Pemecatan Thomas Tuchel dari kursi pelatih  sedikitnya mengejutkan banyak pihak. Tak sedikit suporter Chelsea yang bersikap sinis pada pemilik klub, Todd Boehly yang berani memecat Tuchel setelah laga ke-6 di  Liga Inggris dan laga perdana di Liga Champions.Â
Pemecatan itu seolah menunjukkan posisi Boehly pada Tuchel di kursi pelatih. Boehly tampaknya tak begitu menyukai Tuchel, yang nota bene pelatih yang ditentukan sejak era pemilik klub sebelumnya, Roman Abramovich.Â
Pengusaha asal Amerika Serikat itu tentu saja tak bisa langsung menyingkirkan Tuchel dari kursi pelatih di awal-awal kedatangannya sebagai pemilik baru Chelsea.
Selain Tuchel sudah mempunyai reputasi kuat di mata suporter, juga Boehly perlu beradaptasi dengan iklim klub. Tak begitu pas untuk menyingkirkan Tuchel bersamaan dengan kedatangannya di Chelsea.Â
Boehly mendapatkan momentumnya ketika performa Chelsea di awal musim ini tak begitu meyakingkan. Kekalahan kontra Dinamo Zagreb (1-0) menjadi kesempatan Boehly mengambil keputusan atas nasib Tuchel.
Kalau ditelusuri lebih jauh, anjloknya performa Chelsea sejauh ini lebih karena belum bersatunya para pemain dan belum solidnya para pemain baru dengan gaya kepelatihan Tuchel.Â
Namun, Boehly terlihat menampik kenyataan itu. Boehly cenderung pragmatis, berani menghadapi arus besar dari pikiran suporter, hingga mengambil resiko untuk memecat Tuchel.Â
Resiko lain yang diambil oleh Boehly adalah memilih Graham Potter sebagai pelatih yang menggantikan posisi Tuchel.Â
Pilihan kepada Potter terbilang singkat. Hanya dua hari setelah kabar keputusan pemecatan Tuchel keluar, nama Potter pun muncul ke permukaan, dan kemudian dinyatakan positif bahwa Potter mau bergabung ke Chelsea dari Brighton.Â
Pelatih asal Inggris ini akan menghadapi pelbagai tantangan di  Chelsea. Hemat saya, tiga tantangan yang bisa mengiringi masa-masa kepelatihan Potter di Chelsea.Â