan ide serta pemikiran, menyatukan dalam satu kata sepaha eh sepaham, itu susah. Bekerja saja sesuai sesuai tuntutan nurani. Terus terang jika saya menjadi Jokowi saat ini mending balik pulang kampung. Tetapi karena Jokowi adalah Presiden yang kuat saya yakin anda akan bisa melewati masa kepemimpinan kedua anda. Berat. Tapi amanat rakyat harus diaksanakan. Siap Presiden!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun