Pada pekan ke-4 lanjutan Liga Inggris musim 2025/26, Manchester United harus mengakui rival sekotanya, Manchester City (0-3) dalam derbi sekota di stadion Etihad (14 September 2025). Gegara kekalahan itu, Man City kembali ke jalur yang tepat setelah dua kali berturut-turut dalam laga sebelumnya menderita kekalahan.
Sementara itu, MU makin tersudut. Dari empat laga yang telah dimainkan pada musim ini, tim berjuluk "Setan Merah" itu baru mengumpulkan 4 poin. Satu kemenanga, satu kali seri dan dua kekalahan. Terang saja, situasi MU menjadi salah satu performa yang terburuk sejak tahun 1992.
Di sini, MU seperti berjalan mundur. Upaya untuk keluar dari keterpurukan yang sudah nampak sejak musim lalu seperti tinggal harapan semu. Pelatih Ruben Amorim kerap memberikan kata-kata bernada "janji" setiap kali MU meraih hasil negatif.
Namun, kata-kata pelatih asal Portugal itu malah melahirkan preseden negatif yang lebih besar dalam karirnya di MU. Beberapa media pun sudah memprediksi jika Amorim berada di urutan terdepan untuk dipecat lebih awal pada musim ini.
MU sementara berada dalam kondisi tak baik-baik saja. Setelah mendatangkan 4 pemain baru, terlebih khusus dengan pembenahan lini depan secara besar-besaran, MU seperti belum menemukan formula yang tepat untuk bisa secara konsisten meraih poin penuh.
Ketika MU masih tampil di bawah standar terbaiknya, para pemain yang dipaksa untuk keluar dari Old Trafford malah tampil memukau. Mantan "golden boy" MU, Marcus Rashford mencetak satu asis gemilang di Barcelona. Pemain Timnas Inggris yang dipinjamkan ke Aston Villa pada musim lalu itu dan kemudian musim ini dipinjamkan ke Barca mendapat jam regular di bawah kepelatihan Hansi Flick di Barca.
Buah dari jam regular bersama Barca bermuara pada pemanggilan ke Timnas Inggris. Rashford kembali mendapat tempat di skuad Timnas dengan pelatih Thomas Tuchel. Bukan tak mungkin jika Rashford tampil memukau dengan Barca musim ini, tempatnya dengan Timnas untuk Piala Dunia 2026 terbuka lebar.
Terlepas dari Rashford, dua pemain buangan MU musim ini yang juga tampil memukau akhir pekan lalu adalah Andre Onana dan Rasmus Hojlund. Onana dan Hojlund menjadi edisi terbaru di mana para pemain buangan MU seperti menjadi mutiara saat bermain dengan tim-tim lain.
Akhir pekan lalu bersama klub Turki, Trabzonspor saat bermain kontra Fenerbache, Onana tampil gemilang di bawas mistar gawang. Tercatat penjaga gawang asal Kamerun itu mencatatkan 8 penyelamatan. Kendati timnya kalah 1-0, namun penyelamatan Onana sepanjang laga menunjukkan kualitas yang sangat diharapkan oleh MU sewaktu dibeli dari Inter Milan.
Namun, di MU Onana dikenal dengan blunder yang kerap merugikan tim. Belum lagi ketidaksigapannya dalam menjaga gawang MU sewaktu lawan melakukan serangan. Gegara performanya itu, MU tak ragu untuk meminta Onana untuk keluar.
Bahkan sewaktu Onana belum mendapatkan pinangan, MU sudah membeli Senne Lammens dari Royal Antwerp, Belgia. Mau tak mau, Onana pun harus hengkang bersamaan dengan kedatangan penjaga gawang asal Belgia tersebut.
Performa gemilang Onana berjalan sejajar dengan penampilan Hojlund di Napoli. Mengawali debut dengan juara Serie A Liga Italia musim lalu itu, Hojlund langsung mencetak gol pertamanya. Memang, Hojlund sudah tak asing dengan iklim sepak bola Italia lantaran sebelum ke MU, Hojlund pernah bermain dengan Atalanta. Berkat performa apiknya dengan Atalanta, MU kepincut untuk mendapatkan tanda tangan Hojlund.
Akan tetapi, Hojlund mandek di MU. Gagal menunjukkan nalurinya sebagai salah satu striker yang berbahaya. Pada musim 2024/25, Hojlund hanya mencetak 4 gol dari 32 laga. Dari dua musim dengan MU, Hojlund hanya mencetak 14 gol dan 2 asis di Liga Inggris. Padahal, tak sedikit pihak yang menilai jika kinerja Hojlund sebagai penyerang sewaktu di Atalanta identik dengan performa Erling Haaland di Man City.
Namun, penilaian itu seperti bertepuk sebelah tangan. Hojlund yang cenderung tampil "ompong" di depan gawang lawan pun perlahan dipinggirkan ke bangku cadangan. Sejak era Erik Ten Hag hingga berlangsung pada masa Amorim, Hojlund selalu masuk sebagai pemain pengganti.
Terlihat bahwa kepercayaan dari para pelatih kepada pemain berpaspor Denmark itu sudah tergerus. Akibat lanjutnya kepercayaan diri pemain juga ikut terpengaruh, yang mana tempatnya sudah tak regular sekaligus mental dan naluri dalam mencetak gol ikut menghilang.
Namun, situasi cepat berubah tatkala bermain dengan tim lain. Hojlund langsung memberikan kesan pertama dari 72 menit dengan Napoli dengan mencetak gol sewaktu debutnya. Kesan pertama itu pun seperti memberikan pesan bahwa MU-lah yang sepertinya bermasalah, dan bukannya para pemain yang "dibuang" seperti Onana dan Hojlund.
Mungkin terlalu dinih untuk menilai performa Onana dan Hojlund di klub baru mereka. Namun, kesan pertama yang mereka hadirkan di klub baru tersebut tak terjadi tatkala mereka menjalankan debut dengan MU. Alibinya selalu berkaitan dengan proses adaptasi pemain saat belum menemukan performa terbaik. Namun, ketika dua musim berlalu, baik Onana maupun Hojlund tak bisa mengeluarkan performa terbaik di MU.
Onana dan Hojlund hanyalah dua contoh pemain di mana tampil mandek di MU tetapi bersinar dengan klub-klub lain. Itu bisa berarti bahwa persoalan MU cukup mendalam, di mana mentalitas para pemain ikut tergerus bersamaan dengan situasi keterpurukan tim.
Tantangan berikut bagi MU adalah menjaga mentalitas Benjamin Sesko. Pemain yang dinilai sebagai "Erling Haaland asal Slovenia" itu sejauh ini belum mencetak gol. Memang, terlalu dini untuk "menghakimi" Sesko lantaran musim kompetesi baru dimulai.
Namun, terlihat performanya cenderung mandek, di mana catatannya dalam melakukan tembakan ke gawang lawan semakin menurun. Berbeda dengan Vicktor Gyokeres yang pada debutnya dikritik sudah mencetak 3 gol untuk Arsenal dari 4 laga sejauh ini.
Situasi Sesko agak berbeda dengan dua penyerang sayap Bryan Mbeumo dan Matheus Cunha. Mbeumo masih mempertahankan level performa terbaik seperti di klub sebelumnya. Sejauh ini, Mbeumo sudah mencetak 1 gol untuk MU di Liga Inggris. Mbeumo termasuk pemain yang tampil impresif saat bertandang ke markas Man City akhir pekan lalu.
Cunha belum mencetak gol. Menjadi tantangan bagi MU ketika Cunha menderita cedera. Padahal, Cunha tampil cukup meyakinkan sejak menjalankan debut dengan MU. Harapannya selepas masalah cedera, pemain asal Brasil itu tetap menjaga performa terbaiknya.
Kegagalan MU dalam meraih poin penuh secara konsisten seperti masalah yang terjadi di atas permukaan saja. Jauh ke dalam sebenarnya ada persoalan yang sementara menggerogoti MU, di mana mentalitas dan kepercayaan para pemain bintang cepat sekali tergerus ketika tak tampil pada level terbaik.
Hemat saya, salah satu sebabnya adalah bayang-bayang generasi emas MU di tahun 90-an sewaktu masih dipegang oleh Sir Alex Ferguson. Beberapa generasi emas itu saat ini berlaku sebagai komentator sepak bola. Sebut saja, Harry Keane, Rio Ferdinand hingga Gary Neville.
Opini mantan pemain generasi emas itu bisa mempunyai efek lantaran mereka sudah membuktikan kinerja mereka di masa lalu. Ketika MU tampil di bawah standar terbaik, para mantan pemain tersebut tak ragu untuk memberikan komentar tajam.
Barangkali bayang-bayang generasi emas itu ikut mempengaruhi mentalitas para pemain. Sebagai akibatnya para pemain tak leluasa untuk tampil sebagaimana adanya, tetapi terikat oleh bayang-bayang kesuksesan masa lalu.
Memang sangat sulit untuk melepaskan diri dari era gemilang. Di sini, MU membutuhkan sosok yang benar-benar membawa perubahan radikal dan didukung oleh sistem klub dalam mendukung perubahan tersebut. Paling tidak, wajah perubahan itu mesti terlepas dari keterikatan bayang-bayang kisah gemilang di masa lalu.
Salam Bola
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI