Mohon tunggu...
Rahma dona
Rahma dona Mohon Tunggu... Wiraswasta - wiraswasta

http://donasaurus.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Televisi Inkubator Alay yang Menjadi Budaya Nasional

16 Juni 2018   12:30 Diperbarui: 16 Juni 2018   20:16 2565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilust: papafox-pixabay

Televisi, menjadi inkubator pembudidayaan budaya alay. Diharapkan nantinya, tontonan semacam ini menjadi standar dalam pergaulan sehari-hari bangsa Indonesia.

Hiburan cepat saji, murah meriah adalah menonton TV. Tinggal pencet remot, maka pikiranpun senang dan hati jadi tenang. Televisi seperti memiliki kekuatan gaib. Kalau sudah 'terpelet', tak bisa berpaling darinya.

Psikolog dari University of Manitoba, Robert McIlwraith meneliti, mengapa orang menonton TV. Ternyata, secara umum orang memanfaatkan tayangan TV untuk mengalihkan perhatian. Berikut beberapa alasan yang menyebabkan orang menonton atau hanya menyalakan TV:

  • Sedih
  • Kesepian
  • Marah
  • Khawatir
  • Sekadar bosan saja

Salah satu dari alasan itu, selalu terjadi pada diri kita setiap hari. Indonesia memiliki 14 stasiun TV nasional dan sekian puluh TV lokal dengan jam tayang hampir 24 jam. Tinggal pilih sesuai mood kita saat itu.

Saya kenal seorang Ibu, dengan anak-anak yang sudah dewasa. Untuk mengisi waktu luang, selain nonton sinetron India dia juga gemar menyetel acara alay dari pagi sampai sore. Apakah si Ibu benar-benar nonton acara itu dengan serius sampai akhir?

Belum tentu, karena biasanya dia sudah ketiduran begitu iklan ketiga. Artis-artis yang ngobrol ngalur ngidul, penuh canda dan tawa membuat suasana rumahnya jadi meriah. Suara TV, sebagai pengalih perhatian dari rasa kesepian.

Lebih dari sekedar penghibur lara, TV ternyata sudah bisa pula menjaga anak. Ah yang benar?

Mama muda sebelah rumah saya, pagi-pagi biasanya menghidupkan TV dengan volume lumayan kencang. Sembari Mama sibuk sana-sini, meyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Anak balitanya, disuruh duduk manis di depan TV. Suara dan gambar menghipnotis anak untuk tidak bergerak. Pemandangan ini sekarang makin sering kita temukan di Indonesia

Saat terpaku, menonton tayangan TV, kita dalam mode Inersia Atensi. Berasal dari bahasa Latin Iners - malas. Inersia Atensi - perhatian yang membuat tubuh malas bergerak dan otak malas berpikir. Tontonan yang ditayangkan saat ini, akan terlihat pengaruhnya dimasa depan. 

Jerome Singer, seorang Psikolog di Yale University, menyatakan orang yang terlalu banyak menonton televisi sejak masa kanak-kanak tumbuh dengan kehidupan fantasi yang kurang. Bagi mereka, menonton televisi pengganti imajinasi mereka sendiri."


Kekuatan Super Subliminal 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun