[caption id="attachment_177966" align="aligncenter" width="375" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] BALADA SERIGALA DAN BURUNG HANTU Perbedaan adalah keindahan dalam persahabatan Serigala dan Burung Hantu. Siapapun tidak ada yang mengira bahwa persahabatan ini mungkin terjadi. Serigala yang liar, urakan dan berdarah dingin bisa akrab dengan Burung hantu yang tenang, bijak dan penuh wibawa. Mungkin persahabatan mereka hanya terdengar seperti dongeng dan lelucon bagi makhluk yang lain. Hampir separuh masa hidup kedua sahabat itu dihantui kecemasan yang luar biasa. Bagi Serigala, siang adalah terror karena para manusia pemangsa akan dengan jeli memburunya. Serigala tidak pernah mengerti apa alasan manusia-manusia ganas itu memangsanya. Sang Burung Hantu pun tidak kalah takut dan cemasnya ketika senja berlalu dan malam menyapa dengan keheningan. Keheningan yang perlahan terkikis oleh alunan doa-doa para dukun kampung, pemuka masyarakat dan puluhan warga yang mengincar keberadaannya karena mengira roh jahat bersemayam disetiap jiwa burung hantu. Menuju malam, dua sekawan itu terlibat percakapan hangat. Sang Burung hantu mendarat di ranting pohon tepat diatas serigala yang sedang berteduh. “ Mengapa kau begitu lesu hai kawanku serigala kelabu? “ Sang Burung hantu bertanya dengan tenang. Serigala hanya memandangnya ke atas dan lalu kembali tertunduk. “ Jangan pernah memulai hari dengan raut wajah seperti itu..tidak baik” , Sang burung hantu kembali menegur serigala dengan perlahan. “ Engkau yang memulai hari, Aku malah baru mau menutup hari..Ingat, Kita punya perbedaan waktu hai burung hantu “ . Serigala menjawab bermalasan. Menyadari perkataan serigala, sang burung hantu hanya tertawa kecil sambil berkata. “ Seberbeda apapun kita, toh nasib kita juga sama, Hohoho.. “ dan sambil sedikit merentangkan sayapnya, Sang burung hantu kembali berkata “ Tidurlah wahai karibku serigala..bermimpilah, jangan sia-siakan tidurmu! “ “ Apa yang harus dimimpikan, pak tua? “ serigala nyeletuk dengan pertanyaan. “ Yaaah, Apa saja lah.. entah itu betina pujaanmu kah?, Ikan segar kesenanganmu kah? Haha.. Bermimpi itu boleh apa saja wahai serigala tua!. Bukankah kau penggila betina dan rakus ? Hahaa… Sang burung hantu menjawab sesukanya. “ Sudahlah, jangan banyak tanya pak tua! Aku sudah lelah seharian! “ Balas serigala bermalasan “ lelah kenapa serigala kelabu? lelah mempermainkan betina? Hahahaaa.” Sang burung hantu sebenarnya ingin menyinggung kelakuan serigala kelabu. “ Ahh.. Terserah kamu sajalah pak tua! “ Tutup serigala dan terlelap. Serigala dan burung hantu memang memiliki perbedaan waktu dalam beraktifitas. Biasanya Serigala mencari makan, berpatroli dan berkumpul dengan teman-teman sebangsanya ditepian sungai pada pagi dan siang hari, sedangkan Sang burung hantu beristirahat di siang hari dan beraktifitas seperti memberi kotbah atau mengobati sakit penyakit sesama rasnya dibalai pertemuan diatas sebuah pohon tua pada malam larut. Senja adalah sebuah romantisme persahabatan. Ketika langit jingga menyaksikan canda, senda-gurau dan bahkan perdebatan antar kedua sekawan itu. Senja merupakan waktu dimana mereka saling terjaga, saling menyapa, saling menegur,saling kritik dan saling segalanya. Hari semakin larut, Serigala tampak tertidur pulas, dengkurannya yang tak berirama melenyapkan sunyi. Kesunyian yang sangat dicemaskan Sang burung hantu. Dengkuran yang aneh. Tidak pernah terdengar dengkuran seaneh ini..seperti alunan orkestra yang dipimpin dirijen mabuk!. Begitulah keluh Sang burung hantu dalam hati sambil memandang pulasnya serigala malam ini. Setelah mengemas barang dan materi kotbah malam ini, Sang burung hantu bergegas pergi ke balai pertemuan. Sepanjang perjalanan, dengkuran serigala masih teriang dibenak Sang burung hantu. Dengkuran yang menyebalkan sekaligus yang membuatnya merasa aman. Dengkuran yang setia dilantunkan setiap malam sepanjang tahun-tahun yang mengancam. “ Materi kotbah saya hari ini adalah tentang sebuah keikhlasan! “ Ucap Sang burung hantu kepada jemaatnya yang berdesakan di ranting kokoh sebuah pohon tua. “ Ikhlas adalah syarat ! “ Tegas Sang burung hantu memulai materinya. “ Dengan mengikhlaskan, segala niat dan amal menjadi persembahan yang harum bagi Sang Pencipta! “ Tutur Sang burung hantu mempertegas. “ Ada tertulis, Ikhlas adalah ketika kita menaruh kehendak kita di bawah kehendak Sang Pencipta! Camkanlah ini didalam hati kalian kawan-kawan! “ Imbuh Sang burung hantu sambil melebarkan sayapnya. Sebagian jemaat mengangguk, sebagian lainnya mengantuk. Sang burung hantu adalah tokoh terkemuka dalam satu biota hutan tempat mereka tinggal. Hampir setiap hari diadakannya pertemuan sederhana agar keakraban antar penghuni hutan tetap terjaga. Sang burung hantu sangat ahli bercerita, berkata-kata mutiara, berdongeng dan bahkan menyembuhkan luka. Tidak sedikit anak-anak burung yang baru menetas senang mendengarkan dongengnya. Tidak sedikit juga binatang dewasa lain yang senang mendengar kotbahnya, dan tak sedikit pula yang kerap ketiduran mendengar celotehannya. Namun, hal yang kurang dapat diterima oleh beberapa warga hutan adalah persahabatan Sang burung hantu dengan Serigala. Serigala dianggap binatang yang sering mengganggu biota hutan. Selain sering berulah dan jahil, keberadaan serigala membuat manusia-manusia bersenapan rela menelusuri hutan sehingga kerap mencemaskan penghuni hutan lainnya. Malam semakin larut. Serigala terbangun karena terdengar akan sesuatu. Perlahan serigala coba menganalisa endusan dan penglihatannya. Telinga dan ekornya juga mulai bergerak-gerak. Serigala pun bangkit dan mengambil kuda-kuda lari namun ia memutuskan untuk menunggu sesaat. Didengarnya suara langkah kaki yang ramai. “ Pemburu ?, Mengapa mereka datang dimalam hari ?, sebentar.. Mengapa tidak tercium bau mesiu? “ serigala bertanya-tanya dalam hati. Serigala khawatir luar biasa. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Biasanya para manusia bersenapan memburunya di siang hari, atau pada saat mereka mencari ikan di tepian sungai pagi-pagi. Suara langkah kaki ini tidak biasa dan sepertinya ramai sekali. Biasanya pemburu serigala beraksi berdua atau bertiga saja. “ Ini tidak biasa! , pemburu tidak datang beramai-ramai! “ Imbuh serigala dalam hati sambil berjalan di sekitar pohon tua tempatnya berteduh. Dibagian atas batang pohon tua ini adalah kediaman Sang burung hantu. Rantingnya yang lebat dan rimbun menjadikan kehangatan alami bagi yang berteduh dibawahnya. Serigala menumpang dibawah pohon tua Sang burung hantu dengan kesepakatan bilamana serigala harus mencarikan makan untuk Sang burung hantu setiap malamnya. Sebagai kesatria terdepan dihutan itu, Serigala berinisiatif mencari tahu ada apa gerangan. Berjalan kearah timur, Serigala mengendus bau-bau dupa dan minyak bakaran. Alunan doa-doa dukun terdengar sayup-sayup. “ Astaga! , Manusia mantra! Dia datang bersama warga desa..” Serigala berhasil mengenali apa yang dilihatnya. “ Tapi mengapa mereka tidak mengarah ke rumah pak tua burung hantu ? , Jangan-jangan.. Mereka sudah mengetahui letak balai pertemuan burung-burung soleh itu! “ Kata serigala menyimpulkan dalam hati. “ Aku harus melakukan sesuatu!! “ tekad si serigala kelabu. Setelah lolongan panjangnya menembus malam, serigala lekas berlari menuju kerumunan manusia-manusia bermantra yang melangkah perlahan diatas salju. Dengan laju berlari yang sangat kencang, serigala melompat dari kegelapan dan mencakar wajah sang dukun. Tidak berhenti disitu, serigala juga menyerang seorang pria yang ingin mengusirnya dengan obor. Digigitnya lengan pria tersebut namun sial bagi serigala, seorang pria lainnya berhasil menghempaskannya ketanah dengan sebuah parang. Serigala terluka parah. Luka bacok di rusuknya menganga. Namun ia masih berusaha melawan dengan geramannya. Melihat keadaan tidak seimbang, serigala dengan kekuatan seadanya berlari kearah timur-laut. Melawan arah balai pertemuan burung-burung. Dukun yang wajahnya terluka parah dan kehilangan kedua matanya menghujat serigala. “ Kejar dan bunuh serigala kelabu itu!! Roh jahat ada didalamnya!! “ teriak dukun itu kepada warga yang mencoba memapahnya. Warga pun beralih arah mengejar si serigala kelabu. Disisi lain dibalai pertemuan, Sang burung hantu hampir sampai dikesimpulan kotbahnya malam itu. Namun terdengar olehnya sebuah lolongan panjang. Sang burung hantu tersentak sesaat. Ia sangat mengenal lolongan itu. Ada perasaan yang bergejolak di hati sang burung hantu. Secara tidak sadar, ada ikatan emosional yang erat antara serigala dan burung hantu. Mungkin karena telah sekian tahun bersahabat. Dengan segera Sang burung hantu mengakhiri kotbahnya tanpa kesimpulan. Lalu ia terbang mencari tahu keberadaan serigala kelabu. Jemaat perlahan membubarkan diri. Masing masing terbang kembali ke dahan pribadi. Tertinggallah mereka yang tertidur saat kotbah tadi. Sang burung hantu terbang kembali ke rumahnya. “ Serigala kelabu!!, dimana kau?!! “ Teriak Sang burung hantu sambil mencari kesana-kemari. “ Serigala kelabu!! Apa yang terjadi?? Jawab lah!! “ Kembali Sang burung hantu berteriak pada kekosongan. Tak lama kemudian Sang burung hantu kembali terbang menelusuri hutan. Ia terbang kearah selatan lalu beralih kearah barat setelah tidak menemukan keberadaan serigala kelabu. Terbang kearah timur adalah pilihan paling beresiko karena perkampungan penduduk terletak di bagian timur hutan itu. Namun akhirnya Sang burung hantu memberanikan diri untuk terbang ke arah tersebut dengan segala kemungkinan buruk yang akan terjadi. Di separuh perjalanan, Sang burung hantu tersentak. Terlihat olehnya bercak dan tetesan darah. Dengan cekatan Sang burung hantu menghampiri objek yang dilihatnya tersebut. Hatinya tersengat ketika menemukan helaian bulu berwarna kelabu diantara bercak darah tersebut. Di ikutinya bekas tetasan darah sang serigala. Sampai pada satu titik dimana tetesan darah berakhir. Asa sang burung hantupun seolah berakhir. Didalam benaknya hanya bayangan wajah sahabatnya, serigala kelabu. Matanya yang mulai berlinang terus menelik ke berbagai arah. Memandang penuh tanda tanya. Tak jauh dari tetesan darah serigala, ditemukannya jejak-jejak kaki manusia dan sebatang obor yang telah padam. Timbul kecurigaan yang diiringi tanya dalam benak Sang burung hantu. “ Mengapa ada obor ?, Pemburu serigala tidak pakai obor! Mereka memakai senter.. “ ucap sang burung hantu sambil bergerak kearah obor. “Ada ampas dupa!, dan minyak bakaran juga tertumpah disini!! Ini pasti ulah manusia-manusia bermantra yang mengincar keberadaan persekutuan kami!!! “ Teriak Sang burung hantu dengan geram. Hari mulai pagi, Sang burung hantu terpaksa kembali ke pohon tua miliknya. Dengan pertimbangan keamanan maka sang burung hantu memilih untuk beristirahat sejenak karena penduduk kampung di timur hutan pasti mengamuk dan akan memangsanya bila melintas di kawasan tersebut. Sang burung hantu tertetunduk penuh kekesalan, penyesalan, dan amarah yang berkecamuk dibenaknya. Tidak henti ia mondar-mandir di sepanjang dahan pohon tua kediamannya. Sementara serigala terus berlari.. beberapa langkah dibelakangnya adalah para penduduk kampung dengan parang dan panah di tangan mereka. Serigala mulai tertatih. Luka di rusuknya menguras hampir seluruh kekuatannya. Dengan sisa-sisa kekuatan dan harapannya, serigala mengalihkan arah ke tepian sungai di bagian timur-laut. Menyerah adalah kosakata asing bagi si serigala kelabu. Air sungai cukup deras ketika serigala dan para penduduk yang memangsanya tiba. Serigala kelabu melompat kesebuah bongkahan batu besar dengan segenap kekuatan terakhirnya. Para penduduk kampung perlahan mengatur langkah mendekati serigala yang telah mati langkah. Para pemanah tidak bisa melepaskan tembakan karena pandangan yang terhalang embun tebal. Serigala kelabu tertunduk lesu. Ia telah berserah. Tak lagi punya daya. Bahkan untuk mengeluarkan suara sekalipun. Serigala sudah terkepung, dan pria yang tadi menebas rusuk serigala kelabu kini kembali menggangkat parangnya tinggi-tinggi. “ Habis-lah Kau Serigala roh jahaaaaaaaaaat!! “ Teriak pria tersebut penuh amarah. Tiba-tba.. Terdengar suara gemuruh yang sangat dasyat. Semua penduduk yang mengepung serigala kelabu terkejut. Suara gemuruh kini disertai guncangan yang cukup terasa. Mereka kini berada di tengah-tengah sungai dan cukup sulit untuk kembali menepi. Suara gemuruh terdengar semakin keras dan dekat. “ Air bah!! Air bah!! Selamatkan diri kalian!! “ para penduduk berteriak satu kepada yang lain. Alam tengah menunjukkan keadilannya. Gunung Es di balik kampung penduduk itu ternyata sebagian mencair oleh sengat matahari yang tidak biasa pada pagi itu. Oleh karenanya terjadi banjir bandang karena hutan-hutan disekitar kaki gunung telah terpangkas oleh egoisme manusia. “ Mari kita akhiri pertikaian kita, wahai Manusia “ ucap serigala kelabu dengan setengah suara. Dalam hitungan satu kedipan mata, Air yang sangat dingin itu menggulung serigala serta seluruh penduduk yang mengepungnya. Begitu deras hingga batu-batu besarpun terbawa oleh arus. Ketika itu pula air-mata Sang burung hantu menetes. Dengan perasaan haru, Sang burung hantu memutuskan untuk terbang kearah timur-laut. Seolah Ia tahu kemana harus pergi. Seolah Ia tahu apa yang telah terjadi. Tak henti ia mencari separuh jiwanya yang belum kembali. Harapan timbul tenggelam ketika Ia melihat sekawanan serigala. Namun, tak satupun Ia kenali. Hingga akhirnya.. Ditepian sebuah muara yang curam, Ia mengenali sesosok tubuh yang seperinya tak lagi berdaya. Sang burung hantu mendarat tepat disisi tubuh serigala kelabu yang terbujur kaku. Serigala ternyata masih punya daya menatap mata sang burung hantu. Sang burung hantu kehilangan kata. Seluruh perasaan serta jiwanya seolah runtuh. Tatapan itu tidak terjelaskan oleh kata-kata. Mungkin hanya puisi yang dapat melukiskannya. Hening.. Gemuruh telah berakhir. Begitu pula khawatir, dan tatapan terakhir itu telah menjelaskan segalanya.. Tatapan yang penuh harapan. Sang burung hantu menggangguk. Seketika itu pula tatapan itu terpejam. Fajar perlahan mendarat..Ini adalah senja pertama Sang burung hantu tanpa serigala kelabu. Tanpa canda, tanpa senda-gurau, tanpa sapa, tanpa tegur, tanpa kritik, bahkan tanpa segalanya. Malam akan begitu hening tanpa dengkuran serigala kelabu. Namun, keheningan kini penuh kedamaian. Karena tiada hal yang perluh ditakutkan. Dukun dan penduduk bermantra itu telah musnah. Malam ini adalah purnama. Sang burung hantu hanya bisa membayangkan nyanyian serigala kelabu seperti di malam purnama sebelumnya. Sang burung hantu bergegas menuju balai pertemuan untuk menyelesaikan Kotbah yang terpenggal. Kotbah tentang makna sebuah keikhlasan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI