Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Menerima Pikiran Orang Lain Tanpa Kehilangan Jati Diri

9 Mei 2020   11:16 Diperbarui: 9 Mei 2020   16:30 2381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pemikiran (Sumber: www.pexels.com)

Pernah saya menonton pertandingan sepak bola dengan seorang teman dari Filipina. Waktu itu, kami menonton salah satu laga Piala Dunia 2018.

Teman ini tidak terlalu familiar dengan sepak bola. Dia tidak pernah sekalipun bermain sepak bola. Minatnya hanya bola basket. Menonton sepak bola waktu itu hanya karena ikut situasi yang sementara tren.

Hingga, dia begitu kecewa karena gol yang tercipta dianulir wasit. Pencetak gol sebenarnya dalam posisi offside sebelum menjebloskan bola ke gawang lawan.

Teman itu tidak terima sama sekali. Bagaimana mungkin gol itu harus dianulir. Tentunya, saya yang tahu sedikit tentang sepak bola menjelaskan letak persoalannya.

Bukannya menerima penjelasan, dia malah membandingkan metode itu dengan pertandingan bola basket. Kita umumnya tahu aturan dalam pertandingan bola basket. Tidak ada sistem offside.

Pada saat aturan bola basket dibentrokan dengan aturan sepak bola, diskusi pun menjadi mentok. Klarifikasi saya tentang keputusan wasit di pertandingan sepak bola itu menjadi sia-sia dan persoalan pun tak terpecahkan.

Teman itu tetap bertahan pada pikirannya yang bertolak dari pengetahuannya dari sistem bola basket. Menurutnya, sistem itu lebih menarik karena peluang mencetak gol semakin tinggi.

Barangkali kita juga pernah berhadapan dengan pengalaman yang sama. Kita berhadapan dengan orang-orang yang cenderung bertahan pada pikirannya sendiri, walau pikiran itu mempunyai kelemahan dan kesalahan.

Kelemahan utama dan pertama adalah teman itu berpaku pada pikirannya sendiri. Pikirannya itu terbatas pada satu lanskap tertentu, yakni dunia bola basket.

Padahal, bola basket dan sepak bola adalah dua dunia olahraga yang mempunyai aturan dan metode yang berbeda. Membandingkan boleh, tetapi memaksakan aturan dari satu dunia ke dunia lain guna membenarkan pikiran pribadi adalah persoalan besar. Diskusi dan perdebatan tidak akan menemukan titik solusi.

Buah pikir (Sumber foto Freepik.com)
Buah pikir (Sumber foto Freepik.com)
Salahkah Bertahan pada Pikiran Sendiri?
Bertahan pada buah pikiran sendiri tidaklah salah. Apalagi kalau buah pikiran itu mengandung kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun