Mohon tunggu...
Ign Joko Dwiatmoko
Ign Joko Dwiatmoko Mohon Tunggu... Guru - Yakini Saja Apa Kata Hatimu

Jagad kata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dunia yang Semakin Mendekati Gila

17 Februari 2018   23:39 Diperbarui: 18 Februari 2018   19:20 2599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
banyak kegilaan di dunia ini (jambi.tribunnews.com)

Apakah Anda pernah merasakan stres sampai mendekati depresi melihat kenyataan hidup semakin lama semakin berat. Banyak tekanan, banyak tuntutan sementara idealisme, ajaran kebaikan dari agama tidak membantu mengurangi kesintingan manusia menterjemahkan ajaran secara salah. Stres berlarut-larut dan menumpuknya persoalan yang ada di sekitar membuat banyak manusia kehilangan akal budi, kehilangan kendali jiwa. 

Kebudayaan sebagai basis dasar untuk memberi keseimbangan antara logika dan nalar, serta kehalusan budi tidak berdaya membendung manusia saat lupa bahwa ia manusia berbudaya, yang mempunyai akal bukan sekedar naluri. Beban psikologi, tuntutan lingkungan, fantasi-fantasi, khayalan-khayalan yang tidak seimbang melahirkan halusinasi.

Dari halusinasi manusia lupa pada dimensi normal nalarnya sebagai manusia. Ia memasuki lorong gelap dan tiba-tiba tangannya tergerak entah menampar, entah menembak membabi buta, entah melakukan pelecehan seksual hingga tindakan brutal lainnya. Kepribadian-kepribadian manusia bisa berlompatan dari nafsu kebinatangan dan melankolisnya manusia yang tengah dirundung marah, sedih, kecewa dan frustrasi.

Pelan pelan meskipun secara fisik sehat psikisnya mulai terkontaminasi penyakit kejiwaan. Semakin dibiarkan semakin menjadi-jadi. Dan bodi dan tubuh yang sehat ini ternyata menyimpan kerapuhan. Ia mudah digiring untuk melakukan tindakan nekat. Menjadi pembunuh berdarah dingin, menjadi  pedofil, pemerkosa dan pengidap sadisme. Pendidikan dan pengajaran di sekolah tidak banyak menampung keinginan-keinginan pribadi manusia yang dipenuhi oleh mimpi-mimpi.

Teknologi yang membandang dan teknologi yang mempercepat kedewasaan telah membuat manusia terkaget-kaget secara budaya, mencuplik  opini Radhar Panca Dahana "Ketika Segala Berubah". Ya segalanya telah berubah. Radhar mengilustrasikan pada abad 18 seseorang  harus mengarungi lautan selama 70 hari untuk bisa pergi dari London ke New York. 

Dua ratus tahun kemudian di sekitar paruh awal abad ke 20 kapal besar Olympic (1911) menyeberangi jarak sama dengan durasi waktu 7 hari. Berkat teknologi laju kapal bisa dipercepat 10 kali lipat. Lebih elok lagi sekarang hanya butuh 7,5 jam untuk sampai ketujuan sama.

Penembakan di Las Vegas. Kompas.com
Penembakan di Las Vegas. Kompas.com
Lompatan-lompatan di zaman yang berlari itu telah membuat manusia selalu dinamis mengikuti perkembangan teknologi. Otak tidak lagi mencerna matang sebuah peristiwa tapi harus cepat merespon cepat perubahan dari waktu ke waktu bahkan menit ke menit. Dengan mesin semakin mengecil. Berawal dari memori mesin penyimpan data yang menghabiskan tempat dan susah memindahkan dengan sekali jinjing sekarang ada model baru flash disk baru yang memiliki data 256 miliar byte. Wow.

Rasanya sekitar 20 atau tiga puluh tahun lalu manusia mempelajari teori Darwin tentang evolusi manusia yang buth beratus-ratus abad untuk bisa menjadikan evolusi sempurna. Sekarang teknologi dengan cepat seperti menyergap masa depan terlalu cepat. Tidak menyangka komunikasi dari ujung dunia keujung dunia satunya bisa di tempuh dalam hitungan detik. 

Jika manusia bisa menjaga kewarasan tentu manusia bisa meladeni tuntuan kemajuan zaman tersebut, tapi banyak orang yang tidak siap dengan perubahan zaman sekarang ini yang seperti halilintar menyambar benda-benda bumi. Dari pucuk langit  dengan hitungan sekejap bisa menyambar dan membakar dengan sebegitu kejinya.

Kegilaan-kegilaan zaman sekarang ini telah menciptakan pembunuh-pembunuh atas nama teknologi, atas nama pendidikan, atas nama agama dan atas nama pribadi yang mabuk oleh modernitas. Logika kewarasan kita saat ini susah menebak apa yang dimaui Setya Novanto Sang Mantan Ketua DPR, Bendahara Partai sejak Orde Baru, juga teman-teman lain bahkan kita yang larut dalam pemikiran sempit untuk melakukan korupsi berjamaah. 

Rasa keadilan dan nurani tergadai oleh nafsu berkuasa dan keinginan untuk tetap eksis sebagai selebritas. Bahkan suhu hukum mau menggadaikan harga diri hingga dewi  Hukum yang ditutup matanya pingsan oleh ulah pakar hukum Indonesia demi mempertahankan kekuasaan dan  intervensi politik. Bahkan agama ikut larut dalam pesta pora penjarahan uang negara.

Ah peradaban kalau dipikir dalam-dalam bisa gila. Manusia terjebak oleh kegilaan-kegilaan baru. Bayangkan di Amerika dalam waktu berdekatan telah terjadi tragedi kemanusiaan memilukan. Bahkan hanya dilakukan oleh teroris yang mengancam dunia beberapa waktu ini tetapi juga psikopat, penderita kelelahan jiwa bahkan manusia cerdas yang notabene berbudaya tetapi terjebak dalam emosi yang menggelimpangkan rasa hingga akhirnya nekat mengakhiri hidup sohibnya, temannya, kekasihnya dan juga gurunya. 

Banyak terdengar juga orang tua kandung dengan tega membunuh anaknya sendiri karena stres akut tapi juga karena mereka terpapar imajinasi-imajinasi yang membutakan nurani, menumpulkan  perasaan.

Tercerabut dari akar budaya

Pendidikan sekarang ini mungkin adalah produk percepatan, instan. Dulu pendidikan itu memberi kesempatan anak berkembang secara wajar dengan tahab-tahap psikologis yang jelas. Pendidikan mengarahkan manusia memiliki pondasi kuat untuk menyusun pengetahuan demi pengetahuan sesuai dengan kemampuan manusia. Berkat proses pembangunan bertahap manusia bisa menghadapi badai masalah tanpa perlu panik. Ia menghadapi dengan wajar, tidak lantas berteriak-teriak  histeris . 

Stres karena masalah dihadapi dengan nyaman sehingga berbagai permasalahan bisa dipecahkan. Sekarang banyak manusia terjebak depresi, mengidap dua kepribadian. Pada suatu waktu ia tengah terkena sindrom euforia, kebahagiaan memuncak sehingga perlu datang ke tempat dugem, atau kafe merayakan kegembiraan sesaat, tidak seberapa lama tiba-tiba jiwanya kalut, berteriak-teriak histeris seakan-akan ialah yang paling menderita sedunia.

Banyak manusia telah tercerabut dari akar budayanya, ia tidak lagi memahami laku sebagai manusia meresapi segala tantangan hidup. Ia terjebak dalam euforia kebahagiaan dan merayakan dengan berlebihan sementara saat kecewa, sedih, marah ia terjebak dalam luapan emosi membandang, hingga kesetanan dan akhirnya tidak bisa mengendalikan diri. Ia bisa menjadi pembunuh berdarah dingin. Manusia dengan kepribadian ganda. Padahal jika jiwanya diberi pupuk budaya, entah dengan menikmati seni, melukis, membuat puisi, mengendapkan kemarahan dengan menulis bisa jadi ia akan tetap waras.

Radhar Panca Dahana seorang budayawan bahkan bingung menjawab  Di mana kebudayaan itu, kebudayaan kita (Indonesia). Pada hakikatnya kebudayaan itu adalah dimensi (esen)isi yang semestinya ada  dan membentuk apa yang disebut  dengan"Bangsa". (Opini Kompas, Sabtu 17 Februari 2018).Radhar amat pesimis jika bicara tentang kebudayaan yang seharusnya  menjadi pondasi kehidupan bangsa yang berkarakter. Bahkan  Radhar menggambarkan bahwa  bangsa ini tengah dalam situasi kritis bahkan bisa dikatakan absurd.

Dunia yang semakin Gila

Pada halaman Utama Koran Kompas Sabtu 17 Februari 2018 ditampilkan fakta penembakan di AS setahun terakhir. 26 Maret 2017 di Ohio Cornel Beckley (17) dan Deodrey Davis (29) mengamuk di kelab malam dengan korban 1 orang. Berturut turut kemudian 10 April 2017 di California tersangkanya Cedric Anderson (53) memakan korban dua orang , lebih parah di Las Vegas Saat ada festival music Seorang yang cukup tua Stephen Craig Paddock (64) lebih sadis lagi korban kebiadabannya berjumlah 50 orang. Devin Patrick Kelley menyasar gereja dan korban bergelimpangan 26 orang. 

Peristiwa terakhir adalah di Kentucky seorang pelajar mengamuk dan memakan korban 2 orang pelajar dan di florida Lokasi sekolah menengah dengan tersangka Nikolas Cruz memakan korban 17 orang. Itu baru yang terjadi di Amerika. Di Indonesia Kabar terakhir adalah peristiwa  di Gereja Santa Lidwina (mBedog) Gamping Jogjakarta dan Seorang Ulama Jawa timur yang dianiaya seseorang. Masih banyak bahkan mungkin beratus ratus peristiwa terjadi  akibat kedegilan manusia dan kejiwaan yang terluka.

peristiwa penyerangan di gereja Lidwina Jogja (tribunnews.com)
peristiwa penyerangan di gereja Lidwina Jogja (tribunnews.com)
Dunia semakin gila. Bahkan agama tidak berdaya  membendung kegilaan-kegilaan manusia.Mungkin sebagai introspeksi anda, saya dan pembaca lainnya pernah merasakan hsiteria kejiwaan itu mengingat banyaknya masalah yang ada di sekitar,  di keluarga, kehidupan rumah tangga dan beban hidup yang semakin berat. 

Mungkin saya, anda pernah histeris merasakan tekanan bertubi-tubi yang menimpa kehidupan kita. Jujur. Semua orang  pasti pernah mengalami peristiwa traumatis yang paling tidak mengikis habis kekebalan atau imunitas diri terhadap gejala kegilaan.

Mungkin, karena setiap orang pasti mempunyai cara sendiri dalam menghadapi setiap persoalan) setiap orang perlu introspeksi, memperkuat keimanan masing-masing, dekat dan berdoa, berdialog dengan Tuhan dan bisa mengendalikan emosi, tidak terjebak dalam kemarahan yang meledak-ledak dan tentu saja melakukan hal positif yang bisa meredam tindakan"gila". 

Bolehlah gila dalam berimajinasi melalui menulis misalnya tapi tidak perlu ikut larut dalam kegilaan yang membuat korban sesama manusia dan lingkungan. Masih ada Tuhan yang mampu membuat pikiran menjadi waras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun