Ini menciptakan siklus yang tak berujung, semakin banyak pembuangan, semakin banyak populasi liar, semakin banyak konflik lingkungan, semakin banyak pembuangan.
Kelima, Bertentangan dengan prinsip kepemilikan yang bertanggung jawab
Jika seseorang memutuskan untuk memelihara kucing, maka sejatinya ia menanggung nasib, kesehatan, dan kesejahteraan hewan itu serta keturunannya.Â
Membuang anak kucing adalah bentuk pengingkaran terhadap ikatan moral tersebut. Pemilik bertanggung jawab bukan hanya untuk kucing saat sehat dan lucu, tetapi juga ketika ia menghasilkan keturunan.Â
Tanggung jawab itu mencakup melakukan sterilisasi, memberikan perawatan, dan mencari solusi etis (adopsi atau penyerahan ke shelter), bukan melepaskan begitu saja.
Dalam kerangka kepemilikan bertanggung jawab, salah satu langkah praktis dan etis yang harus digalakkan adalah sterilisasi (spaying/neutering) untuk kucing.Â
Sterilisasi adalah metode terbukti untuk menekan laju reproduksi yang tidak terkontrol. Banyak kota di Indonesia kini mulai menjalankan program kekal (sterilisasi massal, gratis atau bersubsidi). Misalnya, beberapa kota menyediakan klinik keliling atau bekerja sama dengan organisasi kesejahteraan hewan untuk mensteril kucing jalanan dan milik warga.Â
Program semacam ini efektif mengurangi angka kelahiran keturunan tanpa pemilik, sehingga populasi hewan terlantar makin bisa dikendalikan.
Namun, sterilisasi saja tidak cukup jika perilaku masyarakat tetap memberikan pakan secara bebas kepada kucing liar tanpa pengendalian.Â
Ada pendapat luas bahwa "memberi pakan" adalah tindakan baik, tapi sebenarnya bisa menambah populasi.Â
Ketika kucing liar diberi makanan secara rutin, itu memfasilitasi kelangsungan hidupnya dan mendukung reproduksi lebih banyak anak kucing.Â