Mohon tunggu...
Doni Arief
Doni Arief Mohon Tunggu... Dosen - Faqir Ilmu

Pencari dan penikmat kebenaran paripurna

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Urgensi Maqosid Syariah di Masa Pandemi

13 Juni 2020   18:31 Diperbarui: 13 Juni 2020   18:28 1632
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Imam Asy-Syatibi, kemashlahatan akan tercapai, apabila 5 unsur maqosid syariah, dapat terlaksana dengan baik, di antaranya menjaga agama (din), jiwa (nafs), kehormatan atau keturunan (nasl), harta (mal) dan akal (aql). Kelima hal tersebut, dipahami dalam dua arah.

Pertama. Alloh swt, sebagai pembuat syariat dengan pemberian garansi keselamatan bagi hamba-Nya yang melaksanakan syariat. Kedua. Pelaksana syariat dalam kapasitas melaksanakan atau meninggalkan syariat, maka akan terjadi "reward and punishment", di akhir perbuatannya. Misalnya, Kecenderungan utama manusia adalah berTuhan, karena hal tersebut fitrah dasar yang dimiliki manusia ketika pertama kali diciptakan, sehingga dia tidak bisa menegasikan potensi tersebut. Syariat akan memfasilitasi manusia untuk memahami eksistensi Tuhan dengan benar.

Lantas, ketika manusia berada "on the track" syariat tentang menjaga agama (din), maka dia akan mendapatkan "reward", berupa ketenangan dan kepuasan spiritual tentang Tuhan di dalam hidupnya, tetapi ketika dia menolaknya, maka dia akan mendapatkan "punishment", berupa kekosongan (hollow) spritual di dunia, tetapi juga akan dijerat bayangan eskatologis yang tertulis secara tekstualis di dalam ayat suci, tentang hukuman yang akan diterimanya di akhirat, ketika dia sudah "lancang" menolak eksistensi Tuhan.

Dalam pelaksanaannya maqosid syariah, harus mempertimbangkan tiga tingkat kualitas kebutuhan manusia, mulai dari kebutuhan paling mendasar atau primer (daruriyat), kebutuhan pelengkap atau sekunder (hajiyat) dan kebutuhan kemewahan atau tersier (tahsiniyat). Maqosid syariat meletakkan pentingnya skala prioritas dalam kebutuhan manusia. Artinya, dibolehkan mengganti beberapa kepentingan dengan cara memilih tingkatannya berdasarkan kualitas kebutuhan dan kedaruratannya.

Islam sebagai kompilasi syariat, tidak pernah membebani umat Islam di luar batas kemampuannya dalam menjalankan syariat. Misal, melaksanakan solat dengan cara berdiri hukumnya adalah wajib, tetapi apabila orang tersebut tidak mampu berdiri dengan alasan sakit, maka Islam memberikan keringanan (rukhsah) kepadanya, sehingga solat dapat dilakukan dengan cara duduk dan berbaring sesuai dengan kemampuannya.

Islam membolehkan untuk memakai pakaian yang indah dan mahal (kebutuhan kemewahan) ketika akan melaksanakan ibadah, tetapi ketika substansi berpakaian telah tercapai, yaitu menutup aurat, maka sebaiknya pakaian yang dipakai jangan berlebih-lebihan, sehingga berpotensi mengundang munculnya kesenjangan sosial.

Ketika terjadi kontradiksi di antara ibadah dan kebutuhan sosial, maka yang dilihat adalah mencari titik keseimbangan (equality point) di antara nilai kebaikan ibadah dan sosial-kemanusiaan. Misal, seseorang akan melaksanakan solat berjamaah di Mesjid. Ketika dalam perjalanan, dia melihat seseorang yang mengalami kecelakaan.

Dalam situasi seperti ini, maka dia harus memilih di antara meneruskan solat berjamaah di Mesjid atau membantu terlebih dahulu korban kecelakaan. Maka yang harus dilakukannya adalah menyelamatkan korban kecelakaan terlebih dahulu, karena menyelamatkan nyawa, termasuk menjaga jiwa (nafs) dalam maqosid syariah. Menyelamatkan nyawa manusia hukumnya wajib, sedangkan melaksanakan solat berjamaah hukumnya sunnah, maka dia harus menyelamatkan terlebih dahulu korban kecelakaan tersebut, baru kemudian tetap melaksanakan solatnya secara sendirian (munfarid).

Urgensi Maqosid Syariah di Masa Pandemi

Dunia sedang mengalami pandemi yang disebabkan covid-19 (corona virus disease), tidak terkecuali di negara Indonesia, dengan jumlah kasus positip yang terus menunjukkan peningkatan grafis disertai angka kematian (death rate) yang cukup tinggi. Mitigasi bencana mulai diaplikasikan secara massif. Setiap aktifitas sosial harus memperhatikan protokol kesehatan secara ketat, untuk menekan laju penyebaran (spread) covid-19.

Sifat utama penyebaran covid-19 adalah melalui sentuhan langsung dengan virus yang melekat pada objek tertentu, kemudian masuk melalui lendir cairan yang terdapat pada mata, hidung dan mulut. Maka, metode untuk menghindarinya simptomatis, di antaranya rutin mencuci tangan dengan cairan yang mengandung disinfektan, menjaga kebersihan tubuh, menjaga jarak (physical distancing), menghindari kerumunan sosial (social distancing), menggunakan masker, meningkatkan imunitas tubuh, dan bagi yang sudah terpapar, harus melakukan karantina diri (self quarantine) agar tidak menularkan penyakitnya kepada yang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun