Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Karet

27 Agustus 2015   15:40 Diperbarui: 27 Agustus 2015   15:40 712
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Dan
Nafas yang kuhirup berada di tengah helaan panjang intrik kehidupan
Aku membujurkan kaki telanjang di bawah rerindang pohon karet yang tak henti mengucurkan getah putih dari tikaman belati

Aku dijuluki Manusia Karet
Entah – apa karena pekerjaanku sebagai buruh penyadap karet, atau karena wajah keriputku yang bisa ditarik menyerupai karet?
Aku tak peduli itu

Yang jelas
Sekarang aku – bahkan seluruh masyarakat sekelilingku sedang menerima azab atau mungkin balas dendam dari para karet

Saatnya hitung-hitungan
Tentang mekar tawa yang pernah ia suguhkan
Tentang sumringah senyum kelopak yang pernah ia berikan
Hingga waktu berjingkat bahagia menggugurkan resah dan derita hidup layak tak berkesudahan

Begitu mendendamnya ia
Mengunggah fana dimana-mana – di tengah kota maupun di desa

Aku lupa pada masa lalu yang mestinya memikirkan waktu kini
Tak ada kuncup yang tak berbunga hingga tiba musim petik
Tak ada waktu yang berjalan mundur ke masa silam
Dan tak ada akibat yang terjadi tanpa adanya sebab

Karet – telah membanting harganya sendiri
Dan menyeret kaki-kaki tua menuju jurang
Tanpa tahu dimana perjalanan akan berakhir
Karena titian tidur tiada pernah bangun walau sekedar berselang

Lihatlah
Para penghuni bumi pun runtuh bersama tangan takdir
Tak ada lagi pedang terhunus menghujam pohon karet layaknya dendam pendekar kelana
Tak ada lagi surai cahaya yang menyusup di sela-sela dedaunannya
Tak ada lagi tawa-tawa manusia menangkup hari diantara pepohonannya

Semua termangu
Menunggu karet membangkitkan jaya
Sampai manusia tak lagi pandir
Dan lahir untuk bangkit kembali

Aku pun
Masih membujurkan kaki telanjang di bawah rerindang pohon karet yang tak henti mengucurkan getah putih dari tikaman belati
yang kini
Tak ada makna lagi

  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun