Mohon tunggu...
Dwi Argo
Dwi Argo Mohon Tunggu... -

sehari-hari menjadi pencari makna...

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Satu-satunya Kesalahan Malena adalah Kecantikannya

11 Juni 2011   18:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:36 2098
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

DAUD & BATSYEBA

Waktu itu adalah pergantian tahun. Para istri telah hafal bahwa akan ada banyak darah tertumpah. Barangkali darah suaminya sendiri. Suaminya yang akan pulang tinggal nama. Maka pergantian tahun berarti masa persiapan menjadi janda dadakan. Kalau binatang-binatang tertentu mengenal musim kawin, bangsa-bangsa di TImur Tengah pada masa itu mengenal musim perang. “Pada pergantian tahun, pada waktu raja-raja biasanya maju berperang…” [ kitab II Samuel 11:1 ] Dan bangsa Israel adalah salah satu di antara banyak bangsa yang hobi berperang. Apalagi sang raja adalah Daud, mantan prajurit yang gagah perkasa, mengalahkan Goliat dan berlaksa-laksa musuh. Saat itu tiba juga. Saat yang menyedihkan bagi para istri prajurit Israel. Kala itu Daud mengutus sang panglima yang setia, yaitu Yoab beserta para prajuritnya untuk menyerang kota Raba, ibukota negeri bani Amon. Daud tidak ikut perang? Sekalipun pasukan Raba terkenal gagah perkasa, Daud masih terlalu yakin bahwa di bawah Yoab, tentara Israel masih sanggup menakhlukkan mereka. Sementara tentaranya maju perang, Daud bersantai-santai di Yerusalem. Menikmati pagi sambil berjalan-jalan di lorong-lorong dan beranda istana, mengagumi kemegahan takhtanya dan memuaskan diri dengan pencapaiannya. Barangkali sambil menunggu, jarahan apa lagi yang akan dibawa pulang Yoab. Daud tentu kuatir. Namun kuatir yang tidak sama dengan kekuatiran para istri yang ditinggal suaminya maju perang. Itulah kenyataan. Para lelaki maju perang, para istri di rumah saja, menyusui anak, mengasuh ternak atau menghabiskan waktu di rumah sambil menyimpan harap-cemas. Kata para peneliti, seperti itulah pola hidup lelaki dan perempuan. Sejak zaman purbakala. Sejak zaman batu dan zaman rumah goa – tentu tidak sefantastis yang digambarkan dalam film “the Flinstone” – telah ada pembagian peran lelaki dan perempuan, suami dan istri. Kaum lelaki menggunakan tenaga dan nalurinya untuk berburu binatang, kadang harus berduel dengan singa atau banteng seperti aksi matador. Kadang harus bersimbah darah karena gigitan dan cakaran binatang buas yang diburu. Lalu mereka pulang sebagai pahlawan, membawa persediaan makan untuk seisi rumah. Sedangkan perempuan tinggal di dalam goa, menyusui anak-anak, sambil menyiapkan api dan bumbu untuk memasak hasil buruan sang suami. Seperti itulah sampai sekarang. Lelaki berkelana “cari duit” untuk sesuap nasi, perempuan mengolah duit dan bahan makanan menjadi hidangan. Lelaki kerja keras, perempuan mengurusi kebutuhan domestik. Dan ini adalah kisah Batsyeba, salah seorang istri prajurit Israel yang bernama Uria. Batsyeba adalah kaum domestik. Batsyeba istimewa karena cantik. Perempuan cantik selalu enak dilihat. Perempuan cantik selalu diburu dan diinginkan. Celakanya, perempuan cantik itu sedang mandi. Telanjang, berkulit mulus, berambut panjang terurai. Semulus kulit Dian Sastro di iklan sabun. Seindah rambut Sandra Dewi di iklan shampoo. Siapa lelaki yang tak tergoda!? Alamak… “… seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu sangat elok rupanya.” [ kitab II Samuel 11:2 ] Dan mata yang melihat kemolekan Batsyeba adalah mata sang raja Israel, Daud. Dari mata turun ke hati. Bukan cinta, namun keinginan untuk bercinta dengan Batsyeba. Dan keinginan itu terjadi. Berawal dari mata yang entah sengaja atau tidak melihat Batsyeba mandi. Ah, kalau sudah begini siapa yang salah? Batsyeba yang lupa menutup pintu dan atap ketika mandi (itupun kalau tempat mandinya ada pintu dan atapnya. Karena di desaku ada tempat mandi untuk umum, namanya ‘belik’. Sumber mata air yang alami di lading dekat aliran sungai, tertampung dalam liang dikelilingi bebatuan, tentu tanpa pintu dan atap. Biasa dipakai tempat mandi atau mencuci oleh orang-orang kampung. Walau terbuka, orang-orang sudah cukup beretiket untuk tidak mengintip dan menunggu giliran jika belik itu masih dipakai. Para perempuan yang mandi pun cukup tahu diri untuk tidak telanjang bulat, tetapi biasanya memakai balutan selendang. Batsyeba tentu mandi di dekat istana karena Daud bisa melihat. Dan tidak jelas apakah Batsyeba memakai sedikit penutup atau telanjang bulat. Tapi itu tidak penting. Yang penting kecantikannya telah menjadi awal cerita ini) atau Daud yang emang mata keranjang dan suka ngintip perempuan cantik? Pertanyaan biasa yang menantang untuk dijawab. Dalam kasus-kasus seksual, benarkah kecenderungan bahwa laki-laki lebih sulit mengendalikan hawa nafsu disbanding perempuan? Mengapa lelaki lebih mudah tergoda kemolekan perempuan, sedangkan perempuan tidak mudah tergoda tubuh lelaki? Tentu tidak semua. Namun kecenderungan umum nampaknya begitu. Mengapa? Mengapa lebih banyak lelaki menyimpan gambar atau video asusila (baca: mesum/ porno)? Apakah itu wajar? Yang jelas, video (mirip) Ariel, Luna Maya dan Cut Tari telah ditonton jutaan pasang mata. Kebanyakan mata pria. Dan nafsu, berawal dari mata, bisa juga berujung celaka. Buktinya pasca video itu beredar, ada banyak kasus anak remaja memerkosa teman wanitanya. Alamak… Tentu saja banyak orang yang menonton sekadar ingin tahu, lalu sudah selesai. Namun ada banyak yang mengunduh atau menyalin dari internet atau HP teman, lalu disimpan sebagai file pribadi. Sesekali ingatan dan hasrat itu muncul, tinggal open file. Dan katanya, tontonan semacam itu bersifat adiktif. Bikin manusia kecanduan. Tentu tidak berlaku untuk semua. Sekali lagi ini soal kecenderungan. Kecenderungan memang terkesan menggeneralisasi. NATURE & NURTURE Menurut para ahli di dalam buku yang dikutip oleh dosen teologi feminis yang mengajar saya dulu, ada dua aspek dalam diri manusia, yang memengaruhi orientasi seksualnya. Aspek nature dan aspek nurture. Yang nature itu yang alami, udah dari sononya, ga bisa diganggu gugat. Misal: gender (laki-laki atau perempuan) beserta hormon (testosteron, estrogen dkk) serta alat kelamin yang udah pasti bentuk dan fungsinya. Namanya saja gender, genital, memang udah beda dari sononya. Yang hormonal itu memengaruhi fisik lelaki dan perempuan: Lelaki berkumis tebal, bersuara ‘ngebass’, otot lebih bermassa, berdada bidang. Perempuan berpinggul bak gitar spanyol, menstruasi, berdada dan berpantat menonjol. Lelaki punya buah zakar tapi ga punya rahim. Perempuan punya buah dada yang besar tapi ga punya jakun. Beserta detail lain yang tak perlu dibahas lagi. Seperti di pelajaran biologi tentang alat reproduksi manusia. Seperti itu sudah nature. Walau sekarang ada yang mengganti alat kelaminnya, tapi itu soal lain. Sekali lagi ini pembahasan kecenderungan umum. Yang nurture itu bukan alamiah, melainkan bentukan, proses, sosialisasi, pemeliharaan, kebiasaan. Kebiasaan cara pandang dan cara bertindak itu dilakukan sejak lahir, sehingga direkam, diserap dan disimpan dalam otak. Link-link syaraf yang terprogram dan memengaruhi sistem kerja tubuh. Jadi otak manusialah yang jadi faktor terpenting. Otak yang memengaruhi rasionalitas dan emosional. Otak yang juga merespon serta mengendalikan rangsangan dan nafsu seksual. Lalu membentuk stereotipe. Lelaki itu rasional, perempuan itu emosional. Makanya pemimpin harus lelaki. Padahal ga semuanya gitu, kan? Banyak perempuan lebih rasional daripada lelaki, misalnya. Lelaki itu berambut pendek, perempuan itu berambut panjang. Padahal ga semuanya begitu. Anak lelaki mainannya robot dan mobil-mobilan, anak perempuan mainannya boneka. Padahal ada juga anak lelaki yang suka boneka dan anak perempuan suka robot-robotan. Maka ada stereotipe, lelaki itu begini, perempuan itu begitu. Kalo lelaki suka warna pink, dianggap ga wajar. Kalo perempuan berambut pendek dan belajar bela diri, dianggap kurang perempuan. Selain itu juga terbentuk mindset soal apa dan bagaimana yang disebut tampan dan cantik. Yang rupawan dan seksi. Di beberapa budaya memang ada anggapan yang mengatakan bahwa yang masuk kategori cantik itu yang gemuk. Misal pada zaman Victorian, yang dianggap cantik adalah perempuan yang memiliki perut dan paha agak berlemak serta berambut ikal. Tapi itu dulu dan hanya ada di belahan bumi terpencil. Secara masiv jarang berlaku. Jadi sampai sekarang seolah ada ‘standar internasional’ untuk mengukur kecantikan atau keseksian lelaki maupun perempuan. Lihat saja kontes kecantikan sejagad atau kontes cowo macho. Ya seperti itulah yang akhirnya dianggap/ dinilai baik. Penampilan yang berpotensi juga memicu dan memacu libido. Yang nature itu tetap, tidak bisa diubah. Yang nurture itu dinamis dan bisa berubah. Walau sulit karena sudah jadi mindset. Apalagi membudaya. Maka seiring arus feminism dan emansipasi perempuan, banyak aspek nurture yang berubah. Perempuan juga mumpuni memimpin negara, menjadi tentara, berpetualang ke puncak Everest, terbang ke luar angkasa, dan hal-hal yang dulunya dimonopoli lelaki. Lelaki juga bersolek di salon, belanja dan jadi perancang busana. Apa yang identik pada gender tertentu karena aspek nurture, sekarang sudah berangsur luntur. Lalu bagaimana dengan kasus seksualitas di atas tadi? Tentang lelaki yang tidak bisa mengendalikan nafsu berahinya. Tentang lelaki yang suka ngintip. Tentang lelaki yang mudah tergoda. Itu nature atau nurture? Tentu keduanya berpengaruh. Namun nampaknya aspek nurture yang lebih dominan. Dan sejarah manusia kental diwarnai aspek itu. CANTIK ITU LUKA Kembali ke isu pokok, tentang nafsu lelaki dan kecantikan (baca: sensualitas) perempuan. Asosiasi seksual itulah yang akhirnya direspon oleh otak manusia, diolah menjadi sistem pemahaman yang mengontrol tindakan. Lelaki akhirnya memiliki mindset bahwa perempuan itu cantik apabila berambut begini, bertubuh begitu, berdada begini, berpantat begitu, dst. Lelaki dinilai tampan bila bertampang begini, berbody begitu, berperut begini, berotot begitu, dst. Budaya pula yang membentuk kecenderungan lelaki punya pikiran jorok lebih disbanding perempuan. Saya mengutip penjelasan Sunlie Thomas Alexander (cerpenis dan periset Parikesit Institute Yogyakarta) yang menggambarkan isu ini dengan menarik. Ia pernah menulis di Suara Merdeka (7 Juli 2010). Artikelnya berjudul “PEREMPUAN DAN IMAJI SENSUAL”. Pertama-tama Sunlie mengulas kisah dalam cerpen Seno Gumira Adiraja yang berjudul “Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi”. Alkisah ada perempuan muda yang suka nyanyi di waktu mandi. Tanpa sadar, lantunan suaranyamerangsang khayalan seksual lelaki se-RT. Akibatnya, para ibu dan para istri berang dan mengadu ke pak RT, karena suami mereka menjadi ‘dingin’ di tempat tidur akibat suara perempuan itu. Pak RT tentu menjelaskan bahwa perempuan itu tak bersalah, apalagi melanggar hukum. Namun akhirnya mengimbau perempuan muda itu untuk tidak bernyanyi di saat mandi. Selesai? Tidak!para suami tetap membayangkan suaranya yang serak-serak basah dan membayangkan adegan erotisnya saat terdengar bunyi jebar-jebur di kamar mandi. Itulah persoalan asosiasi, mindset dan sistem imajinasi lelaki. Bukan soal salah dan benar, namun soal harus bagaimana. Sunlie menulis, stigma penggoda telah lekat dengan sosok perempuan sejak purba, bahkan mendapat legitimasi teologis. Tragedi taman Firdaus di mana Hawa membujuk Adam, cerita Samson dan Delila, dsb. Celakanya, perempuan dan citra keindahannya terus terbuai laju budaya modern dan industr yang dikendalikan obsesi lelaki/ maskulinitas. Perempuan senang dianggap cantik dan seksi. Perempuan sedih jika tidak masuk kategori itu. Kecantikan perempuan ditentukan oleh industrialisme dan selera pasar. Tubuh perempuan dirayakan sekaligus ditindas. Perempuan merasa nyaman sekaligus tertekan. Perempuan merayakan tubuhnya dalam pemujaan diri aas nama kecantikan, sekaligus beresiko menjadi pemuas obsesi lelaki. Ketegangan ini selalu ada. Akibatnya dalam kasus-kasus pornografi dan kejahatan seksual, perempuan acap dijadikan kambing hitam. Pemancing nafsu, pemicu perkosaan, perusak akhlak bangsa karena cara berpakaian dan bertingkah laku, dst. Alamak… Selanjutnya Sunlie mengulas sebuah film berjudul “Malena” (disutradarai Giuseppe Tornatore). Di sana digambarkan perempuan dan kecantikannya menjadi korban dan obsesi seksual lelaki. “Malena” mengangkat konstruksi sosial-budaya di Italia pada masa Perang Dunia II, serta pandangan dan perilaku stereotipe masyarakat terhada perempuan cantik. Dan Malena adalah seorang janda cantik jelita (diperankan oleh Monica Belluci). Ia menjadi obyek fantasi seksual para lelaki desa di kota Sisilia. Bahkan ada sekumpulan remaja yang amat terobsesi, hingga selalu nongkrong di depan rumah Malena di jam-jam tertentu ketika Malena keluar rumah, hanya demi melihat rambut melambai, bibir sensual, mata tajam menggoda, dan bagian-bagian tubuh lain (yang tak perlu dijelaskan detail!) yang menghanyutkan. Sebagai perempuan modern, modis dan cantik, Malena harus menerima “kutukan sosial”. Dia dicemooh sebagai pelacur, perusak rumah tangga orang, dsb. Bahkan Malena dibawa ke pengadilan. “Satu-satunya kesalahan Malena,” ujar pengacaranya, “adalah kecantikannya.” Kecantikan itu salah. Kecantikan itu luka. Kadang itu yang terjadi. Manusia diciptakan dengan daya pikir dan imaji yang luar biasa. Tinggal bagaimana mengolahnya. Otak kita menyimpan memory yang akhirnya dipetakan dan dipolakan menjadi mindset. Kalau sudah terpola, akan menjadi kebiasaan dan mengontrol pola pikir kita. Seperti orang yang kecanduan kopi, rokok atau putau. Otak merespon dan menyimpan memory, bahwa kopi, rokok atau putau itu nikmat dan otak memerintahkan tubuh untuk menerima zat itu sebagai kebutuhan terus-menerus. Itulah kecanduan. Sistem kerja otak dan tubuh dipengaruhi rangsangan dan pemaknaan atasnya. Jadi ketika lelaki melihat perempuan cantik, asosiasi sensualitas bahkan nafsu seksual yang muncul perlu dikendalikan. Setiap orang punya sense of sexuality. Itu nature. Namun yang nurture perlu dikendalikan. Agar tidak melulu berpikiran kotor, porno, mesum dan akibatnya fatal. Daud gagal dalam hal ini ketika melihat Batsyeba. Akhirnya, seperti dikutip Sunlie, dalam serial “Montir-Montir Cantik” misalnya, ucapan Sarah Azhari kepada lelaki yang terangsang oleh penampilannya, pantas direnungkan. Yaitu ketika ia mengatakan, “Yang porno itu pakaian saya atau pikiran Anda?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun