Mohon tunggu...
DP Anggi
DP Anggi Mohon Tunggu... Fleelance Writer & Ilustrator -

Raudah-Raudah Sajadah (2013), Hati yang Lillah Mencintai (2016), Diari Kecil di Jalan Cinta-Mu (2016) ❤Puisi❤Ilustrasi❤Doodling❤crocheting❤painting

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[KC] Meraih Makna Cinta

2 Oktober 2015   11:48 Diperbarui: 2 Oktober 2015   11:48 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Doc. Pribadi"][/caption]

DP Anggi No. 72

 

“(Mungkin) jatuh cinta itu sederhana. Sesederhana ketika kita menginginkan pelangi, namun untuk melihatnya saja, kita harus melewati hujan dan panas yang silih berganti.”

 

Hari ini, adalah September di tahun kedua. Di antara kabut asap yang sempat menyelimuti, aku terus saja merajut kesibukan dan menyerahkan diri pada kesepian. Bukan menyepikan diri, hanya saja aku benar-benar merasa belum menemukan diriku yang utuh. Kesibukan pun, sengaja kupadatkan agar hatiku tak selalu bertanya, “Bagaimana rasanya jatuh cinta?”

Aku mendengar dari teman-teman sejak pendidikan dasar, perguruan tinggi hingga kini bekerja, jatuh cinta hanya indah awalnya, nelangsa akhirnya. Jatuh cinta bisa berkali-kali dan patah hati pun lebih dahsyat dari itu. Aku sempat membayangkan, jika hati itu adalah ban. Bagaimana bisa ban yang itu dibocorkan berkali-kali lalu ditambal-tambal lagi? Seperti apa bentuk ban itu?

Perempuan yang disibukkan oleh cinta—menurutku, selalu ingin berada didekat orang yang ‘katanya’ ia cintai. Tetapi, yang membuatku bingung adalah, perempuan ini selalu minta untuk dihampiri. Maksudku, mereka jarang sekali bicara lebih dulu sebelum lelaki bicara. Mereka takkan mengungkapkan rindu secara langsung melainkan dengan sindiran saja. Mereka menjadi lebih aneh, lebih aneh daripada saat mereka belum disibukkan cinta. Bukankah cinta itu, ‘katanya’ saling memberi dan menerima? Kenapa ini maunya menerima saja?

Sedangkan lelaki yang jatuh cinta, kerap melakukan pengorbanan yang tak masuk akal. Mereka berkorban seolah-olah memang itulah cintanya. Itulah istrinya. Itulah satu-satunya perempuan yang padanya kehidupan akan ia jalani bersama. Tetapi, setelah beberapa bulan atau tahun, mereka melakukan pengorbanan serupa dengan perempuan yang berbeda. Bukankah cinta itu, ‘katanya’ saling setia?

Lalu, di pelajaran cinta selanjutnya, aku mencoba memahami, bagaimana dua orang yang katanya jatuh cinta tidak memiliki ikatan apa-apa. Bukankah ‘pacaran’ adalah ikatan yang tanpa ikatan? Setahuku, tidak ada status “pacaran” di kolom KTP. Yang ada, kalau tidak menikah ya lajang (bahasa KTP-nya sih kawin dan belum kawin). Mungkin, ini jugalah yang menyebabkan mereka yang mengaku jatuh cinta, seiring berjalannya waktu mudah saja untuk berpisah.

Aku pernah sangat ingin menanyakan kepada ibu bagaimana ibu dan bapak bisa jatuh cinta. Cinta yang seperti apakah yang membuat ibu dan bapak langgeng. Bahkan, ibu tetap merawat bapak yang sakit-sakitan dan sulit berjalan. Namun, ibu kerap mengatakan pundaknya, punggungnya, leher hingga kepalanya sakit. Aku pikir itu hanyalah pegal-pegal biasa. Aku cuma bisa memijat ibu sepulang jam kantor. Sesampainya dirumah, aku kira saat itu ibu hanya kecapean dan butuh istirahat hingga membiarkannya tertidur di samping bapak. Namun, ternyata ibu pergi. Ibu meninggalkan kami semua. Termasuk bapak dan kesedihan yang sejak dua tahun lalu hingga hari ini masih menggantung jelas di kedua matanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun