• UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS -- Pasal 15 mewajibkan pemberi kerja mendaftarkan pekerja ke BPJS.
• UU No. 6 Tahun 2023 (Cipta Kerja) -- menegaskan pekerja outsourcing berhak atas jaminan sosial.
• KUHP Pasal 372-374 -- dugaan penggelapan dana pekerja yang dipotong tetapi tidak disetorkan.
• Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 -- menjamin setiap orang berhak atas pekerjaan serta imbalan dan perlakuan yang adil dalam hubungan kerja.
• PP No. 86 Tahun 2013 -- mengatur tata cara pemberian sanksi administratif bagi pemberi kerja yang tidak mendaftarkan pekerja dalam program BPJS.
"Ini bukan lagi pelanggaran administratif, tapi sudah masuk kategori pidana," ujar pakar hukum ketenagakerjaan dari Universitas Indonesia.
Dalam hukum Islam, kasus ini juga dianggap sebagai bentuk kezaliman:
- Harta pekerja dirampas secara batil (QS. An- Nisa: 29).
- Keadilan upah diabaikan, padahal Nabi Muhammad SAW menekankan: "Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
- Amanah dikhianati, karena perusahaan tidak menyalurkan dana yang dipercayakan oleh pekerja.
Konsep maqasid al-shari'ah (tujuan syariah) juga relevan. Tidak disetorkannya iuran BPJS berarti melanggar prinsip perlindungan harta (hifz al-mal) dan perlindungan jiwa (hifz an-nafs) pekerja.
Kasus di Bekasi hanyalah satu dari banyak kasus serupa. Data BPS tahun 2025 mencatat ada 7,4 juta pekerja outsourcing di Indonesia. Ironisnya, 60% dari mereka mengaku tidak memahami hak-haknya terkait jaminan sosial.
Pakar ketenagakerjaandari IPB University menegaskan bahwa persoalan outsourcing tidak akan selesai hanya dengan wacana penghapusan.