Ketidakstabilan keuangan klub Catalan, Barcelona bermuara pada kesulitan dalam negosiasi transfer pemain. Barca, mau tak mau, harus melakukan langkah bijak, seperti merekrut pemain dengan cara gratis dan pemain dengan harga yang "ramah dompet."
Kendati demikian, pendaftaran pemain masih menjadi halangan. Nasib Joan Garcia, kiper yang dibeli dari Espanyol dengan harga 25 juta euro pada transfer pemain musim ini, dan pemain pinjaman dari Manchester United, Marcus Rashford masih belum pasti.
Barca sebenarnya sudah berupaya mendapatkan pemain baru dengan meminimalisir nilai tranfer tetapi kondisi keuangan masih belum stabil. Gaji para pemain dengan pendapatan klub masih belum terlalu seimbang. Terkecuali Barca melego para pemain bergaji tinggi atau pun menurunkan gaji para pemain.
Selain dengan langkah itu, Barca pun harus tetap beralih pada aset terbesar klub yakni akademi La Masia. Kondisi keuangan Barca seperti menjadi "blessing in disguise" bagi akademi La Masia.
Bukan rahasia lagi jika akademi itu sudah menghasilkan pelbagai pemain bintang. Bahkan tiga pemain didikan La Masia, Lionel Messi, Xavi Hernandez, dan Iniesta pernah berada dalam satu panggung dalam tiga besar peraih trofi Ballon d'Or. Pada akhirnya, Messi yang dinobatkan meraih trofi tersebut.
Edisi terakhir dari akademi La Masia yang berpeluang untuk meraih trofi individual bergengsi itu adalah Lamine Yamal. Yamal yang baru menginjak usia 18 tahun pada 13 Juli lalu itu diprediksi masuk 5 besar dan digadang-gadang sebagai saingan berat dari tiga pemain Paris Saint Germain (PSG), Ousmane Dembele, Achraf Hakimi dan Vitinha pada tahun ini.
Ya, ketidakstabilan keuangan yang berujung pada rumitnya jalan Barca pada tranfer pemain menjadi berkat bagi pemain didikan akademi La Masia. Paling tidak, mereka tak sekadar dididik di akademi Barca dan kemudian dijual ke klub lain, tetapi mimpi mereka sejak di akademi untuk membela tim senior Barca tercapai.
Hal itu terbukti di masa Pelatih Hansi Flick. Memang, pengorbitan para pemain akademi sudah terjadi di era sebelumnya, namun Flick mampu memanfaatkan dengan efesien para pemain didikan akademi di tengah situasi sulit.
Pada musim pertama sebagai pelatih Barca, Flick memanfaatkan skuad dari akademi untuk menjadi tulang punggung tim. Beberapa di antaranya, selain Yamal, mampu menjadi pemain regular musim lalu. Sebut saja, Alejandro Balde dan Pau Cubarsi. Kedua pemain yang berposisi bek itu seperti tak tergantikan di era Flick.
Lalu nama Marc Cassado sempat tampil regular semenjak masalah cedera yang menimpa Marc Bernal yang juga didikan La Masia dan Frengkie de Jong. Namun, seturut kembalinya De Jong dari cedera dan menemukan performa terbaiknya, Cassado kembali menjadi pemain yang berada di tempat kedua setelah De Jong.
Cassado agak beruntung lantaran pernah menjadi bagian tak terpisahkan dari skuad utama. Pemain berusia 22 tahun itu mampu menjawabi masalah Barca yang merindukan sosok seperti Sergio Busquets di sektor gelandang jangkar. Kendati Cassado tak mempunyai sisi kreativitas laiknya Busquets, namun Cassado mampu mengimbangi kreativitas Pedri dalam menjaga keseimbangan di lini tengah.
Menjadi tantangan bagi Cassado lantaran Bernal sudah pulih dari cedera. Pemain yang lebih muda dari Cassado itu sebenarnya menjadi pilihan pertama Flick di sektor gelandang jangkar. Jadinya, pada sektor gelandang jangkar, Cassado tak hanya bersaing dengan De Jong tetapi rekan seakademi, Bernal.
Berbeda dengan Cassado yang sempat tampil regular dengan Barca, Fermin Lopez yang juga berasal dari akademi La Masia benar-benar menjadi pilihan kedua. Persaingan di posisi gelandang serang, tepatnya pemain bernomor 10 di belakang striker begitu ketat.
Bahkan Flick enggan memainkan pemain yang menjadi top skorer di Olimpiade Paris sewaktu Dani Olmo menderita cedera. Flick lebih mempercayai Raphinha atau pun Gavi. Jadinya, Fermin kerap menjadi pemain pengganti.
Kendati demikian, ketika Fermin dimainkan, pemain asal Spanyol itu mampu tampil pada level terbaik. Dari 28 laga bermain di La Liga Spanyol musim lalu, Fermin mencatatkan 6 gol dan 5 asis.
Bahkan, performa Fermin mampu mengimbangkan agresivitas Raphinha di sisi kiri dan Yamal di sisi kanan. Juag, Fermin mampu menjawabi kebutuhan Flick saat bermain di laga-laga sulit.
Di sini, sebagai pemain pelapis Fermin mempunyai sisi positif yang bisa menguntungkan kedalaman skuad Barca. Sama halnya dengan Cassado yang bisa menjadi pelapis terbaik pada sektor gelandang jangkar.
Namun, spekulasi ketertarikan dari klub-klub top tak bisa dihindari. Kabarnya, Diego Simeone yang melatih Atletico Madrid melirik Cassado dan tertarik untuk merekrut pemain tersebut. Sama halnya Fermin yang sempat dikaitkan dengan MU, tetapi kemudian kabarnya dimentahkan lewat kabar dari pakar transfer pemain Fabrizio Romano.
Peluang dengan menjanjikan jam bermain yang lebih banyak bisa menjadi magnet bagi para pemain untuk hengkang daripada bertahan di Barca. Itu bisa menjadi tantangan bagi Barca. Memang, kalau dipatok dengan harga tinggi, Barca bisa mendapatkan keuntungan finansial.
Akan tetapi, langkah itu bisa menjadi batu sandungan bagi Barca. Bagaimana pun, kedua pemain itu merupakan aset masa depan Barca, yang mana keduanya siap sedia ketika dibutuhkan.
Di sini, Fermin Lopez dan Marc Cassado harus tak masuk dalam daftar jual. Lebih baik mengikat kedua pemain itu lebih kuat karena keterikatan mereka dengan klub dan kualitas yang telah dibutikan, daripada mengikat pemain yang bergaji tinggi tetapi tampil di bawah standar terbaik.
 Salam Bola
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI