Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

Bersyukur, Jalan Melawan Ketidakpuasan Batin

11 Maret 2024   17:41 Diperbarui: 12 Maret 2024   09:55 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bersyukur. Foto: Pexels.com via Kompas.com

Salah satu tendensi manusiawi kita adalah tidak cepat puas. Coba saja kita amati tingkah laku kita saat memiliki barang baru, dan kemudian kita mengobservasi sikap kita pada barang itu. 

Awalnya, kita biasanya begitu senang dengan barang itu, namun perlahan sikap senang itu berubah karena pelbagai faktor. Faktornya karena nilai barang itu sudah tergerus oleh masa atau waktu, atau juga ada barang baru yang lebih modern dan bagus dari barang yang kita miliki.

Efek lanjutnya, kita pun mengingingkan barang baru dan meninggalkan barang lama walaupun kita memanfaatkannya sementara waktu.  

Sikap seperti ini bisa saja kita bandingkan dengan kepemilikan phone. Pertanyaannya, sudah berapa kali Anda mengganti phone?

Tak sedikit orang yang mengganti phone, bukan karena nilai fungsi, tetapi karena mengikuti tren yang sementara terjadi. Namun, kalau ditelisik lebih mendalam, sikap itu merupakan buah dari sikap tidak puas dengan apa yang sudah dimiliki.

Hal itu pun salah satu contoh di mana ketidakpuasan manusiawi kita menjadi tantangan dan bahkan momok yang cukup menakutkan. Apabila tak dikontrol dan diladeni dengan cara yang tepat, efek lanjut yang berdampak negatif bisa saja terjadi. 

Ambil contoh adalah kebiasaan berutang lantaran mau memenuhi ketidakpuasan diri. Gegara tertarik pada barang tertentu, seseorang nekat berutang walaupun dalam jumlah yang besar. Efeknya adalah utang menumpuk, dan kemudian karena belenggu utang, harus menjual harta berharga seperti rumah dan tanah. 

Lantas, pertanyaan mendasarnya bagaimana kita mengontrol sisi manusiawi kita yang tak cepat puas dengan diri dan apa yang kita punyai?

Bersyukur, Cara Kontrol Ketidakpuasan Diri

Bersyukur merupakan salah satu cara dalam mengontrol ketidakpuasan dalam diri. Di sini, bersyukur merupakan kondisi batin dalam menerima diri dan juga mengakui kelebihan yang terjadi di dalam diri. 

Sebagai orang beriman, bersyukur merupakan bentuk pengakuan pada kuasa Ilahi. Dalam mana, kita menyadari bahwa hidup kita dan apa yang terjadi dalam hidup kita merupakan berkat penyertaan kuasa Ilahi. 

Apabila kita memperdalam sikap syukur ini, kita pun bisa tiba pada salah satu kesimpulan, yang mana kita menerima diri kita sebagaimana adanya kita sebagai ciptaan Allah. 

Penerimaan diri itu pun bercabang pada penerimaan kondisi hidup kita. Penerimaan diri di sini bukannya menutup upaya untuk bekerja keras demi mendapatkan taraf hidup yang baik. 

Akan tetapi, penerimaan diri pada kondisi diri yang riil tanpa sikap pemaksaan diri yang berlebih. Kalau kita berada pada taraf hidup tertentu, kita perlu mengakui kondisi itu sebagaimana adanya diri kita. 

Penerimaan kondisi hidup itu pun dibarengi dengan pembentengan diri, seperti tak terjebak pada perbandingan kondisi diri dengan orang lain. Ingat, setiap orang berbeda, dan perbedaan itu pun mesti diterima sebagai kenyataan hidup yang mesti dijalani.

Ketika kita mau menyamakan derajat hidup kita dengan orang lain, pada saat itu pula kita bisa masuk pada jalan yang salah. Dampak lanjutnya berupa sikap iri hati hingga sikap untuk menciptakan suasana yang sama dengan orang lain walau dengan cara yang salah. 

Oleh sebab itu, kita perlu membangun sikap bersyukur. Kita bersyukur bahwa Sang Ilahi menganugerahi hidup kita sebagaimana adanya kita saat ini. 

Sikap syukur itu pun dibarengi dengan penerimaan diri. Kita sekiranya tak membandingkan diri dengan orang lain, dan juga sekiranya mengontrol hati dan pikiran kita. 

Bulan ramadan akan menjadi ujian sikap syukur kita agar kita bisa mengontrol ketidakpuasan diri kita. Di sini, kita bisa melihat bagaimana kita melihat tendensi manusiawi kita seperti belanja baju baru atau barang selama bulan ramadan. 

Apabila kita mensyukuri hidup kita sebagaimana adanya diri kita, kita pun tak gampang terjebak pada perilaku konsumtif yang membeli karena mengikuti tren atau aliran massa semata, tetapi karena kita membutuhkannya. 

Dengan itu, kita mengakui kemampuan diri kita dan menerima diri kita. Pendeknya, kita mensyukuri apa yang kita telah jalani dan kita punyai  tanpa terjebak pada perilaku yang salah. 

Salam

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun