Kemunculan kecerdesan buatan kian menantang banyak pihak. Seturut pengetahuan saya, kecerdasan buatan akan memberikan kemudahan dalam hal informasiÂ
Lewat aplikasi chatGPT, kita bisa mengetahui dan mendapatkan banyak informasi. Informasi itu bahkan seturut dengan apa yang kita inginkan.Â
Kabarnya juga, kecerdesan itu bisa membantu kita membuat tulisan tertentu seturut topik apa yang mau kita kupas.Â
Ini artinya manusia dimudakan, tetapi beberapa aspek bisa menjadi lemah, misalnya, kemampuan berpikir dan berefleksi.
Untuk itu, di tengah wabah hadirnya kecerdasan buatan, satu hal yang pasti bahwa kemampuan berefleksi sangat sulit tergantikan oleh keceredesan buatan. Pasalnya, kemampuan berefleksis tak hanya melibatkan kemampuan informatif manusia, tetapi juga pikiran rasional, Â perasaan dan pengalaman pribadi.
Kombinasi antara pikiran, perasaan, dan ditambah akumulasi pelbagai pengalaman hidup kerap menopang kapasitas manusia berefleksi. Makanya, satu peristiwa yang satu dan sama kerap ditimbang dari sisi yang berbeda-beda oleh setiap individu.Â
Belum tentu, kecerdasan buatan melihat hal itu. Satu peristiwa yang sama cenderung dipandang dengan sudut pandang yang seragam.
Berefleksi merupakan hal yang sulit tergantikan oleh kecerdasan buatan. Tiap orang mempunyai kemampuan pribadi dalam melihat, menilai, dan mengevaluasi sebuah peristiwa secara pribadi.
Maka dari itu, dalam menyikapi kehadiran kecerdesaan buatan, kita pun tertantang bagaimana meningkatkan dan memanfaatkan kemampuan berefleksi agar kelak kita tak menjadi budak dari kecerdasan buatan.
Misalnya, Â di sekolah, alih-alih memberikan tugas yang membutuhkan kemampuan informatif, para peserta didik diminta untuk melihat keseharian hidup dan kemudian dikaitakan dengan pelajaran di sekolah. Peserta didik diminta untuk mengupas masalah secara kritis dan bermakna kontekstual.
Lalu, upaya pendidik untuk mengurangi program belajar yang menekankan aspek pehafalan semata. Yang lebih dipentingkan adalah melatih peserta didik untuk berpikir kritis dan rasional.