Mohon tunggu...
Gobin Dd
Gobin Dd Mohon Tunggu... Buruh - Orang Biasa

Menulis adalah kesempatan untuk membagi pengalaman agar pengalaman itu tetap hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melihat Kerja Keras Aparatur Desa di Filipina pada Momen Lockdown

19 Maret 2020   07:25 Diperbarui: 19 Maret 2020   07:26 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu tugas polisi selama masa lockdown. Sumber foto: Philstar.com

Pekan lalu Presiden Filipina menyatakan karantina ibukota negara, Manila. Dalam proses karantina ini, Presiden memberikan sejumlah arahan yang berhubungan dengan segala aktivitas selama karantina tersebut.

Beberapa hari setelahnya, presiden mengumumkan karantina itu pada level yang lebih luas. Alasannya, dari hari ke hari kasus Covid-19 terus bertambah. Rupanya, mengkarantina kota Manila bukanlah solusi. Jadi, hampir setiap provinsi dikarantina.  

Menurut apa yang dimuat salah satu surat kabar harian Filipina ABS-CBN (18/3/2020), jumlah orang yang dinyatakan positif virus Corona sudah 200 orang. Dari 200 orang itu, ada 17 orang yang dinyatakan meninggal dunia. Karenanya, pilihan untuk melakukan lockdown negara Filipina secara umum dilihat sebagai solusi dalam penyebaran virus ini.

Seketika itu pula, pemerintah provinsi di mana saya berada memutuskan untuk melakukan lockdown. Pintu keluar dan masuk provinsi terkunci.

Kami tidak diinjinkan keluar dari provinsi ini kecuali kalau ada alasan yang paling mendesak dan mendasar. Begitu pula, orang-orang dari luar tidak gampang masuk kecuali kalau mempunyai kepentingan yang mendesak untuk kebutuhan provinsi.

Dari level provinsi, pemerintah membuat sistem karantina pada level "barangay." Barangay adalah sebutan untuk desa di Filipina.

Pada setiap jalan masuk dan keluar pintu desa dibangun pos-pos pengecekan (checkpoints). Pos-pos itu dijaga oleh kepala desa dan para aparat desa (Barangay Captain). Mereka berjaga selama 1x24 jam sampai pemerintah menyatakan akhir dari karantina.

Barangay juga membangun sistem lockdown. Yang boleh masuk ke desa hanyalah para penduduk yang menetap di desa tersebut. Sementara yang berasal dari tempat lain, bahkan dari desa tetangga, mereka tidak diijinkan untuk masuk desa itu.

Selain itu, aparat desa juga menyiapkan buku laporan khusus. Buku ini dipakai sebagai documenti daftar nama masyarakat yang keluar dan masuk dari desa. Bahkan masyakat yang keluar harus menuliskan waktu keluar dan waktu kembali desa itu.

Pintu desa ditutup mulai jam 8 malam dan kembali dibuka pada jam 5 pagi. Dengan ini, tidak boleh ada yang masuk dan keluar dari desa pada waktu yang ditentukan tersebut.

Walaupun jam ini berlaku, kepala desa dan aparat desa tetap tinggal di pos yang dibangun ala kadarnya guna berjaga-jaga dengan kehadiran orang dari luar.

Secara umum, aparat desa bekerja ekstra keras selama wabah virus Corona merebak. Padahal di provinsi di mana saya berada ini, sejauh ini baru 1 pasien yang dinyatakan positif virus Corona. Kabarnya pasien ini adalah orang yang bekerja di luar negeri dan datang berlibur ke Filipina.

Meski demikian, pemerintah terlihat begitu waspada. Ada banyak pos pengecekan yang dibangun, entah itu dari pihak pemerintah provinsi, kabupaten dan desa.

Pada pos-pos besar dilengkapi dengan anggota polisi, militer dan pihak medis, sementara pos desa tidak dilengkapi dengan pihak medis. Yang berada di pos desa adalah kepala desa dan semua aparatur desa. Tugas mereka hanya mengecek orang yang masuk dan keluar dari desa.

Di salah satu pos desa, saya berbincang dengan beberapa petugas desa. Mereka sangat berharap kalau wabah virus corona ini segera berakhir. Mereka mengorbankan banyak waktu untuk menjaga pos desa. Padahal mereka juga mempunyai pekerjaan lain.

Betapa tidak, sebagian besar dari petugas desa mempunyai mata pencarian tersendiri. Mereka tidak bekerja penuh untuk kantor desa.

Yang bekerja penuh hanyalah kepala desa, bendahara dan sekertaris. Sementara para anggota staf desa lainnya, mereka mempunyai mata pencarian lain.

Ini terjadi karena honor yang diperoleh dari desa tidaklah cukup untuk memenuhi kehidupan keluarga mereka. Makanya, di balik tugas yang cukup berat, mereka juga dihadapkan dengan dilema hidup yang susah.

Betapa tidak, lockdown membuat hidup mereka tidak bebas. Seharusnya mereka bisa pergi ke kebun, menjadi sopir angkutan umum dan menjadi pekerja bangunan. Tetapi pelbagai pembatasan-pembatasan yang dilakukan, pendapatan mereka menjadi turun dan bahkan kehilangan pendapatan sama sekali. Ditambah lagi mereka harus bekerja ekstra keras untuk menjaga desa mereka dari serangan wabah virus Corona.

Mereka tidak mempunyai pilihan di hadapan situasi sulit seperti wabah virus Corona. Ini adalah bencana kemanusiaan.

Melayani tanpa kenal waktu adalah konsekuensi bekerja sebagai aparat desa. Ini merupakan kontribusi mereka dalam melindungi warga masyarakat dari serangan virus Corona.

Sejauh ini, aparat desa berhasil menjaga desa dari wabah virus Corona. Upaya sederhana sembari mengikuti instruksi dari pemerintah pusat menjadi salah cara melindungi desa dari Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun