Mohon tunggu...
Jazz
Jazz Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Follow, Komen dan Like

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Masihkah Indonesia Membutuhkan Anak Generasi Bangsa Cerdas, Berilmu, dan Beradab?

23 Agustus 2025   15:51 Diperbarui: 23 Agustus 2025   15:51 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar : Guru mengajar di kelas Sumber : dokumen pribadi

Generasi Anak Bangsa dibentuk

Siapakah yang bertanggungjawab untuk menciptakan generasi anak bangsa yang hebat? Guru, orang tua, dan murid sendiri adalah satu kesatuan yang tidak dapat berdiri sendiri. Seperti segitiga yang saling terkait, semua terintegrasi di dalamnya. Anak memulai hari dari rumah. Ketika bangun tidur anak bertemu dengan orang tua di rumah, bukan bertemu langsung dengan guru. Maka, pendidikan dasar dimulai dari rumah.

Hal yang sudah bosan didengar adalah orangtua sebagai contoh dan panutan bagi anak. What children see, what children do. Apa yang anak lihat itu yang anak lakukan. Anak adalah peniru ulung, mereka sangat pandai menjiplak plek ketiplek perilaku apa yang mereka lihat. Sudahkan kita sebagai orang tua memberikan contoh yang baik untuk anak-anak di rumah?

Kasih sayang yang tulus dari orangtua akan sampai ke lubuh hati terdalam anak-anak. Kasih sayang yang hanya sekedarnya bahkan dibungkus semanis dan secantik mungkin tidak akan sampai ke lubuk hati anak yang terdalam. Ketika anak ingin bermain atau ingin sedikit waktu dari ibunya, ibu malah berlaku sibuk seolah tak bisa mem-pause sejenak kesibukannya. Ketika ibu tak sibuk dan hati ibu ploong, ibu bermanis madu terhadap anak. Ketika anak mengicip rasa manis yang ibu berikan, ibu langsung menarik diri dan ingin melanjutkan kesibukan lain. Apakah tangki kasih sayang anak ini terpenuhi? Tidak. Lalu anak merengek atau menangis disertai drama yang membuat ibu semakin kesal dan terbebani. Ibu memilih solusi membelikan sesuatu yang menarik untuk mendistraksi si anak. Begitulah pola asuh anak yang saat ini banyak terjadi.

Bukan Sekedar Mengajar, tapi Mendorong Anak jadi Hebat

Libur akhir minggu tak membuat orang tua terbebani bersama anak di rumah. Tetapi jika libur sudah lebih dari 3 hari, orang tua akan mengeluhkan sulitnya mengasuh anak di rumah. Kehadiran anak di rumah saat masa libur sekolah menjadi beban, " Lama banget liburnya." Bahkan tak sedikit dari mereka yang mencarikan kegiatan diluar sekolah semasa libur sekolah. Sama artinya orang tua melepas anak dari rumah alih-alih supaya ada kegiatan diluar rumah tidak bermain gadget sepanjang hari semasa liburan.

Sayangnya anak tidak hanya membutuhkan aktivitas diluar rumah yang mana beraktivitas dengan orang lain bukan bersama orang tua. Mereka lebih membutuhkan kasih sayang dan waktu kebersamaan dengan keluarga. Tertawa bersama orangtua adalah hal yang sangat melekat bahkan tersimpan dalam memori jangka panjangnya. Mungkin suatu hari nanti, orang tua tidak ingat tapi anak akan mengingat kejadian yang berkesan baginya.

Sebagian dari orang tua merasa menyekolahkan anak adalah hal yang menyenangkan. Saat anak sekolah, mereka bisa me time dan menghabiskan waktu tanpa harus merasa terganggu. Miris sekali padahal anak kandung sendiri. Jika adalah masalah di sekolah, sebagian orang tua merasa heboh sendiri merasa anak adalah anak yang paling berharga dan disayang. Sesampainya di rumah anak dibiarkan alih-alih melatih anak supaya mandiri.

Di sekolahpun sama halnya, begitu indah jika guru tak hanya mengajar di kelas karena mendapat gaji yang tidak sesuai harapan, beban tugas yang overload, namun masih ada guru yang memiliki intensi khusus untuk menyelipkan nilai- nilai moral di kelas. Bukan sekedar mendeliver materi per hari di kelas lalu absen ceklok datang dan pulang. Digugu dan ditiru, guru di sekolah adalah panutan dan teladan anak-anak. Pada beberapa anak bahkan lebih patuh dan mendengar apa kata gurunya daripada orangtuanya. Tak bisa dihindari untuk beberapa kasus ada anak-anak spesial di kelas walau berbuat salah, mengingat orangtua anak itu adalah orang yang berpengaruh di sekolah, tetap mendapat pembelaan dan pembenaran dibanding anak yang sudah nyata menjadi korban.

Sebelum menjadi guru, ia juga belajar. Setelah menjadi guru, tentunya ia juga akan terus belajar. Belajar bisa darimana saja, termasuk dari para murid. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun