Mohon tunggu...
dwi apriyanto
dwi apriyanto Mohon Tunggu... Guru - Mencoba mencari pencerahan untuk melengkapi hidup

Guru Skh Pelangi Anakku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Wanita di Pagi Hari

17 Juli 2019   13:29 Diperbarui: 17 Juli 2019   13:37 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Wewangian mahal dan murah mengiringi langkah mereka, menebarkan sapa pagi kepada seluruh dunia. Coretan lipstik mewarnai bibir, sebagian berwarna tebal nan sensual sebagian lagi tipis nan manis. Bedak yang telah ditabur rata menyelimuti wajah dengan rapi menutupi segala kebusukan yang mungkin akan merusak mata orang yang akan melihatnya. Kacamata, kalung, gelang, tas, anting, cicin, bros, sepatu, kawat gigi, headset, dan jilbab setidaknya satu dari yang disebutkan ada untuk menyempurnakan busana yang menjadi penanda identitas mereka di jalanan,  dengan segala kesempurnaan masing-masing dari mereka adalah manusia paling indah ciptaan Tuhan.

Aku berada di dalam kereta pagi yang akan siap mengantarkanku menuju jantung kota. Aku memerhatikan mereka, wanita di pagi hari. Beberapa datang dengan bergerombol, sebagian berpasangan dengan kekasih atau teman atau keluarga atau anak atau kekasih teman atau keluarga kekasih atau mungkin kekasih anaknya dan sebagian lainnya sendirian.

Penumpang yang paling ramai adalah gerombolan anak sekolah dan mahasiswa, suara canda dan tawa tidak akan berhenti keluar dari mulut mereka sesekali akan terdengar kata dari kebun binatang dan isi celana. Tawa mereka sangat lepas tidak terkekang oleh harga pangan yang sangat malas untuk turun tapi sangat antusias untuk naik, tidak juga dengan ketidak pastian masa depan, mereka bebas dengan segala impian dan harapan yang diangan-angankan tergambar di mata mereka.

Penumpang yang berpasangan tidak bisa memasuki gerbong kereta yang ku duduki, mereka biasanya akan memasuki gerbong untuk umum. Di sana mereka yang duduk akan menyandarkan diri  pada pasangan dan yang berdiri akan merangkul pasangannya. Berdiri ataupun duduk tujuan mereka sama yaitu menikmati imajinasi cinta yang ada di kepala. Persetan dengan orang lain mereka hanya iri, pikir mereka. 

Amat sangat berbeda dengan pasangan ibu dan anak, mereka dapat memasuki gerbong yang ku tumpangi, bukan imajinasi cinta seperti pasangan kekasih yang mereka tebarkan melainkan sebuah anugerah dari cinta Tuhan. Pasangan ibu dan anak memang yang terbaik tidak peduli besar atau kecil, kurus atau gendut, marah atau menangis, lelaki atau perempuan anak-anak tetap lucu dan cantik, mereka akan terlihat sangat bahagia dan merasa aman dengan ibu mereka.

Penumpang yang berpegian sendiri biasanya adalah mereka yang akan bekerja atau berdagang, tidak semua terlihat bahagia, mungkin mereka tengah jenuh menghadapi kegiatan yang berulang-ulang, frustasi dengan pekerjaan yang belum siap untuk dilaporkan atau barang dagangan belum terjual dari minggu kemarin sehingga belum balik modal, marah dengan dengan rekan kerja yang tolol atau dengan tanggal pembayaran sewa kios dan pungutan uang keamanan yang semakin mendekat. 

Namun terlepas dari kesedihan yang mereka rasakan aku merasa bangga kepada mereka yang berani menantang kejamnya zaman. Perempuan masa kini telah berbeda terlebih lagi perempuan kota, perempuan kini tidak hanya menjadi seorang penari, penyanyi ataupun pelacur. Perempuan bebas menjadi apa saja yang mereka impikan bahkan kudengar beberapa menteri bangsa ini adalah perempuan-perempuan sangar, satu diantaranya meledakkan kapal pencuri ikan dan satu lainnya lagi bahkan memegang dompet  Negara, dan di Amerika seorang perempuan hampir menjadi presiden jika tidak dihalangi oleh bos majalah dewasa. Perlahan tapi pasti perempuan mengambil alih dunia.

Kereta telah melaju saat dirasa penumpang telah memenuhi seluruh gerbong. Sesak dan padat adalah rasa yang bisa digambarkan, mereka yang tidak beruntung untuk mendapatkan tempat duduk harus berdiri. Aku masih memerhatikan sekelilingku ketika seorang wanita tua membalas pandanganku dengan senyuman, ya ada juga wanita tua yang berpergian sendiri, entah dia mau kemana mungkin sekedar mencari anaknya yang hilang.

"Sekolah, kerja, dan  masa tua." Seraya aku tersenyum kala menggumam kalimatku.

"Permisi" Kata seorang petugas keamanan kereta yang mendatangiku, mengaburkan lamunan yang baru saja akan ku mulai. Badan yang tinggi dan tegap menandakan dedikasi kepada pekerjaan yang dimilikinya.

"Iya ada apa pak ?" Balasku kepada sang petugas keamanan. Wajahnya terlihat bingung mungkin ia sedang merangkai kata untuk diucapkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun