Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Bertanya tentang Agama Seseorang dan Batas Ruang Pribadi

8 Oktober 2022   18:33 Diperbarui: 8 Oktober 2022   18:37 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Para pemimpin lintas agama berdoa bersama. Foto: Kompas.com/Imron Hakiki

Sebaliknya mengawali pembicaraan dengan langsung bertanya tentang agama seseorang terkesan pribadi. Tak begitu nyaman dalam relasi dan komunikasi di antara satu sama lain. Bahkan itu membuat komunisi menjadi mandek.

Hal itu juga tak begitu lazim untuk orang-orang dari konteks dan budaya tertentu. Boleh jadi, ketika kita menanyakan agama mereka, mereka bisa menjawab bahwa bukan urusan kita tentang agama yang mereka anuti. 

Pada tempat pertama, beragama sejatinya adalah pilihan pribadi, berada dalam konteks dan ruang pribadi seseorang, dan seyogianya tak boleh dicampuri begitu jauh. Konsekuensinya, pilihan pribadi itu mesti dihormati dan dihargai. Tak boleh ditekan dengan ancaman-ancaman tertentu.  

Walau beragama berada di ruang pribadi seseorang, efeknya bisa berdampak pada relasi sosial. Dalam arti, apa yang saya imani tak boleh mengganggu dan merugikan orang lain. Bahkan kita pun menunjukkan keimanan kita dengan menghargai perbedaan yang dimiliki sesama. 

Hemat saya, mempertanyakan agama seseorang mungkin harus mengenal konteks tertentu. Tak sembarang konteks. 

Kita bertanya hanya untuk kepentingan dan keuntungan tertentu. Misalnya, di Flores yang bermayoritas Kristen Katolik. 


Tak bisa dielak, ada acara yang dihadiri oleh saudara/i agama lain. Sewaktu acara resepsi, pemimpin acara atau pun orang yang telah ditentukan kerap kali menuntun saudara/i, misalnya beragama Muslim, untuk menuju meja hidangan khusus yang telah disediakan. Bahkan tak jarang untuk bertanya pada orang-orang tertentu agar tak terjebak pada makanan yang dinilai haram oleh ajaran agama. 

Hal ini taklah masalah karena konteksnya jelas dan tujuannya demi keyakinan setiap orang. 

Menjadi masalah ketika pertanyaan tentang agama seseorang hanya untuk memojokkan seseorang di mata orang lain atau pun memisahkan seseorang dari ruang tertentu. Pada titi ini, pertanyaan seperti itu taklah benar. Dalam mana, preferensi agama seseorang dijadikan alat untuk menciptakan gap tertentu.  

Umumnya, pertanyaan kepada seseorang tentang agama yang dianuti kerap menghambat dan memotong pembicaraan. Jadi, pembicaraan menjadi macet. Tak lancar. Cenderung berhati-hati dalam berkomunikasi apalagi kalau sudah dipengaruhi oleh stigma dan stereotip negatif tertentu. 

Maka dari itu, kalau memang pembicaraan dan relasi tak bersentuhan dengan urusan agama, kita perlu sekiranya mengenal batas-batas ruang pribadi, termasuk merem diri mempertanyakan agama yang dianuti oleh seseorang. Lebih jauh, pengenalan batas-batas ruang pribadi itu bertujuan agak tak begitu ikut campur pada urusan agama seseorang hingga memojokkan seseorang karena agama yang dianutinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun