Makin siang makin ramai saja pengunjung Pantai Panjang Bengkulu. Apalagi,tahun ini Festival Tabut 2025 pusat keramainya di pindahkan ke Bengkulu Sport Center di Pantai Panjang. Yang bikin tambah seru, berbarengan pula dengan liburan kenaikan kelas. Alhasil Pantai Panjang benar-benar meriah dan macet.
Aku melipir duduk di bawah pepohonan cemara laut (Casuarina equisetifolia),berlindung dari teriknya sinar matahari. Tak jauh dari tempatku berteduh. Kulihat lelaki menancapkan bambu ke pasir,lalu mengubek-ubek sesuatu dalam kardus mie instan.
Weleh, ternyata ia mengeluarkan layang-layang lipat dari dalam kardus. Tadi kusangka angler- pemancing, yang coba peruntungan mancing sebelum laut kembali surut.
Beda dengan layangn kertas yang sering kita lihat.Layangan lipat terlihat lebih praktis dikemas. Cukup lipat dan dimasukan dalam kardus.Apalagi bahanya dari plastik tipis. Jadi ringan dan tidak rusak kena air.
Kibaran layang-layang di bilah bambu ,segera menarik perhatian.Tak terlalu lama menunggu,beberapa anak mulai mendekatinya. Kudengar transaksi dilakukan dalam bahasa Bengkulu Kota.Mirip bahasa Minang beda logatnya saja.
“ Kak berapo rego lelayang sebua?
“ Limo bele dikasi benang jugo “
Pembeli menganguk,menyerahkan uang Rp.15.000 .
Jari kecil menunjuk “ ndak yang iko….yang warno merah”
Dengan cekatan Kang Layangan memasang lidi penyangga sayap. Membuat lubang kecil,untuk memasukan benang goci – istilah untuk menyebut benang layangan.