Mohon tunggu...
Duta Aulia
Duta Aulia Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekerja.

Mata dua mulut satu.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Provokator dan Humanis di Balik Peserta Aksi

28 September 2019   12:39 Diperbarui: 28 September 2019   15:14 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gas air mata ditembakan ke kerumunan peserta aksi di depan DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019) (TRIBUNNEWS.COM/JEPRIMA).

Pasca penetapan RUU KPK dan menjelang pengesahan revisi RUU KUHP yang rencananya ditetapkan pada Selasa 24 September 2019 lalu, memunculkan berbagai protes dan penyampaian aspirasi dari berbagai pihak, seperti mahasiswa, buruh, petani, pelajar, dan elemen masyarakat lainnya. Dalam penyampaian aspirasi tersebut, mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat lainnya menggelar aksinya di depan Komplek DPR/MPR RI dari 23 sampai 24 September 2019 lalu.

Yang cukup menarik perhatian, jauh sebelum aksi tersebut itu terjadi, banyak yang mengatakan bahwa mahasiswa di masa sekarang sudah apatis dan tidak peduli terhadap permasalahan-permasalahan yang terjadi di masyarakat. Namun, pandangan tersebut mampu dipatahkan oleh mahasiswa.

Pasalnya dengan membentuk Aliansi BEM Seluruh Indonesia yang terdiri dari berbagai universitas di Indonesia bersatu menyapaikan keberatannya akan dua permasalahan terbesar tersebut. Bahkan, aksi tak hanya terjadi di Jakarta. Namun juga tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Peserta aksi mencoba untuk menghidari tembakan gas air mata di depan gendung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019) (TRIBUN/Iqbal).
Peserta aksi mencoba untuk menghidari tembakan gas air mata di depan gendung DPR/MPR RI, Jakarta, Selasa (24/9/2019) (TRIBUN/Iqbal).

Aksi para mahasiswa tersebut rasanya patut diapresiasi. Pasalnya mereka mampu menyuarakan suara rakyat dengan gaya khas milineal.

Dalam aksinya, pada 24 September 2019 lalu, para peserta aksi menyampaikan pendapat dengan penuh kedamaian. Namun menjelang sore, pasca pihak Kepolisian menyemprotkan air dari water canon, kericuhan antara Kepolisian dengan peserta aksi tidak terhindarkan.

Bahkan, terpantau hingga malam hari beberapa titik di sekitar gedung DPR/MPR ricuh masih terjadi.

Mirisnya, dari bentrokan tersebut, ada oknum provokator yang memanfaatkan situasi tersebut agar bentrokan antara Kepolisian dan peserta aksi terus berlangsung.

Berdasarkan pantauan penulis yang berada di lokasi, tempatnya di pintu belakang gedung DPR/MPR Senayan atau berdekatan dengan Stasiun Palmerah, ada beberapa oknum berpakaian preman yang terus memperkeruh suasana pada malah hari.

Menyedihkan, ketika para mahasiswa yang sedang dalam suasana letih dan berisitrahat di depan gedung salah satu kantor media ternama, mereka (mahasiswa) dipaksa dan diajak agar merapatkan barisan untuk terus bentrok melawan pihak Kepolisian.

"Woi ngapain lu duduk-duduk, sini maju lagi woi!" teriak salah satu provokator yang berpakaian preman.

Tak hanya penulis yang melihat aksi tersebut, warga dan karyawan sekitar juga merasa orang yang memerintahkan mahasiswa tersebut adalah seorang provokator. Bagaimana tidak, penampilan (provokator) sangat nyentrik sekali jika dibandingkan para peserta aksi khususnya mahasiswa. Hal tersebut dapat dilihat dari perawakan sang provokator, yang masih telihat segar.

Suasana bentrokan antara peserta aksi dengan pihak Kepolisian di Jakarta, Selasa (24/9/2019) (ANTARA).
Suasana bentrokan antara peserta aksi dengan pihak Kepolisian di Jakarta, Selasa (24/9/2019) (ANTARA).

Mendengar ajakan tersebut, para mahasiswa yang sedang berisitrahat tersebut mau tidak mau kembali untuk bentrok dengan Kepolisian.

Tak hanya itu, aksi para provokator juga kembali terlihat. Hal tersebut terjadi ketika Kepolisian menembakan gas air mata ke arah peserta aksi di sekitar pintu belakang Gedung DPR/MPR RI. Ketika itu, para peserta aksi lari kocar kacir untuk menghindari gas air mata. Dalam suasana tersebut, ada provokator yang terus mengajak agar bentrokan tersebut tidak berakhir.

"Ayo bang lanjutin lagi (bentrok lawan Kepolisian)," ujar salah satu provokator sambil memegang batu di tangan kanannya.

Makin malam, provokator pun makin menjamur. Sekitar pukul 22.00 WIB, penulis mencoba mendekati pusat kerusuhan, berdasarkan pantauan penulis, pada pukul tersebut, jumlah mahasiswa sudah mulai berkurang di sekitar Stasiun Palmerah.

Namun, semakin malam, pria berpakaian preman pun terus memanasi kondisi agar bentrokan terus terjadi. Bahkan, tak jarang sang provokator juga terlibat bentrok dengan Kepolisian.

Humanis dari peserta aksi

Selain mengapresiasi sikap peserta aksi yang menyuarakan keresahan masyarakat, ternyata ada hal yang juga perlu diapresiasi, yaitu sikap humanis dari peserta aksi.

Hal tersebut terlihat ketika bentrokan antara peserta aksi dengan Kepolisian di pintu belakang Gedung DPR/MPR atau berdekatan dengan Stasiun Palmerah. Meskipun dalam suasana yang tidak kauran, para peserta aksi yang mayoritas dari kalangan mahasiswa tetap menunjukan sikap humanisnya.

Hal tersebut terlihat ketika kemacetan yang terjadi di sekitar bentrokan. Banyak para peserta aksi yang mayoritas dari mahasiswa tetap menunjukan sikap humanisnya.

Meskipun sedang berada di situasi benterokan, para mahasiswa tetap membantu masyarakat yang mengalami dampak akibat kerusuhan tersebut.

Banyak hal-hal simple yang dilakukan oleh para peserta aksi, namun bermanfaat bagi warga. Seperti yang terlihat oleh penulis, peserta aksi membantu mengurai kemacetan yang berada di dekat kantor media ternama.

Meskipun, gas air mata terus ditembakan ke arah peserta aksi, peserta aksi tetap mengurai kemacetan tersebut.

"Dua, dua (mobil) masuknya, ambil tengah bang," perintah salah satu perserta aksi yang membantu mengurai kemacetan.

Tak hanya itu, teman-teman yang lainnya juga berjalan kearah mobil-mobil untuk memerintahkan segera menutup jendela mobilnya.

"Bang maaf jendelannya tolong ditutup yah, gas air mata soalnya," ujar peserta aksi yang lain.

Bahkan, ada pula yang memberikan pasta gigi kepada para pengguna kendaraan roda dua yang terkena dampak gas air mata.

Selain itu, aksi heroik juga terlihat ketika sebuah ambulance yang sedang membawa pasien. Meskipun mengalami kesulitan dalam mengurai kemacetan, para peserta aksi tetap berusaha untuk memecahkan permasalahan tersebut, agar ambulance dapat berjalan.

"Bang mepet kiri kanan ada ambulance," ujar salah satu peserta aksi.

Memang membutuhkan waktu cukup lama agar ambulance tersebut dapat melewati lokasi bentrokan. Namun, berkat kerja sama antara peserta aksi, ambulance tersebut mampu lolos dari kemacetan.

25 September 2019 

Aksi unjuk rasa menentang hasil RUU KPK dan rencana RUU KUHP masih terus bergulir hingga 25 September 2019 di gedung DPR/MPR RI Senayan, Jakarta. Namun, pada tanggal tersebut bukan mahasiswa yang turun ke jalan. Tapi pelajar yang mayoritas siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang turun ke jalan pada tanggal tersebut.

Ada berbagai tanggapan mengenai aksi pelajar yang dinamakan dengan #STMmelawan. Pasalnya berbagai pihak banyak mengatakan, aksi tersebut lebih banyak tidakan anarkisnya daripada penyampaian aspirasi.

Hal sedana dilontarkan oleh wartawan senior Harian Kompas, Budiman Tanuredjo, mengatakan aksi tersebut substansinya tidak jelas.

"Saya rasa aksi kali ini (25 September 2019) substansinya kurang jelas, berbeda dengan aksi kemarin (24 September 2019) substansi yang disampaikan lebih jelas," ujar Budiman di Kompas TV.

Bentrokan antara pelajar dengan Kepolisian di pintu belakang gedung DPR/MPR, Rabu (25/9/2019). (Dok.Pri)
Bentrokan antara pelajar dengan Kepolisian di pintu belakang gedung DPR/MPR, Rabu (25/9/2019). (Dok.Pri)

Menyikapi aksi yang dilakukan oleh para pelajar, Koordinator Pusat Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Nurdiansyah, mengatakan aksi tersebut di luar ekspetasi dari gerakan mahasiswa. Ia menambahkan, gerakan mahasiswa yang dilakukan pada 24 September 2019 independence dan tidak pernah membangun komunikasi dengan para pelajar.

"Kalau dari mahasiswa, kita pure independence dari mahasiwa, kita juga mengkonsulidasikan dengan teman-teman mahasiswa di daerah seluruh Indonesia," ujar Nurdiansyah di Kompas TV.

Nurdiansyah menambahkan aksi para pelajar sangat disayangkan karena substansi yang ingin disampaikan tidak jelas. 

Namun, dari sudut pandang para pelajar, mereka mengatakan aksi tersebut merupakan bentuk solidaritas dari para pelajar. Bahkan, ada yang mengatakan, biarkan kakak mahasiswa orasi dan kami pelajar yang aksi.  

Yang membuat perihatin, ketika penulis menanyakan maksud dan tujuan mengenai aksi tersebut ke beberapa pelajar, mayoritas mereka hanya ikut-ikutan dari ajakan yang disebar melalui media sosial dan whatsapp.

Tak hanya itu, ada pula yang datang ke sana hanya untuk melakukan bentrok dengan aparat keamanan. '

"Yaa nyari darah bang," ujar salah satu pelajar yang ikut di aksi tersebut.

Meskipun banyak mendapatkan respon negative dari berbagai pihak mengenai aksi STM Melawan, namun para pelajar juga patut diapresiasi. Pasalnya aksi tersebut secara tidak langsung menyadarkan akan kondisi Indonesia.

Namun, yang perlu menjadi catatan untuk berbagai pihak entah itu sekolah, orang tua, pemerintah, mahasiswa, dan pihak terkait lainnya harus mampu memberikan pengertian ke para pelajar untuk tidak menyampaikan aspirasi secara anarkis.

Pasalnya jika tidak dicegah, takutnya di kemudian hari, secara tidak langsung melegalkan aksi penyampaian pendapat dengan cara anarkis.

Di balik, baik buruk aksi tersebut, ternyata provokator juga menyusup di aksi STM Melawan. Menurut pantauan penulis, hal tersebut terlihat ketika ada seorang pengemudi ojek online yang hampir menjadi sasaran amukan siswa pelajar.

Hal tersebut diawali ketika, Polisi menembakkan gas air mata ke para pelajar yang berada di pintu belakang gedung DPR/MPR RI.  Namun, tembakan tersebut justru mengenai pengendara ojek online yang sedang melintas.

Terkejut karena kena tembak gas air mata, sontak pengemudi ojek online terjatuh dari motor yang dikendarainya. Tak hanya itu, entah apa penyebabnya, setelah terjatuh akibat terkena tembakan gas air mata, di sekitar motor tersebut mengeluarkan api. Beruntung motor tersebut bisa diselamatkan dan tidak terbakar.

Pasca kejadian tersebut, pengemudi ojek online disarankan untuk memutar arah. Namun, ketika memutar arah, ada seorang yang berpakaian preman, menendang motor tersebut dan menuduh pengemudi tersebut adalah intel.

"Intel lu yah," ujar sang provokator sambil menendang motor pengemudi ojek online.

Melihat hal tersebut, sontak para pelajar mengerumuni pengemudi ojek online. Beruntung, karyawan salah satu kantor media ternama melihat kejadi tersebut dan menyelamatkan sang pengemudi ojek online.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun