Mohon tunggu...
Dr.Ari F Syam
Dr.Ari F Syam Mohon Tunggu... Dosen - Akademisi, Praktisi Klinis,

-Staf Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM (@DokterAri) -Ketua Umum PB Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI)

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Terapi Oksigen Hiperbarik Bisa Tetap Menjadi Pilihan Terapi

15 Maret 2016   22:53 Diperbarui: 15 Maret 2016   23:15 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Kita semua sedih mendengar berita terbakarnya salah satu chamber hiperbarik di RSAL Jakarta. Buat kami kalangan medis tentu adanya peristiwa yang telah menyebabkan hilangnya nyawa korban dan menyebabkan jatuhnya korban luka menjadi pukulan sendiri mengingat musibah terjadi pada pusat fasilitas kesehatan. Beberapa teman media menanyakan saya tentang terapi hiperbarik. Saya sendiri tidak pernah melihat fasilitas hiperbarik di RSAL ini. Tetapi saya beberapa kali mengirim pasien untuk dilakukan terapi hiperbarik ini khususnya pasien dengan kolitis radiasi. Suatu peradangan pada usus besar bagian bawah. 

Terapi oksigen hiperbarik sendiri adalah terapi pemberian oksigen 100 % didalam ruang dengan tekanan tinggi. Dengan pemberian oksigen tinggi misal pada sebuah luka , maka diharapkan terjadi penyembuhan luka dan terjadi perbaikan proses oksigenisasi pada luka yang sedang meradang yang umumnya mengalami kekurangan oksigen. 

Modalitas hiperbarik ini pernah diteliti pada pasien2 kolitis radiasi yaitu pasien yang mengalami peradangan pada usus bawahnya akibat efek samping terkena paparan dari radioterapi. Hal ini bisa terjadi pada pasien kanker mulut rahim yang mengalami radioterapi atau pasien kanker prostat yang menjalankan radioterapi. 

Penelitian seputar peran hiperbarik di bidang gatroenterologi ini sendiri pernah dilakukan oleh Dr.Suyanto Sidik SpPD-KGEH, SpKL. Penelitian yang dilakukan beliau untuk mengambil gelar Doktor di bidang kedokteran. Penelitian ini dilakukan pada tahun 2004 sampai 2006. Hasil penelitian sudah dipublikasi pada Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology and Digestive Endoscopy pada edisi April 2007. 

Pada penelitian yang dilakukan secara acak ganda 1 kelompok pasien yang mengalami kolitis radiasi dengan mendapat hiperbarik dan kelompok lain dengan kolitis radiasi tanpa hiperbarik. Ternyata setelah mendapatkan hiperbarik angka kejadi proktitis radiasi secara bermakna pada kelompok yang mendapatkan hiperbarik dibandingkan pada kelompok yang tidak mendapat hiperbarik. Evaluasi dampak pengobatan setelah 6 bulan baik secara endoskopi (peneropongan saluran cerna secara langsung) maupun secara pemeriksaan histopatologi. 

Hasil lengkap penelitian diagnosis kolitis radiasinya di lakukan di RSCM dan terapi hiperbariknya di RSAL bisa dilihat pada website journal tersebut. 

Pada akhirnya tentu kita beharap agar tim investigasi cepat bekerja agar sisa chamber yang ada bisa dimanfaatkan kembali mengingat terapi hiperbarik sudah menjadi modalitas terapi pada kondisi2 tertentu pasien terutama kondisi penyakit yang membutuhkan oksigen tinggi.

Salam, sehat,

Dr. Ari Fahrial Syam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun