Mohon tunggu...
Duhita Dundewi
Duhita Dundewi Mohon Tunggu... -

nothing special

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi Berhasil

2 Mei 2012   16:08 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:49 1126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ya, berhasil mengesani sebagian publik Jakarta sebagai pemimpin yang populis, alias merakyat. Dia berhasil memikat hati sebagian kelas menengah pembaca dan pemerhati berita di Jakarta. Dia sempat menjadi sorotan dengan sepak terjangnya dalam pemberitaan itu. Apalagi setelah resmi dicalonkan sebagai Cagub berpasangan dengan Cawagub Ahok. Jokowi naik Kopaja, jadi berita. Jokowi naik bus way, jadi berita. Jokowi jalan-jalan ke Blok M, jadi berita. Jokowi nongkrong di Gang Potlot, juga jadi berita, bahkan dibesar-besarkan.

Beberapa tokoh memberi nilai positif terhadap sepak terjang Jokowi itu. Seperti yang dikutip pernyataannya oleh Ridwan Garcia dalam tulisan: Jokowi, Bukan Tong Kosong. Komentar Abraham Samad tidak sepenuhnya bisa kita amini. Tidak pada bagian yang 'memberi inspirasi.’ Apalgi komentar Eep Saefulloh Fatah, yang menyebut Jokowi sebagai 'pemimpin hebat yang bekerja normal,' sepenuhnya harus diragukan. Lain soal jika Eep mengatakan hal itu dulu, sebelum dia menjadi konsultan politik, ketika dia masih menyandang predikat sebagai ilmuwan politik, atau paling tidak sebagai pengamat politik.

Eep sekarang adalah konsultan politik, pemilik sebuah perusahaan konsutan politik, dan bekerja untuk klien-klien politik, yang tentu saja, menyaratkan pemihakan. Tidak istimewa ketika dia mengatakan dirinya mendukung Jokowi, karena saya sempat mendengar dari seorang kawan, yang bercerita tentang Eep yang datang ke Solo, untuk bertemu dengan Jokowi dan menjadi konsultan politiknya. Apakah Eep sekarang konsultannya Jokowi, silakan dikonfirmasi kepada yang bersangkutan.

Terlepas dari itu, perhatikan pernyataan Eep tentang Jokowi sebagai pemimpin hebat (bisa) ‘bekerja normal.’ Eep lupa tentang relativitas normalitas. Apa yang disebut normal di satu tempat dan kurun waktu tertentu, belum tentu normal di tempat dan waktu lain. Membandingkan Kota Solo dengan Daerah Khusus Ibukota, jelas salah kaprah. Sebutannya saja sudah ‘daerah khusus’, berarti ibukota ini perlu ‘treatment’kepemimpinan yang khusus pula (jangan dikonotasikan kepada pemimpin berkumis yang ‘mengaku’ ahli itu). Jika Eep menyebut Jokowi sudah tujuh tahun membuktikan keberhasilannya di Solo. Camkan ini baik-baik: di Solo! Sebuah kota yang relatif tenang dan homogen masyarakatnya, dengan status administratif di bawah provinsi.

Jika jalan-jalan ke pasar dengan berlenggang-kakung bagi seorang Walikota Solo, bisa disebut normal, menjadi tampak berlebihan jika dia melakukannya di ibukota. Jokowi tetap melakukannya di Jakarta, seperti yang sudah dilakukannya di Solo, berarti dia tidak normal (untuk tidak menyebut abnormal). Nyatanya memang tidak normal, karena ketika dia jalan-jalan naik-turun Kopaja itu diikuti oleh wartawan pula. Buktinya, ada beritanya. Dengan nada redaksi yang sama di beberapa media massa. Baik cetak, maupun elektronik. Silakan cek ulang, hanya untuk membuktikan sepak terjang Jokowi bukannya nir-skenario. Seperti skenario pencalonannya yang sudah dibuka oleh TEMPO, edisi 26 Maret – 1 April 2012.

Soal normalitas, Eep sebaiknya ingat pepatah ini: lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Sama-sama ikan, tidak ada yang meragukannya bisa berenang. Tapi jika ikan air tawar mencoba berenang di lautan, berarti dia sedang menjemput kematian. Begitu juga sebaliknya. Untuk bisa melakukannya perlu berevolusi, melalui proses belajar dan adaptasi yang berjangka panjang. Tujuh tahun katanya, Jokowi sudah berkiprah sebagai pemimpin. Ya, di Solo, yang tidak akan membuatnya berevolusi menjadi ikan yang sanggup mengarungi lautan dan samudra ibukota, yang berair asin. Kecuali, ibukota ini diubah menjadi kolam air tawar yang tenang demi Jokowi mendapatkan habitatnya. Sungguh berlebihan!

Jokowi berhasil mengesani publik Jakarta sebagai pemimpin populis. Tapi, apakah Jokowi benar-benar populis? Saya sangat meragukannya. Jokowi bukan tong kosong! Benar, jika dia memimpin Kota Solo. Dan benar-benar menjadi tong kosong yang berisik bunyinya ketika dipukul-pukul di ibukota.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun