Mohon tunggu...
Farhandika Mursyid
Farhandika Mursyid Mohon Tunggu... Dokter - Seorang dokter yang hanya doyan menulis dari pikiran yang sumpek ini.

Penulis Buku "Ketika Di Dalam Penjara : Cerita dan Fakta tentang Kecanduan Pornografi" (2017), seorang pembelajar murni, seorang penggemar beberapa budaya Jepang, penulis artikel random, pencari jati diri, dan masih jomblo. Find me at ketikanfarhan(dot)com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kamu Ingin Menjadi Dokter? Pikirkan 2 Hal Ini

16 Oktober 2017   06:05 Diperbarui: 16 Oktober 2017   23:10 8067
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mahasiswa kedokteran | foto : youthmanual.com

Mungkin, setelah Anda melalui masa koass yang melelahkan itu, Anda akan menganggap masa berat dokter sudah selesai. Mohon maaf, namun belum selesai. Masih ada satu tahun lagi di mana anda diwajibkan mengikuti program internship yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan. Atau mungkin istilah kasarnya, Anda akan dipekerjakan sebagai buruh bagi Kemenkes. 

Anda akan ditugaskan secara acak di sebuah tempat di manapun di Indonesia. Bisa saja kelak Anda akan bekerja di daerah perkotaan dengan segala kemudahan yang ada, namun masih ada kemungkinan juga anda bekerja di daerah kepulauan terpencil yang kekurangan akses kesehatan. Yang menjadi masalah terbesar dari proses penempatan alias internship itu adalah memang pada saat itu kita akan dibayar, namun gaji yang akan diperoleh pun ada yang justru di bawah standar gaji buruh walaupun bekerjanya sendiri sudah dianggap sebagai buruh oleh Kemenkes. Satu hal yang disayangkan lagi, jika ingin bekerja sebagai dokter, maka Anda pun harus mengambil program internship tersebut. Begitu juga jika anda ingin berencana mengambil program spesialis jenis apapun.

Program internship sendiri bisa menyenangkan ataupun tidak juga menyenangkan, tergantung dari RS mana Anda bekerja atau fasilitas seperti apa yang dimiliki ataupun bagaimana tindak tanduk dokter spesialisnya di sana. Namun, jika Anda ditempatkan di daerah yang cukup terpencil, anda pun harus siap dengan segala kemungkinan yang ada. Setelah itu, jika Anda punya minat untuk berada di jalur klinis atau mungkin, ingin menghasilkan uang lebih banyak lagi, Anda pun bisa mengambil program pendidikan spesialis yang kembali akan memakan waktu 2-4 tahun. 

Tergantung dari kesusahan spesialis yang diambil serta niat anda untuk menyelesaikan program tersebut. Setelah menyelesaikan program spesialis, bagi beberapa jenis spesialis, seperti Anak, Penyakit Dalam, Bedah, Kandungan ataupun Anestesi, Anda kembali akan menjalani wajib kerja selama periode tertentu. Proses tersebut tentu akan memakan waktu lama, karena selama dalam proses tersebut, Anda akan kembali berstatus sebagai mahasiswa. Tentu saja, program pendidikan spesialis ini hampir menjadi kewajiban bagi semua dokter, terutama atas dasar kepercayaan masyarakat yang lebih condong ke dokter spesialis atas dasar ilmu dan kompetensi yang mereka alami.

Jika anda tidak mengambil program spesialis, anda pun mungkin belum tentu bisa bekerja sebagai dokter. Berhubung, sekarang Undang-undang Pendidikan Kedokteran mulai membuat wacana adanya Dokter Layanan Primer (DLP), jenis dokter yang akan bekerjasama dengan BPJS dan kelak untuk memperoleh kelayakan bekerja sebagai DLP, anda harus menjalani pendidikan lagi selama 3 tahun. Bayangkan, jika wacana itu terjadi, Anda pastinya akan menempuh pendidikan selama 5+1+3 tahun, yaitu 9 tahun. Jujur, mungkin teman seangkatan Anda sudah tamat S2 atau malah berencana mengambil S3 ketika Anda sudah diperkenankan untuk bekerja sebagai DLP dan memperoleh izin praktik. Bisakah anda membayangkan?

  • Tanggung jawab dan tantangan kerja siap menanti Anda!

Pekerjaan dokter merupakan profesi yang memiliki tanggung jawab sangat besar. Alasannya? Simpel. Profesi dokter sendiri merupakan profesi yang disebut sebagai palang pintu bagi pelayanan kesehatan di semua sisi. Ketika orang sakit, mereka pun selalu berusaha sebanyak mungkin untuk bertanya apapun ke dokter. Benar sekali, memang kesehatan itu sudah termasuk dalam daftar kebutuhan pokok masyarakat. 


Sehingga, tentu saja mereka sangat peduli tentang kesehatan, sehingga tidak sedikit dari mereka yang ingin mengetahui secara detil tentang segala kondisi kesehatan mereka. Pasti saja ada pasien yang akan banyak tanya atau ada juga yang mengikuti kata dokter tentang apa jenis penyakit yang hinggap di mereka. Tidak sedikit juga ada yang mendebat dokter dengan berbekal informasi a la internet. Sehingga, dibutuhkan kemampuan bagi dokter untuk menjawab semua informasi internet yang terkadang kerap menimbulkan mis-informasi bagi para pembacanya.

Selain itu, profesi dokter sendiri juga memiliki tantangan kerja yang cukup besar untuk bidang kesehatan. Mungkin, bisa saja berujung kepada sebuah kesimpulan bahwa dokter sudah ditakdirkan menjadi sumber masalah kesehatan di Indonesia. Mengutip tulisan dari dr. Patrianef, Sp.B di kanal ini, beliau menyatakan bahwa dokter akan menjadi sorotan dari segala masalah yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.

Entah itu dari biaya kesehatan yang mahal, atau ada pasien yang meninggal di RS karena kesalahan yang justru bukan dari dokternya, bahkan sampai menjadi produk (lebih tepatnya korban) pencitraan dari calon kepala daerah yang menjanjikan pengobatan gratis di RS dan Puskesmas yang berlangsung selama 24 jam. Kembali ke paragraf utama, bahwa kesehatan sudah menjadi kebutuhan pokok bagi masyarakat sehingga kesehatan pun bisa menjadi pancingan utama dari calon kepala daerah untuk menghipnotis para calon pemilih. Bukan hanya hal itu saja, masih banyak lagi poin yang dijelaskan oleh beliau yang menegaskan bahwa dokter dapat dianggap sebagai orang yang layak disalahkan untuk masalah kesehatan di Indonesia.

Pekerjaan dokter sendiri memang dikorelasikan sebagai pekerjaan pengabdian masyarakat. Tidak sedikit juga teman-teman saya yang berkenan untuk dikirimkan ke tempat terpencil, bahkan ada juga yang merasa tertantang untuk hidup di sana. Ya, mungkin mereka adalah para mahasiswa pecinta alam atau memang sudah sangat jago dalam hal adaptasi. Namun, masalah pun muncul ketika pengabdian ataupun keikhlasan mereka untuk bekerja tidak dibayar dengan baik oleh masyarakat sekitar.

Tidak sedikit juga dokter yang harus bekerja lebih dari 24 jam untuk meng-cover temannya yang sedang menjalani libur lebaran. Dan tidak sedikit juga yang harus rela mengorbankan waktu bermesraan dengan keluarga di kala libur karena harus bertugas melayani pasiennya. Dan, sangat disayangkan, keikhlasan mereka tersebut dibayar tidak sesuai dengan apa yang telah mereka korbankan. Bahkan, ada juga yang bergaji hampir mirip dengan tukang parkir. Jika Anda bekerja sebagai dokter internship, gaji Anda pun diperkirakan sekitar 2-3 juta/bulan. Beruntung jika orang tua Anda masih punya penghasilan yang bagus, dan anda masih ditempatkan di tempat internship yang biaya hidupnya cukup murah. Bagaimana jika itu terjadi sebaliknya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun