Mohon tunggu...
Dwi Klarasari
Dwi Klarasari Mohon Tunggu... Administrasi - Write from the heart, edit from the head ~ Stuart Aken

IG: @dwiklara_project | twitter: @dwiklarasari

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bila Kita Melihat dengan Perspektif Negatif

10 Agustus 2020   20:53 Diperbarui: 10 Agustus 2020   20:50 576
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masih adakah di antara kita yang hingga kini masih menggunakan kamera analog?

Sebagai pengingat, kamera analog (manual) adalah kamera yang menggunakan media pita film untuk merekam gambar. Pita film biasanya dibeli dalam bentuk rol yang dapat digunakan untuk merekam gambar sebanyak 24-36. Setelah selesai memotret rol film tersebut harus kita bawa ke studio foto untuk dilakukan proses pencetakan. Walaupun banyak pula fotografer yang memprosesnya sendiri di kamar gelap.

Sebagai tahap awal-sebelum gambar bisa dicetak di atas kertas (gambar positif)-rol film harus dicuci dahulu dan dijadikan "film negatif" atau yang dikenal sebagai klise. Klise inilah yang akan dicetak menjadi gambar positif. Bagi kita yang pernah dan/atau masih menggunakan kamera analog tentu tidak asing dengan proses ini.

Menurut saya yang bukan ahli fotografi, salah satu ciri film negatif (klise) adalah tidak jelas alias kabur, dan warnanya juga tidak sesuai dengan warna asli. Menurut wikipedia, objek bewarna merah maka pada film negatif (klise) akan membentuk warna cyan (hijau biru); objek warna hijau menjadi magenta (merah biru); dan seterusnya. 

Kondisi demikian memberikan saya sebuah pemahaman, yaitu dengan melihat foto berwarna dalam format negatif, kita tidak akan dapat melihat warna-warna yang sebenarnya (saat foto tersebut dibuat). Penyertaan foto diri di atas bukan hendak mejeng ya, tetapi sekadar memberikan ilustrasi perbedaan antara film negatif (klise) dan gambar positif (hasil afdruk). Interior gereja yang indah dan baju saya yang berwarna biru cerah pun terlihat kurang menarik.

Hal sama akan terjadi bila dalam kehidupan sehari-hari kita melihat segala sesuatu dengan cara pandang negatif. Perspektif atau sudut pandang negatif biasanya juga cenderung memberikan respons negatif.  

Bagaimana bila perspektif negatif kita terapkan dalam memandang atau menilai seseorang? Boleh jadi kita pun akan mendapatkan kesimpulan negatif. Sebagai contoh, belum lama mengenal seseorang atau tidak paham betul atas suatu persoalan sering kali kita sudah apriori. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), apriori diartikan sebagai beranggapan sebelum mengetahui (melihat, menyelidiki, dan sebagainya) keadaan yang sebenarnya.

Tak bisa dimungkiri bahwa setiap orang sekecil apa pun memiliki sisi buruk/negatif. Tidak ada manusia yang sempurna. Namun, jangan hanya karena kita menggunakan cara pandang negatif, hal-hal baik pun bahkan tampak buruk di mata kita. Kebaikan dan kebenaran tertutup oleh sedikit saja prasangka buruk.

Menurut pendapat saya, alangkah baiknya bila kita melihat segala sesuatu dengan cara pandang positif, agar kita dapat melihat dalam warna sesungguhnya. Kalaupun menemukan keburukan, semoga kita rela mengendapkan dan kelak bisa memahaminya dengan lebih jernih.

Depok, 10 Agustus 2020

Salam literasi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun