Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Menembus Hujan Badai di Puncak Gunung Dempo

16 Februari 2021   13:51 Diperbarui: 19 Februari 2021   19:45 2151
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami menancapkan benderah HUT 125 Tahun BRI, lalu menyempatkan diri untuk berphoto, membuat sedikit video, berdoa, mengucapkan terima kasih kehadirat Ilahi yang telah menyehatkan kami dan menyelamatkan perjalanan kami ke Puncak Dempo. Rasa haru membuat isak tangis tak tertahan lagi.

Usai berdoa, kami langsung turun menuju shelter dua, tak ingin lagi melanjutkan perjalanan menuju kawah gunung apalagi berada di pelataran gunung, hujan badai adalah penyebabnya. Turun gunung tidaklah se-ekstrim saat mendaki.

Entah apa yang terjadi, perjalanan menurun menjadi lebih ringan, singkat cerita setiba di shelter dua kami masih menjumpai rombongan anak-anak muda tersebut termasuk Nissa dan Rika. Mereka menunggu badai reda untuk bermalam di puncak, sementara kami meneruskan perjalanan turun gunung hingga ke Kampung 4 Dempo.

Ada cerita menarik selama perjalanan turun, kami bersembilan sering berjarak cukup jauh. Aisyah masih terus memimpin di depan dengan Fanie, Arga dan Dody. Sementara aku dikawal oleh Agung, Darman, Fahen dan Supri di bagian belakang.

Namun sering aku berjalan sendirian, karena Fahen yang berada di depanku selalu jauh meninggalkan, sementara yang di belakangku kerap tak muncul. Saat-saat seperti itulah hadir burung jalak hitam yang terbang di depanku seolah menunjukkan jalan, aku mengikutinya sampai bertemu lagi dengan Fahen yang menunggu. Begitu seterusnya.

Menjelang Maghrib kami tiba di Pintu Rimba, namun Darman dan Supri  belum terlihat. Dipanggil tak ada jawaban. Mengingat hari mulai gelap, maka Fanie meminta kami langsung menuju Kampung 4, sementara dia bersama Fahen menunggu Darman dan Supri.


Tersebab persediaan minum sudah habis, tanpa berpikir panjang Agung memetik buah blue berry yang banyak terdapat di sekitar situ, belum sempat aku mengingatkan ia sudah memakannya. Manis, katanya. Kami semua terdiam, berharap apa yang sering diceritakan tidak akan terjadi.

Setelah memastikan keberadaan Darman dan Supri yang menyahut saat dipanggil, kami berempat segera berjalan meninggalkan pintu rimba menuju kebun teh. Sementara Fanie dan Fahen menunggu mereka.

Foto: Dokumentasi Pribadi
Foto: Dokumentasi Pribadi
Dalam sisa perjalanan yang sebenarnya ringan dan pendek,  Agung mengalami dehidrasi, ia hampir tak bisa melangkah, bibirnya pecah-pecah dengan wajah memelas dan lemah. Tak air yang bisa diminum. Berhenti di tengah jalan menunggu rombongan di belakang bukan pilihan yang tepat, karena khawatir bertemu binatang buas.

Di tengah rerimbunan pepohonan yang menutupi kiri kanan dan atas jalan, tiba-tiba aku mendengar Aisyah yang berjalan di depanku berteriak : "Ayah, ada anak kucing" lalu ia membungkuk  seperti menyapih anak kucing tersebut. Aku langsung mengingatkannya, "Ais, zikir.... Zikir, jangan kau pedulikan anak kucing itu", dan aku memegang tangan Aisyah untuk meneruskan perjalanan.

Akhirnya sampai juga ke perkebunan teh, kami memilih istirahat sejenak, dan menjilati air yang menempel di daun teh, lumayan untuk menghilangkan haus. Tapi beda dengan Agung, dia terus mengeluhkan kerongkongan dan nafasnya yang tersengal-sengal. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun