Mohon tunggu...
De Pe
De Pe Mohon Tunggu... -

.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kasus Kematian Mirna: Tentang Pembelaan Jessica

14 Oktober 2016   14:33 Diperbarui: 15 Oktober 2016   12:27 711
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 Jessica Kumala Wongso sudah membacakan pledoinya di hadapan majelis hakim. Ia adalah aktor utama dalam pengadilan yang begitu melelahkan ini. Apakah Jessica sosok protagonis atau antagonis itu tidak terlalu penting. Nama Jessica ini sudah begitu lama dihakimi publik. Segala hujatan, kecaman dan cemoohan tentang Jessica sepertinya sudah jamak menghiasi tahun 2016 ini. Bahkan ada produsen kopi yang pernah membuat brand Kopi Jessica, walaupun tak lama kemudian ditarik dari peredaran. Demikianlah yang terjadi. 

Pledoi Jessica ditulis sendiri dengan tangan di dalam rutan Pondok Bambu. Saya tertarik untuk menganalisis isinya. Karya berupa tulisan adalah hasil proses kreatif dari pemikiran dan perasaan seseorang. Meneliti sebuah tulisan jauh lebih objektif daripada sekedar menganalisis gestur dan raut muka, apalagi selama ini kita tahu bahwa Jessica tergolong sosok yang berpembawaan tenang dan tak suka menampakkan emosi yang terlalu berlebihan.  Ini adalah momentum yang amat berharga bagi Jessica untuk menepis segala tuduhan yang dialamatkan atas dirinya selama ini. 

Mari kita baca pembelaannya Jessica secara utuh di sini:

Analisis isi: 

  1. Tulisan Jessica tidak mengungkapkan tentang bagaimana kronologis kejadian. Ia tak merasa berkewajiban untuk menjelaskan hal tersebut. Secara umum, pledoi Jessica lebih pada curahan hati terdakwa yang terpendam selama ini.
  2. Awal pembacaan adalah tentang kesadaran Jessica tentang apa yang sedang dihadapinya. Ia berdiri untuk menghadapi tuduhan bahwa dirinya telah meracuni temannya sendiri: Mirna.  
  3. Kematian Mirna adalah hal yang sama sekali tidak pernah diduganya. Peristiwa itu sangat cepat dan membuatnya tidak siap dan mengalami kebingungan. Yang lebih tidak diduga lagi, ia justru dituduh meracuni Mirna. Tapi Jessica sadar itu adalah merupakan takdir bagi Mirna maupun bagi dirinya sendiri.
  4. Jessica sampai saat ini tak pernah menunjukkan tanda-tanda pernah membenci Mirna. Dalam pembelaan ini ia pun konsisten dalam menilai sosok Mirna yang dikatakan sebagai orang yang baik, ramah, kreatif dan humoris. Ia pun mengenang waktu-waktu indah bersama Mirna.
  5. Tekanan dan intimidasi dari keluarga Mirna berkali-kali dialami Jessica, baik sebelum JKW menjadi tersangka maupun dalam proses pengadilan. Yang terakhir, tayangan televisi tentang kedatangan keluarga Mirna ke gedung kejaksaan agung untuk menyatakan keberatan atas tuntutan Jaksa Penunutut Umum (JPU) yang menuntut pidana JKW selama 20 tahun penjara. Pihak keluarga Mirna sangat kecewa atas tuntutan tersebut. Bagi mereka, hukuman yang paling tepat untuk JKW adalah pidana seumur hidup. Maka, bisa dipahami di awal pembacaan pembelaan, ia langsung menyoroti keluarga Mirna sebagai keluarga yang jahat. 
  6. Kalimat "membuat saya berpikir apakah mereka menjadi jahat karena kehilangan Mirna atau mereka kehilangan Mirna karena mereka jahat." adalah sebuah kalimat bersayap, cerdas sekaligus santun dalam mengkritisi keluarga Mirna. Jessica secara tidak langsung mengatakan bahwa ia tidak yakin, apakah keluarga Mirna jahat karena kematian Mirna atau memang sudah jahat dari sononya.
  7. Penegasan awal Jessica bahwa dirinya tidak meracuni Mirna ditujukan untuk keluarga Mirna  yang dianggapnya telah memperlakukan dirinya bagaikan sampah. Berbagai tuduhan dari keluarga Mirna selama ini yang banyak mengungkapkan kabar miring tentang Jessica (antara lain: lesbian, psikopat, kepribadian ganda).
  8. Penghakiman publik atas diri Jessica membuat diri dan keluarganya amat menderita. Saat itu Jessica belum dijadikan tersangka, namun opini masyarakat bahwa Jessica pelaku yang menaruh racun di kopi Mirna sudah tak terkendali. Hingga apapun yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh Jessica tetap dianggap salah. 
  9. Penegasan ulang Jessica bahwa ia tidak menaruh racun di kopi Mirna ditujukan kepada publik. 
  10. Tekanan dari pihak kepolisian. Ini terjadi dari awal penyelidikan, rekonstruksi, penyidikan dan dalam masa tahanan. Jessica mengaku dirinya mengalami teknana dan intimidasi secara mental oleh pihak penyidik untuk mengakui perbuatan yang tidak pernah dilakukannya. Di samping itu, ia pun kembali menegaskan bahwa dirinya ditempatkan di dalam sel yang sangat tidak manusiawi.   
  11. Proses persidangan pun tidak lepas disorot oleh Jessica. Ia sangat sedih urusan pribadinya dibawa-bawa di tengah-tengah persidangan dan menyatakan bahwa itu semua tidak ada kaitannya dengan kasus kematian Mirna. 
  12. Jessica mencoba untuk menggugah hati dan pikiran majelis hakim untuk dapat memahami tentang karakter diri Jessica yang sebenarnya, dan bukan dari opini orang-orang yang tidak menyukainya.
  13. Jessica kembali mengungkapkan kebaikan Mirna yang sampai kapan pun merupakan teman baiknya. Jessica yakin jika Mirna masih hidup, ia  akan bersaksi bahwa Jessica tidak mungkin meracuninya. 
  14. Pledoi ditutup dengan sumpah. Jessica bersumpah bahwa ia bukan seorang pembunuh. Sumpah itu ditujukan selain untuk meyakinkan majelis hakim, juga kepada publik.
  15. Dari awal pembacaan pledoi hingga akhir suara Jessica terdengar parau, tampak terisak dan berkali-kali menghela nafasnya. Hal yang hampir mirip sewaktu sesi keterangan terdakwa, sewaktu Jessica menceritakan tentang pengalamannya di sel tahanan Polda Metro Jaya.        

KARAKTER JESSICA DAN HARI-HARI AWAL PASCA KEMATIAN MIRNA

Pembelaan Jessica ini menggambarkan apa yang ada di dalam benak dan perasaanya dan bagaimana selama ini ia menilai kasus peristiwa kematian Mirna. Jessica merasa kejadian itu sangat tiba-tiba dan ia tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Mirna ketika ia kolaps di Cafe Olivier hingga kemudian meninggal dunia. Walaupun memiliki kecurigaan pada kopi, namun Jessica tidak ingin menduga-duga. Terjadi disorientasi (kebingungan) pada diri Jessica pada saat kejadian hingga ia tidak tampak banyak bereaksi ketika Mirna  tak sadarkan diri. 

Tak banyak yang memahami tentang karakter seorang Jessica. Ia adalah sosok yang tidak suka menampakkan permasalahan dan kegalauan jika ia diterpa masalah. Orang dengan karakter seperti ini lebih tampak tegar menghadapi masalah. Namun, itu bukan berarti ia tidak punya rasa emosi dan empati. Psikiater pernah memeriksa Jessica dan menyimpulkan bahwa Jessica memiliki potensi untuk menyakiti diri sendiri jika ada masalah berat. 

Yang paling mungkin terjadi sehari setelah Mirna meninggal adalah karena shock berat atas kejadian di Cafe Olivier, Jessica jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai pengakuannya pada Sandy (adik kembar Mirna) dan Hanie. Namun, ternyata hal ini justru menimbulkan kecurigaan kuat dari pihak keluarga Mirna. Perlu diketahui, sehari setelah kematian Mirna sudah ada kabar tentang kopi yang dibubuhi racun dari orang yang tidak bertanggung jawab. Tulisannya berbahasa Inggris dan menjadi viral di dunia maya.

Pada hari kedua, sudah terjadi gangguan-gangguan pada keluarga Jessica. Ini dibuktikan dari rekaman ponsel Sandy yang menyatakan bahwa rumahnya diteror oleh preman (dijelaskan ada 4 orang Ambon) yang diduga oleh Jessica adalah dari Cafe Olivier. Hal ini dirasa aneh, karena yang tahu rumah Jessica hanya Mirna dan Arief, mereka berdua pernah menjemput Jessica di awal Desember 2015 untuk makan di Kelapa Gading.  Mungkin saja preman ini bukan suruhan Cafe Olivier, tapi justru dari keluarga Salihin yang mulai curiga dengan Jessica. 

Karena dibujuk oleh Sandy, maka Jessica datang sore itu juga untuk melayat Mirna di rumah duka. Saat itulah, Jessica mulai mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan: diminta untuk menuliskan kronologis kejadian, lalu tante Roosniati Salihin (kakak dari ayah Mirna Darmawan Salihin) mengungkapkan bahwa ada temuan dari CCTV bahwa ada teman Mirna yang di cafe tersebut yang sedang memasukkan sesuatu ke dalam gelas Mirna. Ini sebuah tuduhan yang memojokkan Jessica, karena Mirna datang bersama Hanie. 

Jadi pasti yang dimaksudkan oleh tante Roos adalah Jessica. Saat itu juga Jessica langsung pergi dari rumah duka. Setelah peristiwa itu, keluarga Salihin semakin membenci Jessica dan merasa memiliki cukup keyakinan untuk memastikan bahwa Jessica adalah pelaku yang telah meracuni Mirna. Saat itu CCTV belum diperiksa oleh ahli digital forensik. Pernyataan awal dari Polsek Tanah Abang yang pertama kali melihat tayangan CCTV di malam kejadian, tidak ada kecurigaan bahwa ada teman Mirna yang diduga memasukkan sesuatu ke dalam gelas Mirna.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun