Di usia 16 tahun, Ajeng Aulia Putri telah membuktikan bahwa kerja keras, disiplin, dan semangat pantang menyerah bisa membawa generasi muda Indonesia melangkah jauh. Lahir dan besar di Jawa Timur, Ajeng dikenal sebagai sosok remaja yang berprestasi, berani berjuang, sekaligus mampu menyeimbangkan hobi dengan dunia akademik. Anak pertama dari dua bersaudara ini telah menorehkan jejak membanggakan dalam bidang olahraga pencak silat maupun olimpiade sains tingkat nasional hingga internasional.
Perjalanan pendidikan Ajeng dimulai dari SDN Sambi 1, berlanjut ke MTsN 5 Kediri, hingga saat ini menempuh pendidikan di MAN 5 Kediri. Sejak kecil ia sudah menyukai olahraga, khususnya pencak silat, yang kemudian menjadi wadahnya untuk berprestasi. Tak hanya itu, Ajeng juga menyalurkan semangat belajar penuh dedikasi.
QRIS Menembus Jepang : Hadiah Kemerdekaan Indonesia yang Menggema ke Dunia
Lewat olimpiade sains yang ia ikuti dengan penuh dedikasi, prestasi yang diraih Ajeng sangat beragam. Di tingkat kabupaten, ia berhasil meraih Juara 3 Kejuaraan HIPMI CUP Kediri. Di tingkat nasional, ia pernah menjadi Juara 3 Festival Pencak Silat Seni Virtual Jakarta Timur, Juara 2 Tanding Tugumuda Championship 3, hingga Juara 3 Malang Championship 5 meski bertanding dengan kondisi cedera. Tak berhenti di olahraga, Ajeng juga meraih Juara 2 Olimpiade Sains Seluruh Indonesia (OSSI) bidang Biologi dan Kebumian, Juara 1 ISSA bidang Biologi dan Bahasa Indonesia, serta Juara 2 ISSA bidang Fisika. Bahkan, di tingkat internasional ia berhasil meraih Juara 3 pada Banten International Championship 3.
Dari "Evaluasi" Hingga "Secukupnya" : Hindia dan Musik yang Menyembuhkan Luka
Bagi Ajeng, setiap kejuaraan memiliki kesan tersendiri. Namun, ada dua momen paling berkesan baginya. Pertama, saat mengikuti Tugumuda Championship 3, yang menjadi pengalaman pertamanya bertanding dan mengalahkan rasa gugup di arena. Kedua, saat meraih Juara 3 di Malang Championship 5, meski sedang mengalami cedera tangan. Pengalaman itu menjadi bukti tekad dan kegigihannya untuk tetap berjuang demi membawa nama baik sekolah, keluarga, dan daerahnya.
Sebagai fashion designer muda, Cheryl mengambil langkah berani dengan mengangkat motif batik dalam karya-karyanya. Ia ingin membuktikan bahwa batik bisa tampil modern, elegan, dan relevan di kalangan anak muda. Baginya, menjadi desainer bukan sekadar menciptakan pakaian indah, melainkan juga menyampaikan pesan dan menghidupkan kembali kebanggaan terhadap budaya bangsa. Melalui jalur ini, Cheryl berharap bisa menumbuhkan rasa cinta terhadap batik sebagai identitas yang dibanggakan, bukan sekadar warisan yang dilupakan.
Proses perjuangan Ajeng tidak selalu mudah. Ia berlatih dengan penuh disiplin meskipun sering mengalami cedera, dan pernah pula harus menghadapi kabar duka di tengah pencapaian. Namun, dukungan keluarga, sekolah, teman-teman, serta pelatih menjadi kekuatan besar yang membuatnya tetap berdiri kokoh. Ajeng percaya, setiap rasa sakit, air mata, dan kelelahan adalah bagian dari proses menuju kesuksesan.
Motivasi terbesar Ajeng adalah ingin membahagiakan orang tua. Meski merasa belum maksimal dalam bidang akademik, ia terus berusaha di bidang non-akademik untuk membuat keluarganya bangga. Ia juga ingin mengangkat nama baik sekolah lewat prestasi-prestasinya, sekaligus membuktikan bahwa generasi muda bisa menginspirasi lewat kemampuan yang dimiliki.