Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

China Terpancing, Konflik Semakin Dekat di Laut China Selatan

29 Agustus 2020   06:00 Diperbarui: 29 Agustus 2020   12:15 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Laut China Selatan (sumber foto :UNCLOS, CIA)

Laut China Selatan semakin memanas, Untuk pertama kalinya dalam latihan militer, China menembakkan rudal balistik ke arah Laut China Selatan. China meluncurkan rudal DF-27D dari provinsi timur Zhejiang dan rudal DF-26B dari provinsi barat laut Qinghai.

Latihan militer yang dilaksanakan China kali ini, memang tergolong Latihan Militer skala besar. Dalam latihan tersebut,  China menguji kemampuan militernya di 4 wilayah lautan secara bersamaan yaitu di Laut Kuning,Laut Bohai, Laut China Timur dan Laut China Selatan.  

Reaksi keras China ini ditenggarai merupakan balasan atas tindakan AS yang menerbangkan pesawat pengintai jenis U2 Dragon Lady di zona larangan terbang dan tindakan AS yang memasukkan 24 perusahaan China kedalam daftar hitam serta mengancam akan memberikan sanksi terhadap individu yang terlibat dalam aksi militer di Laut China Selatan.

Amerika Serikat dibawah Pemerintahan Donal Trump memang semakin tegas menyikapi aksi asertif China di LCS. Selain didorong prinsip AS yang menginginkan penerapan kebebasan bernavigasi di perairan internasional di seluruh dunia, tidak terkecuali  LCS, Trump juga semakin uring-uringan dengan pandemi covid19 yang berawal dari China. 

Donal Trump menuduh China mencoba menutup-nutupi data awal covid19 yang menyebabkan keterlambatan dunia untuk mengantisipasi penyebaran dan dampaknya.  

Sebagaimana diketahui, AS merupakan salah satu negara yang terdampak parah akibat pandemi covid19 ini. Covid19 sudah menyebabkan ribuan jiwa korban meninggal di Amerika Serikat.

Oleh sebab itu, menarik untuk mengetahui bagaimana reaksi AS kali ini, karena kelakuan China  yang menembakkan rudal balistik skala menengah sepertinya sudah kelewatan. Untuk diketahui, Rudal balistik jenis DF26 dan DF 27 ini merupakan jenis rudal yang dilarang dalam Perjanjian Kendali Senjata Pasca Perang Dingin Antara Rusia dan AS.

Klaim China di Laut China Selatan

Ketegangan di Laut China Selatan ini memang sudah lama terjadi. Dimulai sejak China mengeluarkan peta negara tersebut pada tahun 1948. Dalam peta tersebut China mengklaim hampir 90% atau sekitar 2 juta km persegi dari seluruh luasan Laut China Selatan. China mengklaim berhak atas Laut China  Selatan karena mereka menganggap Laut China selatan merupakan bagian integral dari Dinasti Ming.

Klaim China ini kemudian lebih dikenal dengan Nine Dash Line (sembilan Garis putus-purus), diawali dari garis batas Pulau Hainan sampai ke zona Laut Natuna Utara, klaim ini mengambil kurang lebih 30% laut Indonesia di Natuna, 80% laut Filipina, 80% laut Malaysia, 50% laut Vietnam, dan 90% laut Brunei. 

Klaim China ini tak pelak membuat seluruh negara sekitar seperti Vietnam, Philipina, Malaysia dan Brunei Darussalam blingsatan. Tetapi reaksi China saat itu memang  ambigu dan mencoba menahan diri untuk tidak secara terang-terangan menegaskan klaimnya di LCS. 

Tetapi, seiring perkembangan ekonomi dan militer China yang mulai me-raksasa, China mulai menunjukkan ketegasan dan sikap keras atas klaim di LCS. Malah, China sudah mereklamasi beberapa pulau karang di kawasan Spartly untuk dijadikan sebagai Pangkalan Militer.

Negara Terdampak Mulai Berani Melawan.

Melihat situasi ini, sebenarnya negara-negara yang wilayahnya ikut diklaim  tidak tinggal diam. Tetapi lemahnya kekuatan laut negara-negara  ini, membuat mereka tak berdaya mengimbangi aksi keras negeri Panda ini.

Sungguhpun begitu, kemenangan Philipina atas sengketa LCS di Pengadilan Arbitrase UNCLOS di Den Haag pada tahun 2016, perlahan-lahan mulai membangkitkan moral dan keberanian negara-negara yang dirugikan untuk bersuara lebih keras.

Diawali dengan protes verbal Vietnam ke PBB atas klaim China tersebut, kemudian diikuti oleh protes verbal Malaysia dan Indonesia ke PBB. Ketiga negara ini mengajukan protes berdasarkan hasil pengadilan arbitrase  UNCLOS yang memenangkan Filipina.

Dukungan dari AS dan kekuatan Regional.

Sikap China yang semakin keras ini, rupanya memantik AS dan kekuatan regional di Asia untuk turun tangan. Hal ini terlihat wajar mengingat peran vital LCS sebagai jalur perdagangan dunia, hampir setengah arus distribusi barang di dunia, harus melewati laut ini.

Akhir-akhir ini, kekuatan gabungan beberapa negara ini mulai melakukan patroli kebebasan bernavigasi di Laut China Selatan.

Seperti yang diperlihatkan baru-baru ini, Gabungan Angkatan Laut AS, Jepang, Australia dan India melaksanakan latihan dan penerapan kebebasan bernavigasi di LCS, belakangan Prancis juga urun serta melakukan patroli kebebasan bernavigasi. Inggris sendiri, mulai tahun depan berencana menugaskan kapal perangnya untuk berpatroli di Laut China Selatan.

China Terpancing.

Rupa-rupanya, latihan dan patroli gabungan ini membuat China panas dan terpancing untuk menentang kehadiran mereka di LCS

Salah satunya dengan bertindak provokatif menembakkan rudal balistik di Laut China Selatan. Rudal DF27 memang dibuat sebagai anti kapal induk dan diklaim sebagai rudal balistik anti kapal pertama di dunia. 

Peluncuran rudal ini, sepertinya merupakan penanda bahwa Xi Jinping mulai merasa tidak nyaman dengan keberadaan koalisi yang dipimpin AS ini. China menganggap keberadaan mereka ini turut andil menambah keberanian negara-negara Asia Tenggara yang dirugikan untuk menentang klaim China di LCS.

Penembakan rudal ini sedikit banyaknya akan mengurangi kenyamanan Armada kapal induk AS di LCS.

Tensi yang semakin panas ini merupakan kode keras bagi negara-negara di kawasan LCS termasuk Indonesia, agar selalu waspada dan siap menghadapi konflik yang siap meledak sewaktu-waktu. 

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun