Mohon tunggu...
Doni Ekasaputra
Doni Ekasaputra Mohon Tunggu... Dosen - Jebolan Mahad Aly Situbondo

Mengolah rasa menuju cinta-Nya

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jangankan Keturunan Nabi, Pezina Saja Tidak Boleh Dicaci Maki

15 April 2021   18:01 Diperbarui: 15 April 2021   18:05 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Caci Maki diambil dari https://www.merdeka.com/

Dosa tetaplah dosa. Dia bisa melekat pada siapapun. Dia tidak mengenal nasab dan juga jabatan. Jangankan manusia biasa, nabi saja yang secara personal maksum, hampir-hampir saja terjerumus dalam kesalahan. Jelasnya, tidak ada satupun perisai anti dosa yang melekat dalam diri manusia. Mereka pasti akan atau pernah melakukan dosa.

Menjadi pribadi yang pernah atau akan berbuat dosa adalah fitrah manusia. "Mengultuskan" manusia menjadi pribadi yang tidak pernah salah justru menyalahi fitrahnya. Walaupun demikian, dosa dan manusia adalah dua entittas yang berbeda. 

Sewaktu-waktu dosa bisa saja datang dan pergi karena dia  tidak pernah mengenal  waktu. Dalam sekejap, dosa bisa saja menjauh dan juga datang menghampiri dari manusia.

Atas fitrahnya yang labil inillah, rahmat dan ampunan Allah selalu terbuka untuk manusia yang mau bertaubat setiap saat. Bahkan ada saatnya, taubat tuhan lebih cepat dari dosa manusia.   

Seburuk-buruk perbuatan dosa,  dia tidak bisa menjadi alat legetimasi untuk merendahkan pelakunya. Ada saatnya, mantan pendosa akan lebih baik dari orang yang mulia sekalipun.

Para bijak bestari mengatakan, "Setiap orang baik pasti memiliki masa lalu dan orang yang jahat pasti memiliki masa depan".  

Sedari awal, nabi telah memberikan peringatan agar kita tidak boleh merendahkan ataupun menghina orang lain lantaran dosa yang diperbuatnya.

                                                                                                                                                                                                          Barang siapa menghina saudaranya lantaran dosa yang diperbuatnya maka dia tidak akan mati sebelum dia sendiri melakukan yang sama.

Boleh saja seseorang melakukan caci-maki sebagai salah satu tahapan amar makruf nahi mungkar. Nomor urut empat dari tujuh hirarki tahapan amar makruf nahi mungkar sebagaimana dijelaskan oleh Imam Ghazali adalah melakukan caci-maki. Namun caci-maki ini harus ditujukan kepada perbuatannya, bukan kepada orangnya. Sedikitpun tidak boleh ada kebencian terhadap pelakunya, tetapi kebencian harus dialamatkan kepada perbuatannya. 

Sebagaimana dosa bisa melekat kepada siapapun maka larangan untuk menghina orang lain lantaran dosanya juga berlaku kepada siapa saja. Hormat kepada manusia tidak mengenal nasab dan jabatan. Penghormatan semacam ini tidak boleh tebang pilih, walaupun kepada seorang lonte sekalipun.

Mari ambil hikmah dari sosok Ghamidiyah yang mengaku pernah berzina dan meminta untuk dirajam kepada baginda nabi.

Ghamidiyah datang kepada Rasulullah dan berkata, 

"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah berzina, sucikanlah diriku."

Rasulullah "not responding" dan menolaknya.

Keesokan harinya, ia kembali mendatangi Nabi lalu berkata,

 "Mengapa engkau mengabaikanku wahai Rasulullah? Apakah engkau menolakku sebagaimana engkau menolak Ma'iz bin Malik? Demi Allah, aku sungguh telah hamil."

Rasulullah lantas menjawab,

"Barangkali tidak demikian. Pergilah, kembali lagi kalau nanti engkau sudah melahirkan!"

Ketika Ghamidiyyah melahirkan, ia datang kepada Nabi membawa bayinya,

"Ini Rasulullah, aku telah melahirkan."

Rasulullah menjawab,

"Pergilah! Susuilah anakmu dan datanglah kembali kalau engkau sudah menyapihnya."

Ketika Ghamidiyyah sudah menyapihnya, ia kembali datang kepada Rasul membawa anak tersebut.

"Ini Rasulullah, aku telah menyapih anak ini dan memberinya makanan."

Ketika ada sahabat yang siap mengasuh si anak, Rasulullah mengambil anak tersebut dan memberikan kepadanya. Kemudian digalilah lubang untuk Ghamidiyah sampai seukuran dadanya dan dimasukkanlah ia dalam lubang tersebut. Rasulullah lantas memerintahkan orang-orang untuk merajamnya. 

Pada waktu itu juga, Khalid bin Walid turut serta merajam perempuan tersebut dan ia melemparnya dengan batu. Batu yang ia lempar ternyata mengenai kepala perempuan tersebut dan darahnya muncrat mengenai wajah Khalid. Khalid marah besar dan mencaci maki perempuan tersebut.

Mendengar caci maki Khalid, Nabi lantas bersabda,

 "Tenanglah Khalid! Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, sungguh perempuan ini telah bertaubat yang seandainya para pelaku kejahatan bertaubat (seperti itu juga) maka akan diterima."

Coba lihat bagaimana respon nabi terhadap serapah Khalid. Nabi sangat menghormati si Ghamidiyah. Kepada pelaku dosa besar seperti zina saja nabi menaruh hormat kepada pelakunya, apalagi lainnya.

Setelah dirajam, Ghamidiyah kemudian dishalati dan dikuburkan layaknya anak adam pada umumnya.

Dalam riwayat lain, sikap nabi ini memantik Umar bin Khattab untuk bertanya kepada Nabi. Umar bertanya,         

 "Apakah baginda nabi akan menyalatinya (Ghamidiyah), sementara dia benar-benar telah melakukan zina?"

Nabi kemudian menjawab

"Dia benar-benar telah bertobat, kalau seandainya tobatnya dibagi-bagi untuk tujuh puluh orang penduduk Mandinah maka sangat mencukupi."

Uswah yang diteladankan oleh baginda nabi adalah beliau akan mencari jalan untuk memberikan maaf atas kesalahan orang lain. Itulah mengapa nabi tidak merespon dengan cepat pengakuan si Ghamidiyah. Lihat betapa jahatnya penduduk Thaif yang melempari nabi dengan batu sehingga pelipisnya berdarah. Namun nabi menolak membalasnya padahal Jibril sudah menawarkan diri untuk membalas perbuatan mereka. Nabi justru memanjantkan doa untuk mereka dan mengatakan bahwa mereka berbuat jahat seperti itu dikarenakan mereka tidak tahu saja.

Imam Mawardi menulis,

                                  ... .

Manakala seseorang berbuat buruk, carilah alasan untuk memaafkannya. Jangan (melulu) lihat akhir dari keburukannya karena itu bisa saja tidak seberapa jika dibandingkan dengan lainya. Pelajaran dan hikmah teramat banyak bagi orang yang mau berfikir. 

 

Semoga kita bisa meneladani baginda nabi, full versi. Ingat! Dalam satu keburukan masih ada seribu alasan untuk memaafkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun