Tanpa persiapan
Saya adalah salah satu guru SD Swasta di kawasan Tebet Jakarta Selatan. Ini adalah cerita saya selama melakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)dari pertengahan Maret 2020-Awal Juni 2020 yang lalu.Â
Walaupun tulisan ini sebenarnya dibuat dalam rangka memenuhi tugas namun saya merasakan bahwa saya cukup senang berbagi pengalaman ini, pengalaman yang mungkin juga dialami oleh guru ataupun murid lainnya.Â
Bukan hal yang mudah memang berproses dengan begitu cepat selama 3 bulan PJJ diakhir semester genap tahun ajaran 2019-2020 itu. Â "Tanpa persiapan", lagi pula siapa yang ada persiapannya untuk proses semacam ini sebelumnya?Â
Jadi segala sesuatunya dilakukan dengan cepat. Cepat karena mau tidak mau, suka tidak suka, para guru khususnya harus segera mampu menyampaikan pembelajaran melalui media dimana kecanggihan teknologi menjadi intinya.Â
Kerja sama
Hal yang paling berkesan adalah kerja sama dengan sesama teman guru, orang tua murid dan murid yang terlibat dalam proses pembelajaran.Â
Bagian ini selama 3 bulan berhasil terlewati sehingga proses PJJ yang terasa bergulir dengan cepat itu berjalan dengan baik. Walaupun banyak kekurangannya namun banyak hal-hal baik yang telah didapatkan.Â
Hati yang rindu
Salah satu hal yang cukup berat adalah menahan rasa rindu yang tumbuh di dalam hati. Rindu pada anak-anak, rindu kebersamaan di kelas, rindu untuk sekedar berpelukan, sesuatu yang tentu saja tidak dapat dilakukan.Â
Sesuatu yang sesungguhnya tidak bisa secara sempurna digantikan dengan tatap muka selama pembelajaran online dilakukan. Belum lagi jikapun bertemu bukankah tidak ada berpelukan dalam protokol kesehatan selama corona ini?
Bukan tak mau aktif tapi handphone cuma satu
Ini adalah bagian tersedihnya. Walaupun guru sudah berusaha semaksimal mungkin menguasai teknologinya namun tetap tidak bisa secara sempurna menyentuh semua murid kelas.Â
Selama tiga bulan tersebut ada murid yang mengalami kendala sehingga jarang aktif dalam pembelajaran tatap muka secara online, lama baru mengumpulkan tugas dan seolah hilang begitu saja jika tidak dihubungi berulang-ulang.Â
Usut punya usut ternyata handphonenya hanya satu namun pemakainya ada empat. Handphonenya punya Mama yang bekerja dari rumah, dengan anak-anak kelas 2, kelas 4 dan kelas 5.Â
Akhirnya yang bisa dilakukan hanya melakukan pengulangan pemberian tugas dan juga kelonggaran waktu. Semua memang sudah terlewati. Namun seakan menyisakan persoalan tanpa jalan keluar karena bukan hal yang mudah membeli Handphone dalam kondisi keuangan yang sedang kurang baik.Â
Ketika memasuki awal semester 2020-2021 dengan sistem PJJ ini apakah akan terjadi hal yang sama? Walaupun belum tahu caranya, saya sungguh berharap dan berdoa semoga ada jalan keluarnya.Â
Gadget khususnya handphone jadi satu hal yang utama
Mengakhiri tulisan ini, saya merasakan bahwa memang pada masa PJJ ini gadget khususnya handphone menjadi salah satu media yang utama dalam proses pembelajaran. Semoga sisa masa PJJ ini bisa berjalan dengan lebih baik lagi.Â