Mohon tunggu...
H.D. Silalahi
H.D. Silalahi Mohon Tunggu... Insinyur - orang Tigarihit

Military Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Balada Kalung Anti Covid-19

20 Juli 2020   13:53 Diperbarui: 20 Juli 2020   19:00 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eucalyptus,Anti virus Corona (sumber foto : sonora.id)

Mungkin, di berbagai belahan dunia, saat ini, beberapa ilmuwan sudah berhasil menemukan vaksin atau obat covid19 dalam  uji in vitro, tetapi mereka tidak mengklaim penemuan tersebut selama uji klinis belum selesai. 

Efek dari pernyataan ini memang kelihatannya sudah selesai setelah Kementan merevisi pernyataannya, tetapi persoalannya tidak sesederhana itu. 

Timbul pertanyaan bagaimana prosedur Kementerian Pertanian dalam mengeluarkan pernyataan ataupun kebijakan. Apakah tidak dikaji dulu? Munculnya pernyataan ini terlihat  hanya sekedar menunjukkan bahwa "kami" sudah bekerja. Bagaimana bisa, hasil penelitian yang masih mentah dan tidak teruji, dipublikasikan ke masyarakat umum.

Kelakuan seperti ini pastinya bukan tiba-tiba, ditengah budaya Indonesia yang makin individual dan permisif,  menciptakan  struktur masyarakat dan sistem pemerintahan yang kurang  menghargai kompetensi. 

Budaya birokrasi yang seperti ini, memunculkan pejabat yang lebih mementingkan pencitraan demi mendapat perhatian dari atasan dan masyarakat.

Kejadian ini juga menimbulkan asumsi tentang kebobrokan dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Sudah terlalu sering pejabat, politikus dan juga masyarakat sendiri  cenderung mengabaikan kaidah keimuan, yang menuntut proses sistematis dan metode pembuktian yang transparan.

Bukan hal yang mengherankan, di negeri ini sudah jamak seseorang mendapat gelar akademis dengan cara yang tidak baik. Sebagai contoh praktek curang yang sering terjadi antara lain: memperdagangkan jasa pembuatan skripsi, disertasi dan tesis; dengan kuliah satu hari bisa mendapatkan gelar master manajemen (MM); plagiat dan pembajakan karya ilmiah; nilai akademis sesuai pesanan dan masih banyak lagi modus kecurangan pendidikan tinggi di negeri ini.

Mantan dosen saya, lulusan S2 dari Jepang, pernah mengatakan bahwa, penyandang gelar S1, S2 dan S3 di sana, sangat jarang mencantumkan gelar akademik di belakang atau di depan nama mereka. 

Sudah menjadi budaya, mereka malu menyandang gelar akademik apabila belum pernah menghasilkan karya ataupun sebatas tulisan di jurnal ilmiah.

Terlepas dari baik atau buruknya, pandemi covid19, sudah berjasa membuka kebobrokan dan kelemahan struktur masyarakat dan pemerintahan kita. Tetapi kejadian ini bukan menjadi gong kematian bagi dunia keilmuan Indonesia. 

Pandemi Covid19  menjadi pembelajaran yang dapat merubah bangsa ini, segera memulai hidup "New Normal", belajar menjalankan prosedur yang benar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun