Namun, upaya itu agak diragukan ketika Lampard melakukan belanja banyak pemain. Persoalannya, ketika belanja para pemain itu tak memberikan hasil positif. Akibat hasil negatif yang diraih Chelsea, Lampard pun menjadi korban pemecatan.
Tuchel tak melihat pemecatan Lampard dari sisi skuad. Alih-alih mengeluh dengan kondisi skuad, Tuchel malah memanfaatkan skuad yang tersedia. Hasilnya, Tuchel langsung meraih trofi Liga Champions di akhir musim lalu.
Terlepas dari hasil positif ini, Tuchel pun mulai getol memanfaatkan para pemain dari akademi Chelsea. Memang, banyak yang harus angkat kaki.
Barangkali keputusan ini tepat daripada mereka diamankan di klub, namun peluang bermain sangat tipis. Jadinya, mereka bisa menciptakan iklim ruang ganti tak seimbang karena situasi minimnya waktu bermain.
Toh, tak semua pemain muda harus diturunkan secara regular. Pastinya, Tuchel tetap memilih pemain akademi yang memang cocok dengan taktik dan gaya strateginya di lapangan. Tak heran, yang tak cocok dengan metodenya di lapangan harus memilih tempat lain untuk berkembang.
Chalobah menjadi mutira baru Tuchel di lini belakang. Pemain muda didikan akademi menjadi kekuatan lini belakang Chelsea. Peran Chelobah ini barangkali membuat Chelsea untuk berpikir dua kali mendatangkan bek baru di transfer pada bulan Januari mendatang.
Selain Chalobah, Tuchel juga masih memercatyakan Loftus-Cheek dan Hudson-Odoi di skuad utama. Kedua pemain utama ini malah tampil lebih meyakinkan daripada Kai Hazertz atau pun Timo Werner yang didatangkan pada musim lalu.
Para pemain didikan akademi Chelsea tetap menjadi kekuatan Tuchel di setiap kompetesi. Dengan ini, Tuchel memiliki alternatif dalam menghadapi persoalan cedera yang dialami oleh beberapa pemain penting di klub.
Berbeda dengan Tuchel yang memercayakan beberapa pemain muda ketika bertemu Juve, terlebih khusus didikan akademi klub, klub kaya asal Perancis, PSG terlihat kehilangan gaya dalam meladeni dominasi Manchester City.
Trio Messi, Neymar.Jr, dan Mbappe tampak kehilangan akal dalam menembus barisan organisasi permainan Man City. Pada titik ini, sebuah laga tak ditentukan oleh satu atau dua pemain bintang, tetapi dikuatkan permainan tim.
Man City sebenarnya mengajarkan PSG agar membangun tim dari kekompakan dan keharmonisan tim, dan bukan dari mengandalkan trio Messi, Neymar, dan Mbappe. Belum lagi, ketiga trio ini terlihat seperti penonton menyaksikan operan-operan pemain Man City di area PSG.