Mohon tunggu...
Rofiqul Irfan Bahroni
Rofiqul Irfan Bahroni Mohon Tunggu... -

seorang yang ingin terus belajar dan mengejar mimpi menjadi kenyataan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Bahasa Kita, Nasionalisme Kita

19 April 2014   09:47 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ini adalah murni curahan hati dan pemikiran saya sebagai seorang awam tentang bahasa. Bahasa bukanlah bidang kepakaran saya. Tapi saya sangat suka mengamati dan mempelajari bahasa. Saya percaya bahasa merupakan pencerminan sikap suatu bangsa karena bahasa merupakan kebudayaan yang secara nyata mereka kembangkan.

Baiklah, marilah kita sejenak menengok bahasa kita. Bahasa persatuan yang kita banggakan itu. Bahasa yang membuat kita bisa bertegur sapa dengan saudara beda suku ataupun puak. Bahasa yang kita agungkan sebagai bahasa kebangsaan, sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia.

Kita mulai dari bangku sekolah ,tempat pengajaran bahasa kita ini. Masih ingatkah tentang masalah RSBI? . Yaitu sebuah penyetaraan sekolah dengan menempatkan bahasa Inggris sebagai bahasa utama, menggusur bahasa Indonesia secara kasar dan sebelah mata. Alasan yang diusung selalu sama, berusaha mengenalkan siswa,penerus bangsa, dengan dunia internasional. Selalu berdalih bahwa bangsa kita tidak akan maju dan berkembang bila tidak bisa berbahasa asing. Masalah ini belum termasuk minat siswa kita sendiri terhadap bahasa. Coba tengok sekali lagi, apakah sistem pendidikan kita membolehkan adanya penjurusan bahasa pada pendidikan tingkat atas? yang ada adalah jurusan IPA dan IPS.

Sekarang tengok penggunaan bahasa Indonesia dalam pergaulan kita sehari-hari. Saya maklum bila bahasa Indonesia kita terpengaruh bahasa daerah karena suku kita yang konon beratus puak itu. Ini malah menjadi semacam bumbu penyedap dalam khasanah bahasa kita. Namun, apakah bumbu penyedap itu harus kita datangkan dari luar negeri, dari tempat antah berantah. Padahal kita sendiri yakin memiliki bahasa yang begitu banyak.

Baiklah, maksud saya di sini adalah kita seakan menjadi bangsa yang latah. Kita latah dengan niat menjadi bangsa yang dapat berhubungan secara verbal dengan bangsa asing, lalu lantas seakan menganggap bahasa asing (wajib baca: bahasa Inggris) sebagai bahasa yang keren.

Lihat saja acara televisi kita. Dari sekian banyak saluran atau kanal yang ada, kebanyakan menggunakan bahasa Inggris sebagai judul mereka misalnya : Wideshot, Primetime News, ILK, CCTV, Academy Dangdut,Indonesian Idol,dll. Belum lagi bila Anda tidak keberatan memperhatikan kata live dalam siaran mereka. Astaga naga, kenapa tidak menggunakan kata langsung saja untuk merujuk bahwa itu merupakan siaran langsung.  Kenapa tidak menggunakan bahasa Indonesia saja, toh saya yakin penontonnya orang Indonesia. Coba pikir, memang ada orang asing yang sudi menonton acara kita, kecuali mungkin mereka sengaja belajar bahasa Indonesia.

Hal di atas belum parah, belum seberapa. Masih ada lagi yang ingin saya curahkan kepada Anda semua. Perhatikan kata pembawa acara yang telah beralih menjadi host. Namun ini juga belum seberapa, sekarang perhatikan setiap pembawa acara, atau yang mereka lebih senang disebut host itu. Perhatikan setiap kata yang mereka pilih, perbendaharaan kata mereka, karena itu mencerminkan pemikiran mereka. Terkadang saya geli sendiri. Terkadang kita akan mendengar kata bahasa Inggris yang dengan setololnya dipakai dalah bahasa Indonesia, meski bahasa Indonesia memiliki terjemahan untuk kata itu sendiri. Contoh : kita harus memaintain benteng pertahanan, saya sangat enjoy, saya excited banget, kita musti mempush dan mempressure , dll. Bukankah kata maintain bermakna memelihara/menjaga, push berarti mendorong, dan pressure berarti menekan. Kita seakan bangsa yang latah , mau meniru semua hal yang terlihat keren tanpa mencernanya dulu.

Saya menganggap keadaan ini sebagai “rendah diri dalam bahasa”. Kita selalu menganggap bahasa Inggris lebih keren, lebih terpelajar. Maka sekarang lihatlah, bahasa Indonesia kita harus berjuang mati-matian melawannya.

Saya sendiri bukan seorang yang anti-bahasa Inggris, malah bidang saya sangat memerlukan kecakapan ini. Saya sangat mencintai bahasa, termasuk bahasa isyarat yang saya sedang mengusahakan mempelajarinya.

Maka hemat saya, kita harus menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris pada kedudukan serta porsi yang baik, benar dan pas. Kalau kita ingin menggunakan bahasa Inggris, gunakanlah bahasa Inggris utuh satu kalimat. Jika hendak bercakap bahasa Indonesia maka lafalkan maksud kita dengan setiap kata bahasa Indonesia.Gunakan bahasa Inggris pada tempat yang tepat. Mari kita hentikan mencampur-adukan bahasa dengan kasar.

Selain itu saya juga berpendapat bahwa, ada baiknya UKBI (Uji Kemahiran Bahasa Indonesia) diwajibkan bagi Penutur Asli , kita orang Indonesia, terutama bagi yang bekerja sebagai PNS, wartawan, politikus dan pejabat publik. Bahkan ada baiknya para seniman kata (penyair dan penulis lagu) perlu melakukan hal ini, mengingat mereka adalah pujangga peradaban.

Itu jika kita memang menyayangi bahasa Indonesia kita ini. Kita harus percaya diri dengan bahasa kita. Jangan sampai bahasa kita menajdi bahasa mati seperti bahasa latin.Ini adalah murni curahan hati dan pemikiran saya sebagai seorang awam tentang bahasa. Bahasa bukanlah bidang kepakaran saya. Tapi saya sangat suka mengamati dan mempelajari bahasa. Saya percaya bahasa merupakan pencerminan sikap suatu bangsa karena bahasa merupakan kebudayaan yang secara nyata mereka kembangkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun