Mereka masih minim dengan prestasi bersama dengan tim yang mereka latih. Ya, Koeman sebelum melatih Barca termasuk pelatih yang biasa-biasa saja. Tak ada prestasi yang menonjol. Sama halnya dengan nama-nama pengganti yang beredar sejauh ini.
Misalnya, Roberto Martinez yang masih belum bisa membawa Belgia yang dikategorikan dihuni oleh pemain generasi emas mencapai sukses di Eropa dan dunia. Belgia hanya terlihat sebagai kekuatan baru di Eropa, namun kekuatan itu belum sampai pada panggung juara seperti Piala Eropa dan Piala Dunia.
Xavi Hernandes diisukan karena kedekatannya dengan Barca. Belum lagi rekam jejak Xavi sewaktu permainan Tika-taka berjaya.
Xavi sukses di Qatar. Kendati demikian, kesuksesan itu tak menjamin kesuksesan yang sama di Barca. Persoalan di Barca tak hanya soal gaya bermain, tetapi situasi klub umumnya.
Apalagi Andrea Pirlo. Pirlo dipecat dari Juventus pada musim lalu. Barangkali Pirlo mempunyai ide yang jelas dalam membangun formasi permainan tim. Akan tetapi, hal itu bukanlah jawaban untuk Barca. Pasalnya, Koeman juga mempunyai ide baru, namun ide barunya sejauh ini masih mentok.
Dengan kata lain, pemecatan pelatih tak bisa menjadi solusi dari persoalan yang dihadapi oleh Barca. Persoalan yang terjadi bukan saja mengenai pelatih, tetapi para pemain secara umumnya.
Hemat saya, salah satu persoalan yang menyebabkan Barca terperosok karena perubahan pola permainan. Barca sudah dikenal dengan permainan Tika-taka. Permainan penguasaan bola dengan umpan-umpan pendek dari kaki ke kaki.
Pola ini mulai menurun ketika para pemain seperti Xavi dan Andrea Iniesta pergi. Hanya beberapa nama yang tertinggal seperti Sergio Busquets, Pique, Alaba, dan Sergio Roberto.
Ketika Barca mencari pemain baru, kecenderungannya adalah mencari pemain yang lihai bermain bola dari kaki ke kaki. Atau yang kerap disebut cocok dengan DNA Barca. Tak jarang tarjadi, seorang pemain baru yang tiba ke Camp Nou dibandingkan dengan pemain sebelumnya.
Sistem kerja ini menjadi gagal ketika tim sudah didominasi oleh para pemain dari luar dan para pemain yang mempunyai karakter yang berbeda. Dominasi pemain akademi La Massia menipis.
Ketika pemain akademi juga bergabung ke tim senior, mereka berhadapan dengan situasi baru. Mau tidak mau, mereka harus beradaptasi dengan gaya pelatih atau pun para pemain yang bukan berasal dari akademi tim. Â