Kopi Nusantara adalah sebutan yang masyhur. Indonesia, yang dulu sering disebut sebagai "Secangkir Jawa," memang merupakan wilayah yang tak terpisahkan dari narasi kopi global. Sebutan Indonesia sebagai surga kopi dunia bukanlah isapan jempol, melainkan fakta yang terpahat dari barat hingga timur.
Sebagai produsen kopi terbesar keempat di dunia---dengan produksi stabil di kisaran 12 juta karung (60kg/karung) per tahun---kita memiliki kekayaan cita rasa yang tak tertandingi. Namun, di balik angka produksi yang masif, terbentang pertanyaan fundamental bagi para penikmat, pengusaha, dan pemangku kebijakan: Di antara Arabika, Robusta, dan Liberika, mana yang sesungguhnya merepresentasikan identitas sejati Kopi Nusantara? Dan bagaimana kita memanfaatkannya secara optimal?
Dominasi Robusta: Warisan Sejarah di Kebun Nusantara
Peta perkebunan menunjukkan bahwa Robusta adalah raja di kebun Nusantara. Data dari Direktorat Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, memperlihatkan sekitar 72 persen dari total luas areal kopi didominasi oleh Robusta, menyumbang sekitar 83% dari total produksi nasional.
Dominasi ini adalah warisan sejarah. Setelah wabah penyakit karat daun (Hemileia vastatrix) melumpuhkan Arabika pada akhir abad ke-19, Belanda memperkenalkan Robusta karena sifatnya yang lebih "kuat" (robust) dan tahan hama. Cita rasanya yang pahit kuat, tekstur kasar, dan kadar kafein tinggi menjadikannya primadona untuk kopi instan, campuran (blends), atau minuman berbasis susu.
Pekerjaan Rumah Arabika: Menuju Pasar Premium Global
Sementara itu, sang primadona global, Arabika, hanya mencakup 27 persen areal, meskipun menghasilkan kopi spesialti legendaris seperti Aceh Gayo dan Toraja. Di kancah global, Arabika menguasai sekitar 70% pasar kopi dunia---sebuah fakta pembanding yang menunjukkan bahwa potensi pasar premium Kopi Nusantara masih sangat besar.
Kopi Arabika, yang ditanam di ketinggian 1.000--2.100 mdpl, hadir dengan profil yang lebih elegan: kadar keasaman lebih tinggi dan aroma kompleks---bunga, buah, atau kacang-kacangan. Di sinilah pekerjaan rumah utama kita.
Menurut Hanna Setyo, Agronomis dari Ontosoroh Coffee, fokus pada volume Robusta harus diimbangi dengan kualitas Arabika. "Secara agronomis, Robusta memang lebih mudah adaptasi, tetapi nilai tambah (value added) yang tinggi ada pada Arabika spesialti. Pemerintah dan petani harus berfokus pada intensifikasi Arabika di wilayah pegunungan yang ideal," ujarnya.
Liberika: Strategi Diferensiasi Rasa Kopi Nusantara yang Unik