Mohon tunggu...
DuaBahasa
DuaBahasa Mohon Tunggu... Freelancer - Words are mighty powerful; it's the Almighty's word that perfected our universe

Terus mencoba membuat alihan bahasa yang enak dibaca

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Meliatkan Pribadi Menjadi Sang Pengasih (15): Menyimak Tidak Mudah

25 Juni 2022   00:30 Diperbarui: 25 Juni 2022   00:31 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
[The Penguin International Thesaurus of Quotations - Rhoda Thomas Tripp]

Akan jauh lebih baik tentunya jika perasaan cinta itu ada, tapi andai pun tidak ada perasaan cinta, komitmen atau tekad untuk mencintai, kehendak untuk mencintai akan tetap ada dan akan tetap dia jalankan. Sebaliknya, orang yang mencintai bukan hanya bisa tetapi juga harus berupaya untuk tidak melakukan sesuatu hanya berlandaskan perasaan cinta.

Ada kemungkinan saya bertemu dengan seorang wanita yang sangat menarik, yang ingin saya cintai. Namun karena rumah tangga saya bisa rusak jika saya berselingkuh, maka saya akan katakan kepada wanita itu, atau kepada diri sendiri, "Saya rasanya ingin mencintai kamu, tapi saya tidak mau."

Saya pun bisa menolak pasien baru yang luar-biasa menarik dan besar peluangnya akan berhasil dalam terapi karena saya sudah memutuskan untuk menangani pasien lain yang tidak semenarik pasien baru tadi dan juga lebih sulit ditangani.

Perasaan cinta saya mungkin tidak terhingga tapi kemampuan saya untuk mencintai terbatas. Oleh sebab itu saya harus memilih siapa yang menjadi fokus cinta saya, siapa yang hendak saya cintai. Cinta sejati bukan perasaan yang membuat kita kewalahan. Cinta sejati adalah keputusan yang diambil dengan bijaksana dan dengan komitmen penuh.

Umumnya orang cenderung salah mengartikan cinta sebagai perasaan cinta, dan mereka lalu membohongi diri sendiri. Bisa saja terjadi pecandu alkohol datang ke bar, dan sambil minum-minum dia bercerita kepada bartender sambil berlinang air mata, "Saya sangat mencintai keluarga", sementara isteri dan anaknya yang sedang butuh perhatian dia tinggalkan begitu saja di rumah.

Orang-orang yang menelantarkan anak- anak mereka begitu saja biasanya menganggap diri mereka orang tua yang sangat penyayang. Mereka yang menganggap cinta sama dengan perasaan cinta umumnya orang yang mementingkan diri sendiri. Mudah dan pastinya menyenangkan melihat ada cinta pada apa yang dirasakan seseorang, namun menemukan cinta pada sesuatu yang dilakukan orang bisa jadi bukan hal yang mudah dan tentunya tidak menyenangkan.

Mengingat cinta sejati adalah perwujudan kehendak yang umumnya bukan sekadar perasaan cinta atau kateksis sesaat, ada benarnya ungkapan berikut, "Love is as love does" (cinta itu 'sikap dan perbuatan). Cinta dan bukan cinta, seperti halnya adalah sesuatu yang obyektif dan tidak sepenuhnya subyektif.

Menyimak Bukan Hal Mudah

Setelah mengulas beberapa hal yang bukan termasuk cinta, kita sekarang akan menelaah apa yang bisa disebut sebagai cinta. Pada awal bab ini dijelaskan bahwa cinta adalah upaya. Saat kita mengembangkan diri, ketika kita berjihad atau bekerja lebih keras, -semua itu kita lakukan dengan melawan rasa malas yang membuat langkah kita tersendat atau melawan rasa takut yang membuat kita lumpuh.

Upaya mengembangkan diri atau menghentikan rasa malas yang membelenggu; inilah yang kita sebut sebagai upaya. Menghadapi rasa takut; inilah yang kita sebut keberanian. Jadi, cinta adalah kerja atau keberanian. Lebih jelasnya, cinta adalah kerja atau keberanian untuk membuat spiritualitas kita atau spiritualitas orang lain tumbuh.

Kita bisa saja berupaya atau berani melakukan hal lain, bukan berupaya atau berani menumbuhkan spiritualitas. Itulah alasannya mengapa semua upaya dan semua keberanian bukanlah cinta. Tetapi karena diri kita harus berkembang, cinta selalu mewujud entah dalam bentuk upaya atau keberanian. Jika ada perbuatan yang bukan perwujudan upaya atau keberanian, perbuatan tersebut tidak bisa disebut sebagai perbuatan cinta. Hanya itu; tidak ada yang lain.

Wujud pokok dari perbuatan cinta atau upaya mencintai adalah perhatian. Bila kita mencintai orang lain, kita memberi dia perhatian; kita membantu orang tersebut tumbuh. Bila kita mencintai diri sendiri, kita membantu diri kita tumbuh. Bila kita membantu seseorang, kita peduli pada orang tersebut. Untuk bisa membantu orang, kita harus berusaha menghentikan terlebih dulu apa yang sedang kita lakukan (seperti ulasan tentang disiplin mendahulukan prioritas dan keseimbangan atau 'bracketing'), dan mengalihkan perhatian kita.

Memperhatikan adalah perwujudan kehendak, upaya untuk melawan untuk kelembaman pikiran kita sendiri. Seperti yang dikatakan Rollo May, "Bila kita telaah apa yang dimaksud dengan kehendak menggunakan semua perangkat psikoanalisis modern, kita akan disadarkan bahwa atensi atau intensi adalah apa yang mendasari kehendak. Upaya yang dilakukan dalam melaksanakan kehendak sesungguhnya merupakan upaya memperhatikan. Yang sulit dalam melaksanakan kehendak adalah menjaga pikiran tetap jernih; ini artinya, tidak mudah membuat perhatian kita tetap terarah."*

Cara paling baik dan banyak dilakukan orang dalam memberi perhatian adalah mendengarkan. Amat banyak waktu yang kita pakai untuk mendengarkan tapi hampir semuanya terbuang percuma karena hampir tidak ada orang yang mampu mendengarkan dengan baik.

Seorang psikolog bidang ketenagakerjaan menjelaskan kepada saya bahwa banyaknya waktu yang kita curahkan untuk mengajarkan mata pelajaran tertentu kepada anak-anak di sekolah berbanding terbalik dengan seberapa sering anak-anak akan memanfaatkan apa yang dipelajarinya tersebut ketika tumbuh dewasa.

Pemimpin perusahaan meluangkan waktu kira-kira satu jam untuk membaca, dua jam berbicara dan delapan jam mendengarkan. Sayangnya, kita menghabiskan banyak waktu mengajari anak-anak cara membaca tapi sedikit sekali waktu untuk mengajari mereka cara berbicara dan biasanya malah tidak ada waktu yang kita sisihkan untuk mengajari mereka cara mendengarkan.

Saya kira tidak ada gunanya mengubah kurikulum hanya supaya apa yang diajarkan di sekolah benar-benar sesuai dengan apa yang kita kerjakan setelah lulus, tetapi ada baiknya kita mengajari anak-anak cara mendengarkan -- tujuannya bukan supaya mereka lebih mudah mendengarkan tetapi supaya mereka sadar bahwa mendengarkan itu tidak mudah.

Mendengarkan dengan seksama sama dengan memperhatikan, jadi dibutuhkan kerja keras. Orang tidak mendengarkan dengan baik karena mereka tidak menyadari hal ini atau karena mereka tidak ingin melakukan kerja tersebut.

Belum lama ini saya menghadiri ceramah yang dibawakan seorang tokoh terkenal tentang hubungan antara psikologi dan agama -- topik yang bagi saya selalu menarik. Saya lumayan menguasai pokok bahasannya karena memang minat saya di situ, dan langsung tahu bahwa penceramah tadi memang betul-betul orang yang menguasai bidangnya. Juga saya rasakan bahwa dia membawakan ceramah dengan cinta karena berbagai konsep abstrak yang sulit dimengerti oleh kami sebagai pendengar dia sampaikan dengan susah-payah dan dengan segenap hati, antara lain dengan memberi contoh.

     [bersambung ke bagian 16]

     Diterjemahkan dari buku The Road Less Traveled (Section: Love), karya M. Scott Peck

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun