Mohon tunggu...
Zaini K. Saragih
Zaini K. Saragih Mohon Tunggu... Dokter - dr. Zaini K. Saragih Sp.KO

Dokter spesialis olahraga, praktek di beberapa rumah sakit di Jakarta. Mantan dokter timnas dan komite medis PSSI. Saat ini sebagai chairman Lembaga Anti Doping Indonesia (LADI) dan Indonesia representative board SEARADO (South East Asian Ragional Anti Doping Organization)

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Pentingnya Long Term Athlete Development bagi Olahraga Nasional

4 November 2017   16:58 Diperbarui: 1 Januari 2022   13:42 3792
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk menjadikan atlet yang berprestasi, sudah kita ketahui diperlukan persiapan yang panjang, terstruktur dan sistematis.

Persiapan panjang saja, tanpa struktur dan sistematika yang baik tidak akan menghasilkan keluaran yang maksimal (atlet unggul). Apalagi tanpa persiapan panjang alias persiapan berorientasi event; model TC (training centre; pelatnas), seperti yang dilakukan selama ini, hasilnya tidak membanggakan.

Ada beberapa cara menyiapkan atlet sejak dini, namun yang umum dan paling mudah digunakan adalah model LTAD oleh Ishtvan Balyi.

Model LTAD Balyi ini seperti template yang berlaku umum untuk cabang olahraga late specialization. Untuk penjabaran program yang lebih detil perlu penyesuaian sesuai cabang olahraganya.

Gymnastics Coaching.com
Gymnastics Coaching.com
Template LTAD Balyi ini telah digunakan di berbagai negara sebagai platform pembinaan atlet jangka panjang.

Dengan fase tersebut, akan menjadi jelas pembagian tanggung jawab pembinaan, misalnya antara pemerintah dan swasta, amatir dan professional dan seterusnya.

Dengan adanya tahapan perkembangan, juga dapat disiapkan jenjang karir atlet, sejak kecil hingga puncak prestasi dan pensiun sebagai atlet. Jenjang kompetisi juga dapat lebih jelas ditata, sesuai dengan tumbuh kembang anak (atlet).

Contoh, kompetisi di bawah usia 12 tahun, akan menilai banyak aspek, seperti tingkat partisipasi, kedisiplinan, sportivitas, fairness dan lain-lain, jadi aspek "menang atau kalah" bukan satu-satunya penilaian.

Salah satu cabang olahraga yang sangat baik dan rapi pengelompokannya adalah sepakbola. FIFA telah membuat berbagai jenjang pentahapan atlet, dari mulai senior (diatas 23 tahun), U23 untuk kejuaraan multi event (Olympiade, Asian Games, SEA Games), U21, U19 dan U16.

Di bawah usia itu tidak diatur FIFA, namun dilepas kemasyarakat, seperti Festival Danone U12. Sayangnya pembinaan berjenjang seperti ini belum dapat dilakukan PSSI secara optimal.

Beberapa tahun terakhir, kita dengan gembira menyaksikan bagaimana tim U19 dapat berkompetisi dengan sangat baik. Namun bagaimana kelanjutan para pemain tersebut? Sesudah melewati fase U19, para pemain kita seyogyanya masuk Fase "training to win". Artinya pola latihan dan kompetisi yang mereka jalani harus mengalami perubahan dari fase sebelumnya. 

Sayangnya kita tidak memiliki sarana dan prasarana untuk itu. Kita lihat ada berapa klub yang terakreditasi? Bagaimana bisa kompetisi liga berjalan dengan banyak kericuhan? Ketentuan kuota pemain asing yang "aneh", sistem administrasi liga tidak rapi dan seterusnya. Pertanyaannya; Perlu berapa lama lagi ini akan berubah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun