Mohon tunggu...
Dorothy Ferary
Dorothy Ferary Mohon Tunggu... lainnya -

Pencinta bahasa, travelling, dan makanan! :-)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ketika Bantar Gebang Bukan Sekedar Tempat Pembuangan Sampah Melainkan Tumpukan Harapan dan Mimpi Anak Bangsa

24 Juli 2014   04:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:24 474
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_334872" align="aligncenter" width="496" caption="Sesi mendongen dengan Kak Jiwo"]

14061238331280098706
14061238331280098706
[/caption]

Sementara untuk acara diskusi warga, ada 23 pasutri ( total 46 warga) yang diundang untuk berpartisipasi dalam acara diskusi. Sayangnya tidak semua warga yang diundang datang dalam kegiatan karena mereka terpaksa harus bekerja. Warga yang datang dibagi ke dalam 6 kelompok kecil yang dipandu oleh dua orang panitia LPDP PK 13. Hal ini agar dapat memaksimalkan proses diskusi.

Dalam diskusi terbuka tersebut warga dapat menceritakan tantangan-tantangan serta kesulitan apa yang mereka hadapi khususnya dalam pendidikan anak-anak mereka. Dari seluruh orangtua yang mengikuti diskusi, semuanya ingin agar anak-anak mereka menjadi lebih baik dari mereka yang hanya berprofesi sebagai pemulung. Mereka berharap agar anak mereka bisa dapat berkuliah dan mendapatkan pekerjaan yang baik, yang tidak mengharuskan mereka untuk bekerja di bawah terik matahari dan "berpanas-panasan ria" seperti mereka.

Beruntungnya para orangtua bahwa ada sekolah Alam yang memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak pemulung. Sekolah Alam memang bukanlah sekolah formal karena hari belajarnyapun hanya tiga kali seminggu, namun setidaknya di sana anak-anak diajarkan membaca, menulis dan pelajaran sekolah lainnya. Satu hal yang menjadi tantangan adalah letak sekolah yang jauh, sekitar 30 menit dengan berjalan kaki. Untuk yang memiliki sepeda, sekolah ini dapat ditempuh dalam waktu 15 menit. Menurut para orangtua, kendala inilah yang kadang menghambat anak-anak mereka untuk bersekolah. Terkadang cuaca tidak mendukung sehingga mereka terpaksa untuk tinggal di rumah. Untuk yang bersepeda ke sekolah, terkadang ban kempes, rantai yang lepas juga membuat para murid terlambat atau mungkin tidak dapat menghadiri sekolah.

Ada juga sekolah negri yang terdapat di sekitar Sumur Batu, namun biaya untuk meyekolahkan anak di sekolah ini kadang kala menjadi alasan mengapa sekolah ini “kurang popular” di kalangan pemulung. Tidak hanya biaya sekolah, orangtua juga wajib menyiapkan peralatan sekolah lainnya seperti buku, penggaris, pena, pensil, sepatu, yang semuanya memerlukan uang. Tak jarang anak pemulung yang bersekolah di sekolah ini merasa rendah diri atas keterbatasan keuangan yang dimiliki orangtua mereka jika dibandingkan teman-teman sekelas mereka.

[caption id="attachment_334867" align="aligncenter" width="514" caption="Diskusi warga dalam kelompok kecil"]

14061229612094328967
14061229612094328967
[/caption]

[caption id="attachment_334868" align="aligncenter" width="559" caption="Warga menceritakan tantangan dan keadaan mereka di TPA Sumur Batu"]

1406123032829715384
1406123032829715384
[/caption]

Dari hasil dikusi ini diketahui bahwa mereka beberapakali mendapatkan bantuan dari perusahaan atau organisasi. Namun bantuan ini bersifat sekali saja dan dalam bentuk barang. Saat ini masih belum ada perusahaan atau organisasi yang membantu dalam transfer of knowledge baik itu kepada mereka ataupun anak-anak mereka.

Dalam sesi ini ada orangtua yang bercerita bagaimana mereka sebenarnya tidak ingin anak-anak mereka turut memulung pada saat luang. Mereka lebih ingin anak-anak mereka untuk belajar. Namun apa hendak di kata, ayah biasanya menghabiskan waktu untuk memulung dan Ibu disibukkan oleh kegiatan memasak. Jika tidak sibukpun mereka tidak dapat banyak membantu anak-anak mereka dalam sekolah karena mereka sendiri kebanyakan tidak tamat SD.

Latar belakang pendidikan mereka yang rendah adalah salah satu alasan kenapa akhirnya mereka memutuskan untuk memulung. Untuk memulung tidak dibutuhkan ijazah atau pengalaman kerja. Cukup 2 hal saja: kejujuran dan kerja keras. Setiap pemulung diberikan "jatah sampah" yang harus dikumpulkan. Misalnya pemulung pelastik hanya mengambil sampah pelastik saja dan tidak akan mengambil sampah kaleng yang menjadi jatah pemulung yang lain. Mereka juga harus bekerja keras, kadang mereka bekerja dari pukul setengah tujuh pagi hingga pukul lima sore. Namun itu semua tergantung pada kesanggupan mereka untuk bekerja pada hari itu.


Harapan yang dimiliki oleh para orangtua untuk anak-anak mereka tidak muluk-muluk. Mereka berharap anak-anak mereka dapat melanjutkan sekolah hingga ke bangku kuliah, mendapatkan pekerjaan yang baik, dan hidup bahagia. Jika mereka diberikan jalan untuk menyekolahkan anak-anak mereka, mereka akan dengan sepenuh hati mendukung anak-anak mereka agar bisa bersekolah.

Di akhir acara, baik anak-anak maupun orangtua mendapatkan pembagian tajil dan makan malam. Anak-anak juga mendapatkan bingkisan berupa peralatan sekolah (stationary). Ada juga pembagian mukena dewasa dan pakaian bekas yang layak pakai.

Acara buka puasa LPDP PK 13 memang jauh dari hiruk pikuk kemegahan hidup kota Jakarta. Namun Bantar Gebang adalah tempat yang penuh semangat. Ditempat inilah kami anggota LPDP PK 13 belajar bahwa kejujuran dan kerja keras merupakan etos kerja tertinggi. Di tempat inilah mimpi-mimpi tak pernah mati meskipun suasana dan kondisi tidak mendukung mereka. Di tempat inilah kami diingatkan kembali akan moto kami: "Kami untuk Indonesia". Semoga melalui hasil diskusi warga, kami dapat membuat program regular yang feasible yang dapat membantu pendidikan anak para pemulung kelak.

[caption id="attachment_334873" align="aligncenter" width="448" caption="Foto Bersama Anak-anak Bantar gebang "]

1406124285606908068
1406124285606908068
[/caption]

[caption id="attachment_334849" align="aligncenter" width="486" caption="Perwakilan dari LPDP PK 13"]

1406106463486225077
1406106463486225077
[/caption]

Seluruh foto dalam artikel ini adalah dokumentasi dari LPDP PK13.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun